![]() |
Terima Kasih Kepada Bapak Yang Punya Terek Merah. Dia Menolong Komunitas Somatua Uang 8 Juta Untuk Bayar Strada Ke Enaro dan BAMA Untuk Komunitas Somatua Dalam Perjalanan Jalan Kaki Sosialisasi |
Di belahan dunia mana saja, kapitalisme atau
investasi atau orang yang mempunyai Modal atau “Sekelompok Orang yang mempunyai
banyak Uang”, yang mengontrol
Dunia atau dunia berada digenggaman tangan mereka, artinya orang-orang yang
mempunyai banyak uang ini, akan menyalurkan Uang kepada negera-negara yang
mengandung Kekayaan Alam. Seperti Presiden Indonesia SBY atas kekayaan
Alam Papua.
Apapun yang diminta oleh prisiden SBY akan
diberikan oleh orang-orang yang mempunyai banyak uang ini. Orang-orang pemodal
atau kapitalisme ini juga yang mengontrol PBB dan Amerika Serikat agar PBB dan
Amerika Serikat melindungi dan mengamankan kebun raksasa di Tanah Amungsa
Mimika, yaitu PT. Freeport sehingga apaun yang diminta oleh PBB dan Amerika
Serikat menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan oleh Mofet dan kawan-kawannya
guna mengamankan Kebun atau Perusahan Raksasa di Timika. Hal yang sama juga
akan dilakukan di Intan Jaya.
Kapitalisme/ Investasi atau orang yang mempunyai
banyak uang ini mereka sudah mengetahui kekayaan alam di suatu daerah atau
wilayah, seperti di wilayah Indonesia dan khususnya di papua. Cara pertama yang
akan dipakai kapitalisme adalah bagimana membangun hubungan kerja sama antara
kedua negara, seperti Amerika Serikat dan Indonesia.
Apapun
(Uang) yang diminta oleh presiden Indonesia akan ditepati oleh Kapitalisme itu dan hal itu merupakan hal yang mutlak dilakaukan
oleh Kapitalisme/ Investor dalam rangka mengamankan Tambang Emas, Minyak,
maupun yang lain-lain di suatu daerah, seperti Tambang Emas di Intan
Jaya.
Kapitalisme akan menyiapkan dan menyerakan “Uang
kepada Presiden Indonesia. Selanjutnya Presiden Indonesia akan menyiapkan “Uang, Aturan serta menurunkan Perintah
kepada Gubernur” di suatu daerah yang memiliki sumber daya Alam. Seperti
Gubernur Barnabas Suebu, atas kekayaan alam Intan Jaya.
Selanjutnya Gubernur akan “Melanjutkan Uang dan Aturan” ke Bupati, seperti Bupati Kabupaten Intan Jaya. Selanjutnya, Uang dan aturan itu akan terkandas di
kabupaten. Bupati hanya
melanjutkan Perintah ke Lembaga Swadaya Masyarakat
(Gereja), Dewan Adat, Kepala Suku, Pemilik Hak Ulayat maupun orang-orang yang
berkuasa di wilayah Penambangan itu”.
Hal ini akan dilakukan secara
rapih dan sistematis untuk mempengaruhi dan memanfaatkan keterbatasan
pengetahuan masyarakat setempar ( Seperti Masyarakat Intan Jaya ).
Orang-orang yang berada di kabupaten Intan
Jaya akan main secara rapi, halus dan
pelan, seperti memberi Uang dalam jumlah Yang sangat kecil kepada salah satu
tokoh masyarakat pemilik ulayat (Aita Kigi Ka Taguya Elaee), membeli
minyak goreng, garam, peksin dan lain-lain guna mempengaruhi dan memanfaatkan
keterbatasan pengetahuan masyarakat pemilik hak ulayat, agar masyarakat pemilik
ulayat menyetujui permintaan pemerintah daerah setempat dan Investor.
![]() |
saat Komunitas Somatua Lepas Lelah, Mereka Lalui Hutan, Bukit, Telaga, Gua, Gunung untuk Sosialisasi: HENTIKAN PERUSAHAN EMAS, TAMBANG Dan JANGAN JUAL-JUAL TANAH DI BUMI MIGANI Intan Jaya |
Ingat hal ini selalu terjadi di mana-mana, guna
merampas, menguras dan membunuh masyarakat setempat secara Sistematis dan
Otomatis. Sehingga “Masyarakat Setempat pun Tidak pernah Sadar “ Akan Ular Beludak lidah dua yang selalu
datang menipu masyarakat setempat. Pada
tahap tertentu, keterbatasan pengetahuan masyarakat setempat selalu dimanfaatkan
oleh orang-orang yang menganggap diri mereka manusia dan Manusia yang lain bukan manusia. Sebab orang/kelompok
tersebut menjual dan mengorbankan sesama
manusia dengan cara memasukkan perusahan di wilayah tersebut, tanpa
memperhatikan dampak (Limbah) yang akan dibuang ke muara sungai Kemabu, Wabu,
Dogabu dan Mbiabu maupun sungai-sungai lain di Intan Jaya.
Orang/kelompok yang “memasukan dan menerima perusahan
Tambang di Intan Jaya“ menganggap dirinya manusia dan manusia
lain, yang menghuni di pinggiran sungai-sungai di Intan Jaya bukan manusi yang
menyerupai TUHAN YESUS, karena
orang/kelompok tersebut hanya mencari
kepentingan diri sendiri dan kelompoknya, tanpa memperhatikan dan
mempertimbangkan bahaya limba dan bahaya Investasi yang akan menguasai tanah,
hutan maupun alam Intan Jaya.
Kita musti mengerti dan menyadari bahwa Negara
Amerika serikat maupun negara-negara neo-kolonial lainya masuk, terutama melalui pintu agama dan pendekatan budaya
lalu menyebarkan agama disuatu daerah atau wilayah lalu meneliti alam di
sekitarnya terutama yang diteliti adalah budaya setempat, setelah orang yang
membawa agama itu mengetahui “budaya dan kekayaan alam” setempat
seperti Emas, Tambang atau sejenisnya, maka orang yang tadinya membawa agama
itu akan melobi para Kapitalisme atau kaum pemodal untuk mendatangkan dan memasukan perusahan dengan
memanfaatkan keterbatasan pengetahuan masyarakat pribumi. Negara Amerika Sebagai negara yang memegang teguh slogan “Blok barat atau Kapitalisme”
yang jelas dia akan menanamkan modalnya di daerah atau wilayah yang dikuasainya
tanpa peduli terhadap masyarakat setempat.
![]() |
Komunitas Somatua Intan Jaya di Bilai-Homeyo, jalan Kaki Menuju Bilogai-Sugapa |
“Sadarlah dan
ketahuilah Bahwa: Perusahan Tambang Emas yang masuk di Timika dan yang masuk di
Intan Jaya dan sedang Operasi Eksplorasi di Intan Jaya, maupun perusahaan- Perusahan
lain yang masuk di beberapa daerah di papua, bahkan Dunia Tidak Butuh Manusia
atau Masyarakat Di sekitarnya. Catat dan Ingat kalimat ini baik- baik”. Yang dibutuhkan
kapitalisme/Investor hanyalah mencuri,
merampas, menggarap dan menghabiskan
Tanah dan Alam Intan Jaya, yang akan berakibat pada pembasmian dan pemusnahan
beberapa etnis di Kabupaten Intan Jaya,.!!! Ingat dan Igat kalimat ini.
Begitu perusahaan itu “Mulai Tumbuh dan Beroperasi”,
maka Presiden akan menurunkan “Aturan
yang mengikat masyarakat setempat”. Aturan itu seperti memfasilitasi dan
mendatangkan TNI/POLRI sebanyak mungkin untuk menjaga “kebun” atau perusahaan
tambang para Investor.
Maupun aturan dalam
pemerintah daerah setempat. Presiden
akan menyiapkan dan mendatangkan TNI/POLRI dan Investor akan memberi makan dan jaminan
secara baik dalam jumlah yang sangat banyak dari hasil garapan “kebun/ perusahaan
tambang itu” . agar TNI/POLRI menjaga
“kebun” para investor dengan baik dan terkendali.
Yang menjadi contoh Nyata dimata kami adalah
masuknya perusahan Raksasa milik Ameriaka Serikat PT. Freeport Mc Moran Gold
& Copper pada tanggal 07 April 1967 di Timika Papua. Yang telah menelan
ribuan ribuh manusia papua maupun non papua. Bagai siapa saja yang melawan atau
menuntut hak ulayat mereka dicap sebagai
Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau
Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) sehingga harus ditembak mati.
Begitu perusahaan Tambang mulai “tumbuh
subur”, tetapi masyarakat setempat masih tetap meminta hak ulayat mereka atau
menganggu perusahaan, maka Investor akan
meng- Setting keadaan sedemikian rupa untuk meng-Ahli-kan Isu masyarakat
setempat agar masyarakat setempat saling perang antara satu sama yang lain,
sementara tambang “Tambang Emas terus dikuras dan dihabiskan”.
Hal ini selalu terjadi dimana-mana, karena Orang yang membawa Agama itu sudah
mengetahui budaya setempat dan ditambah dengan penelitian –penelitian yang
disponsori oleh kaum pemodal/ Investor tadi, seperti penelitian yang di lakukan
dari perguruan tinggi ATMA JAYA
beberapa bulan lalu di sugapa Intan jaya.
Ini memang cara-cara neo-kolonial yang selalu dipraktekan dibelahan
dunia mana saja. Guna menipu, merampas,
menguras, memecah-belakan dan memusnahkan masyarakat pribumi dari tanah
leluhur-nya yang Tuhan berikan.
Cara yang selalu digunakan oleh neo- kolonial di belahan
dunia mana saja adalah bagimana
menghancurkan budaya setempat. Ketika
budaya setempat sudah dihancurkan, maka jati diri sebagai orang pribumi
terhilang; jika ini yang terjadi, maka dasar pijakan terhilang, hancur dan
kehilangan arah hidup, setelah budaya dihancurkan, seperti masuknya Beras
Raskin dan Masuknya uang Turkam agar orang Tua Kita yang dulunya bekerja rajin,
menjadi Pemalas dan menggantungkan
hidup pada uang turkam dan beras raskin,
bukan itu saja pasti diantara kita ada yang tidak tau bahasa Ibu atau “Miga
Dole”.
Bahasa, lagu, rumah, noken, cara berkebun, cara berbicara,
cara bercanda, cara berbusana adat, gelang, kalung dan masih banyak hal yang
tidak dapat dimuat dalam tulisan. hal inilah yang dikatakan “JATI DIRI”. Apabila hal-hal ini sudah dihancurkan dan dimusnahkan
oleh Neo-Kolonial, maka neo- kolonial
“Akan Menguasai Tanah dan Kekayaan Alam setempat”. Begitu tanah dan kekayaan alam sudah di Kuasi
oleh Neo- Kolonial, maka habis juga masyarakat setempat, karena segala Kekayaan
Alam, Tanah dan Hutan Milik-nya sudah di Jual Habis, kepada Orang Pendatang.
Catat dan Ingat Kalimat ini Baik-baik,!!!
Yang jelas-jelas masyarakat di Kabupaten Intan
Jaya akan punah dan tinggallah sejarah bahwa di Intan Jaya pernah hidup
beberapa suku. Kita sebagai penghuni Intan Jaya musti sadari bahwa letak
kabupaten Intan Jaya yang sangat sempit
dan masyarakat pada umumnya “meng-Gantungkan hidup mereka pada sungai
Wabu, Kemabu, Mbiabu dan sungai-sungai
lainnya di Intan Jaya”.
Apabilah perusahaan PT. Freeport “dipaksakan”, maka yang jelas limba
akan dibuang kesungai Wabu, kemabu, Mbiabu dan sungai-sungai lainnya di Intan
Jaya, maka Habislah masyarakat Intan Jaya dan di tambah dengan “penguasaian tanah”
dari orang pendatang yang akan
berakibat pada penyinggiran masyarakat intan jaya secara sistematis dan
otomatis yang menuju kepemusnaan etnis secara pelan tapi pasti.
Untuk
Lebih Jelas Mari
kami baca Sebuah
Kisah Pembodohan, Pencurian dan
Penipuan serta perampasan Alam dan Tanah
Yang Dilakukan Oleh PT. Freeport
Terhadap Masyarakat Di Kabupaten
Intan Jaya, Dibawa Ini;
Intan jaya merupakan kabupaten pemekaran
dari kabupaten Pania pada tahun dua ribu
delapan lalu. pada saat itu Sugapa, Hitalipa dan beberapa daerah lainya di
Intan Jaya masih di atur oleh pemerintah daerah Kabupaten Paniai. Disaat itu
Pada awal tahun 1989-1990 datanglah beberapa orang barat yang menamakan diri
Tim Survei. Tim survei ini diantar oleh
anak pekabaran Injil di Distrik Hitalipa, yakni Jani mala, panggilan yang akrab
dipakai oleh masyarakat setempat, nama sebenarnya adalah John Cutts.
Mereka datang dari Timika menggunakan Helikopter
milik Airfast, setelah tibah di pos misionaris Kingmi Distrik Hitalipa mereka
melanjutkan perjalanan ke Sungai Hiyabu yang letaknya tidak jau dari Pos
misionaris tersebut. Setelah tibah di sungai tersebut mereka mengambil sampel
berupa pasir, air dan batu-batuan dari sungai tersebut. setelah itu mereka
melanjutkan perjalanan ke muarah sungai Hiyabu dan Dogabu lalu melanjutkan
perjalanan ke muara sungai Wayabu dan Wabu dan melanjutkan perjalanan ke
beberapa anak sungai dari kali Wabu. Mereka mengambil semua sampel dari
sungai-sungai tersebut berupa pasir, air
dan batu- batuan.
Di sungai wabu John Cutts sempat bertemu dengan
sala satu warga setempat, yakni Stevanus Sondegau di Wandoga, yaitu di
Wonemiggi talipa atau kali wonemiggi. John dan teman-temanyan terus melanjutkan
perjalanannya ke muara sungai Tigabu dan mengambil sampel pasir,air dan
batu-batuan lalu mendulang pasir. Saat itu John sempat bertemu dengan sala satu
warga setempat, yakni Ojegoa Tawa Mbole Belau, nama setempat atau Didimus
Belau.
Didimus Belau merupakan warga Desa Bilogae
Distrik Sugapa yang hari-harinya berladang Ubi, Keladi dan tanaman lainnya
disepanjang sunagai Tigitalipa. Seperti biasanya John Cutts menggunakan bahasa
setempat, yakni bahasa Moni, ia memberikan Informasi kepada Didimus mengenai
kegiatan yang di jalaninya saat itu.
![]() |
Bumi Migani BUKAN Tempat PERUSAHAN. HENTIKAN PERUSAHAN EMAS, Tambang Dan Lain-lain |
Kata John Cutts kepada Didimus dalam bahasa Migani:
“ A
me,..mepao,..mendaga kaneta taliago kaya, Hitalipagemaya tali ne,..du ne,..homa
ne,.. inigiao dia digio,. usua naga
ndogo- Timika ge inua noa nggaga inuapa
dutima dia diggiyo,.data kapage go wabu ge dega-dega data homeyo pialiggiyo
dipage go Timika puapaya tutur John” artinya: mepa saya ikut orang-orang ini
jalan ambil air, batu dan pasir dari Hitalipa untuk dilihat dalam
laboratoriumTimika, dari sini kami akan melanjutkan perjalanan mengikuti hulu
sungai Wabu lalu ke Distrik Homeyo dan selanjutnya kami akan ke Timika. John Cutts yang selalu di sapa masyarakat
setempat Jani Mala bersama rombongan Tim Survei menuju Distrik Homeyo.
Setelah beberapa bulan kemudian tepatnya pada
tanggal 28 september 1991 John Cutts mewakili PT. Freeport berkunjung yang
kedua kalinya ke Sugapa Intan Jaya. Tujuan John Cutts adalah untuk bertemu
dengan kepala Distrik Sugapa dan Para kepala suku untuk menyampaikan kegiatan
PT. Freeport yang akan beroperasi di
Distrik Sugapa dan Beberapa Distrik lainya di Intan Jaya.
Di saat itu pertemuan diadakan di kantor Camat Sugapa dan dihadiri oleh
Hombore B.A selaku kepala Camat Sugapa saat itu dan unsur Tripika Kecamatan
serta beberapa tokoh masyarakat pemilik ulayat ikut hadir dan mendengarkan apa
yang disampaikan oleh John Cutts di kantor tersebut.
Tokoh- tokoh masyarakat Moni pemilik ulayat yang
hadir dalam pertemuan itu antara lain: Paulus Japugau, Yuliu Sani, Adolof
Belau, Oktopianus Sondegau, Samuel Japugau, Samuel Japugau, Andreas Tipagau,
dan Bony Sondegu dan beberapa tokoh lainya, setelah mereka mendengar penjelasan
dari John Cutts tokoh-tokoh masyarakat
malah bingung dan tidak mengerti tujuan John untuk melakukan Eksplorasi
(Survei) di daerah mereka, sehingga masyarakat langsung pulang kerumah mereka “tanpa
menyepakati atau menyetujui” keinginan John Cutts untuk melakukan
eksplorasi di daerah mereka.
John Cutts memanfaatkan keterbatasan pengetahuan dan
ketertinggalan masyarakat Intan Jaya dan
memasukan PT. Freeport dengan inisiatif sendiri tanpa melakukan “Perjanjian
Kerja Sama / MOU ” dengan masyarakat pemilik ulayat. Walaupun “Perjanjian Kerja
Sama / MOU ” belum dibuat, namun John Cutts tetap memaksakan keinginana-nya
dengan mendatangkan PT. Freeport untuk Operasi Eksploitasi di Sugapa dan
beberapa Distrik lainya di Intan Jaya.
Cara John Cutts Ibarat perampok dan Pencuri di Siang Hari.
Cara John Cutts ini menjadi kesempatan bagi PT.
Freeport untuk melakukan Eksplorasi di Sugapa, Hitalipa dan beberapa Distrik
lainya di Intan Jaya, sehingga masyarakat tinggal menerima apa adanya lalu
masyarakat hanya “mengusulkan kepada PT.
Freeport tanpa tertulis” memperbolehkan melakukan aktifitas Eksplorasi,
tetapi sebagai ganti rugi pepohonan yang ditebang oleh PT. Freeport untuk helipad, drillpad,
material pad dan lain- lain harus menerima masyarakat setempat sebagai karyawan di sugapa saat itu, tutur sala satu tokoh
masyarakat pemilik ulayat yang dipercayai di kampung itu.
Begitu menerima beberapa pemuda dari kampung
sebagai karyawan lokal untuk bekerja sebagai karyawan PT. Freeport di Sugapa, namun mereka mengalami banyak
hambatan. Meraka tidak tau apa yang harus mereka buat. Setiap pagi pukul 04. 30
subuh mereka sudah harus menyiapkan bahan dan alat untuk membangun base camp,
membongkar tanah dan karyawan lainya naik turun ke hutan tempat dimana akan
dibangun Halipad, Drillpad, Materialpad
dan Landing site. Hari bergani- hari minggu berganti minggu dan bulan berganti
bulan karyawan lokal menerima upah
mereka dalam jumlah yang sangat kecil.
Helikopter yang di sewa untuk eksplorasipun pergi pulang Timika tanpa
henti-hentinya untuk mengantar makanan
para karyawan lokal di sugapa Intan Jaya. Begitu Eksplorasi di sugapa mulai “Tumbuh
Subur” Camp Manager PT. Freeport menerima TNI/POLRI yang saat itu
bertugas di kecamatan Sugapa untuk mengamankan situasi setempat.
Untuk membangun camp tentu perusahaan membutukan
bahan bangunan, sehingga perusahan meminta masyarakat setempat untuk menyiapkan
papan dan kayu buah dengan perjanjian akan dibayar,yaitu papan runcing, dengan
harga RP. 15.000;- perlembar, kayu buah yang besar RP. 10.000;- dan kayu Buah
sedang sebesar RP. 5.000;- perbuah. Mendengar informasi itu masyarakat setempat
menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan. Namun sangat disedihkan,
bagi masyarakat setempat karena dalam pembayaran bahan-bahan lokal yang
disiapkan masyarakat dibayar tidak sesuai dengan perjanjian yang sudah
ditetapkan oleh PT. Freeport, malah harus ditawar lagi menjadi harga yang
paling rendah dan dibelinya. Dalam transaksi tersebut masyarakat ada yang
protes, maka akan berhadapan dengan TNI/POLRI untuk mengamankan masyarakat.
Apabila ada masyarakat yang masih protes, maka
persoalan tersebut akan diproses oleh TNI/POLRI yang bertugas disitu, seperti
salah satu warga setempat yang protes, yakni Linus Sondegau, namun sayangnya
dia dipukul sampai babak belur dan terjadilah perkelahian masal antara TNI/PORI
dan karyawan lokal.
Melihat hal itu masyarakat setempat tak kuasa
untuk melalkukan protes lagi terhadap penipuan yang dilakukan oleh PT. Freeport
di Sugapa Intan Jaya. Sedangkan John
Cutts entah kemana perginya, setelah dia mendatangkan orang-orang yang tidak
tau kasih itu. Karyawan lokal hanya menerima semua itu dengan berkepala dingin,
karena mereka belum siap menjadi karyawan.
![]() |
Komunitas Somatua Jalan, Istirahat dan Jalan lagi untuk Lindunggi ALAM Migani Dari KEHANCURAN Dan PEMUSNAHAN |
Karyawan itu tidak tertolong namun untungnya
helikopter melepaskan tali pengikat, sehingga karyawan yang bernama Didimus
Japugau tersangkut di atas dahan pohon. Kebun-kebun masyarakat setempat rusak
ulah dari angin hilikopter saat mendarat membawa alat-alat perusahaan ke lokasi
kerja.
Pemilik kebun menuntut agar membayar semua kebun
yang dirusakan oleh helikopter milik PT. Freeport, namun apa boleh buat karena
prosesnya diahlikan ke pihak TNI/POLRI di Kecamatan Sugapa saat itu. Sehingga
masyarakat menerima semua ketidakadilan itu dengan lapang dada.
Kegiatan Eksplorasi dilakukan di tempat-tempat
sasaran masyarakat, seperti tempat berburuh, tempat mencari rotan, tempat
mencari kayu, maupun tempat berkebun. Base Camp Bilagae- Sugapa dijaga ketat
oleh TNI/POLRI dan melarang masyarakat berkeliaran sing dan malam hari di base
camp. Babi masyarakat desa Bilogae diburuh 2- 3 ekor oleh keamanan yang menjaga
base camp tanpa memberitahu kepala desa bilogae terlebi dulu, separuh daging
diminta begitu saja oleh anggota, kata
mereka mengganti peluruh yang hilang,sehingga mau-tidak mau pemilik babi
menerima semua itu dengan lapang dada.
Malam hari base camp bilogae (Wabu) memanfaatkan
kesempatan untuk membawa gadis- gadis kampung yang masih dibawah umur lalu
melakukan hubungan setubuh selayaknya suami istri, bahkan beberapa istri orang
diperlakukan hal yang sama.
Dilain kesempatan karyawan lokal diajar bermain
judi dan hal-hal negatif lainya. Apabila
karyawan lokal ingin mengunjungi kelurgannya yang sakit malah dibentuk, Ayo kerja atau mau kelur, inilah julukan
untuk para karyawan lokal di Wabu Intan Jaya.
PT. Freeport masuk Eksplorasi dengan
sebebas-bebasnya di atas Tanah, Hutan dan Sungai di Wabu Intan Jaya, ibarat
Tanah dan Hutan Tanpa Tuan atau dalam bahasa Engros Tobati mengatakan “
Land and Forest Without a Master”.
Segala kerusakan flora dan fauna
sampai detik ini belum dibayar. Akibat PT, Freeport merusak dan
memusnahkan Alam dimana tempat-tempat perlindungan bagi hewan, tumbuhan dan
tanaman masyarakat setempat di sapuh rata, maka semua makluk yang menghuni
didalamnya menggungsi ketempat-tempat yang dapat hidup lebih baik dan aman.
Melihat
semua pengalaman dan penderitaan itu apakah ada manusia yang menghuni wilayah
itu,.? Apakah penghuni wilayah itu telah
di “Telan Habis” oleh binatang buas PT. Freeport,.? Apakah penghuni wilayah itu
ada,.? Kalau ada mengapa harus diam membisu. Ataukah Diam membisu, karena Mendukung semua kegiatan yang
dilakukan oleh PT. Freeport. Ataukah Diam Membisu karena “senang dan bangga
untuk Mendukung” Agar Orang Pendatang
Membodohi dan Mengguras tanah Migani, hutan Migani, air Migani, pohon Migani, rotan Migani, kayu Migani dan segala kekayaan milik Suku Migani,!!! Ataukah,.? malas tau dan
nonton saja, karena mendukung orang pendatang mengambil semua kekayaan Alam suku Migani di
Bumi Migani Intan Jaya.
Sehingga harapan besar penulis sebagai, Ketua
Komunitas Mahasiswa Independen Somatua Intan Jaya, (KOMISI) bersama
teman-teman, adik-adik dan semua orang yang peduli terhadap Masyarakat dan Alam
Intan Jaya, merasa prihatin dan merasa sedih akan bencana alam yang secara sistematis dan
otomatis akan mengacam kelangsungan hidup masyarakat Intan Jaya. Sehingga kita
musti lihat, berpikir, bekerja dan bertindak untuk menyelamatkan umat TUHAN
yang menghuni wilayah Magataga hingga Mbulu-mbulu. “Ingat Pengalaman adalah Guru,
hal-hal yang sudah terjadi di Timika dan beberapa daerah lain menjadi contoh
Nyata untuk kita melihat, berpikir, bekerja dan bertindak”.
Bertolak dari pengalaman PT. Freeport di Timika,
maka kami Sebagai Penghuni Intan Jaya
marilah kami “Sadar dan memandang Tanah
dan Alam sebagai Mama yang selalu memberikan Asi dan memandang manusia yang
menghuni di dalam-nya sebagai manusia yang Utuh. Keutuhan sebagai manusia yang Utuh adalah
Kerendahan Hati serta Keteladanan hidup yang Membebaskan, Meneguhkan dan
Melayani sesama dengan penuh sabar, tenang, setia, saling menerima dan saling
menghargai satu sama yang lain, serta bertindak untuk menjaga keutuhan hidup
manusia dan alam Intan Jaya dari bahaya kepunahan dan kehancuran”.
Akhir Kata: Siapapun Yang Membaca
Tulisan ini, Tolong Sebarluaskan Bahwa Manusia Migani di Bumi Migani Intan Jaya
JANGAN JUAL TANAH , Jangan MASUKAN PERUSAHAN EMAS, TAMBANG Dan lain-lain.
Tolong Sosialisasi di Rumah, Di
Kantor, Di Kebun, Di Pasar, Di Sekolah, Di Kampus dan tolong Sosialisasikan
bahwa HENTIKAN PERUSAHAN Emas, Tambang dan Perusahan lainnya dan JANGAN
Jual-jual Tanah di Seluruh Wilayah Migani Intan Jaya-West Papua.
“ Jika
Tulisan Komunitas Somatua Di atas saya sosialisasikan kepada Satu (1) orang
berarti saya sudah selamatkan Sepuluh Orang”
= S A L
A M P E R U B A H A N =