Masyarakat Intan Jaya Butuh Pemahaman

INTAN JAYA-Masyarakat pedalaman papua sudah bercocok tanam dengan pohon kopi dan khususnya pedalaman Intan Jaya. Pohon Kopi sudah di tanam di pinggiran-pinggiran rumah warga sejak dahulu dan membusuk dengan sendirinya. Saat ini penanaman pohon kopi sedang di upayakan oleh pemerintah Kabupaten Intan Jaya melalui dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten Intan Jaya agar masyarakat lebih mandiri dan profesional dalam usaha penanaman pohon kopi.

Bosko Hagisimijau
Usaha penanaman pohon kopi sebaiknya pemerintah jangan hanya memberikan modal awal saja, namun di samping itu pemerintah harus memberikan pemahaman mengenai cara memanfaatkan modal awal yang sudah ada, karena masyarakat pada umumnya belum bersekolah dan belum mengerti bagimana mengembangan usaha-usaha untuk meningkatkan usaha dengan modal yang sudah ada. Jika pemerintah tidak memberikan pemahaman yang baik, maka yang jelas usaha-usaha dari masyarakat akan mati.
Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai usaha-usaha kecil di bidang perkebunan bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan dinas-dinas terkait, numun Intelektual  di bidang pertanian sangat dibutuhkan untuk memberikan pemahaman yang baik dan benar mengenai bagimana menanam pohon kopi dan mengembangkan usaha -usaha yang telah dan sudah di lakukan oleh masyarakat, agar kedepan masyarakat dengan sendirinya bisa mandiri dan frofesional dengan usaha-usaha yang mereka lakukan.

Pada bulan Agustus 2012 di Sugapa Intan Jaya sebagian masyarakat telah berhasil dalam upaya pengembangan penanaman dan pengelolaan kopi. Disaat itu saya sempat ke rumah Bapak Bosko Hagisimijau di Bomudinggipa kampung Titigi untuk diwawancarai tentang usaha-usaha kopi. Walaupun usianya sudah tua, namun Bapak Bosko memiliki sifat kerja keras dalam usaha penanaman kopi, pengelolaan hingga pada pemasaran.

Bapak Bosko mengatakan bahwa; “Pohon kopi sudah ditanam sejak belum di mekarkanya kabupaten Intan Jaya dan Bapak Hagisimijau sudah berusaha semampunya, namun Hagisimijau mengalami banyak hambatan untuk memperbanyak anakan kopi berupa plastik folibek dan juga alat-alat bantu untuk menjemur kopi yang telah di kupas. Selain itu Bapak Bosko juga belum tahu berapa kilo yang akan jual/dipasarkan, karena Bapak Bosko belum bersekolah sehingga Bapak bosko tidak tahu cara menghitung timbagan hasil kopi yang sudah di jemurnya untuk di pasarkan”.

Tambahnya; Pada tahun 2010 yang lalu ada sala satu CV yang kerja sama dengan PT. Freeport pernah turun ke desa Titigi dengan menggunakan helikopter untuk menguji hasil kopi yang di tanamnya dan hasil uji  tersebut di nyatakan berkualitas sehingga Bapak Bosko biasanya menjual hasil kopi tersebut ke  CV yang dikelolah oleh PT. minersave Timika di Intan Jaya.

Dalam penjualan tersebut Bapak bosko sering mengalami kebingungan saat penjualan hasil kopi, karena Bapak bosko belum bersekolah, untuk itu dibutuhkan orang yang berpendidikan agar memberi pemahaman tentang  cara penanaman, pengelolaan dan juga cara pemasaran. Disisisi lain uang hasil penjualan kopi tersebut  tidak pernah disimpan untuk meningkatkan usahanya, tetapi uang hasil penjualan kopi tersebut selalu digunakan untuk menyelesaikan kebutuhan masalah sosial budaya setempat berupa Pembayaran denda pembunuhan, pembayaran mas kawin dan juga penyelesaian masalah sosial lainnya.
Tahun dua ribu tiga belas ini bapak Bosko tidak melajutkan usahanya, karena belum memahami benar tentang tata cara pengelolaan kopi yang benar untuk itu dimohon perhatian pemerintah di bidang perkebunan maupun dibidang lainnya agar kedepan masyarakat bisa mandiri dengan usah-usaha mereka, Semoga…..!!!