HILANGNYA SANG SURYA DIBALIK GUNUG MAGATAGA

*) Martinus Alfa Mujijau
Bertolak dari berbagi kehidupan masyarakat yang belum menerima campur tangan pemerintah secara menyeluruh bahkan selalu disisiskan dari berbagai hal. para penghuni alam raya negeri ini menitipkan ribuan harapan doa dan airmata kepada sang pencipta, Tuhan Yang Maha Kuasa,akankah Sang surya menyinari negeri paling timur kaya raya ini. Penghuni alam raya ini selalu gumuli dalam kehidupan mereka untuk mendapatkan sebuah harapan akan Sang surya yang dapat bersinar menyelimuti negeri ini. Melalui upayah, doa dan air mata penghuni negeri ini sang suryapun datang perlahan waktu demi waktu menghadapi berbagai tantangan untuk dapat menyinari negeri ini. Melalui usaha kerja keras,doa dan air mata penghuni negeri ini akhirnya sang suryapun bersinar diufuk timur negeri kaya raya ini ibarat lampu dimalam hari.

Be Begitu sang surya menyinar-
kan cahaya-nya wajah-wajah-
penghuni negeri inipun
menyambut-nya dengan
“penuh suka cita dalam
suasana yang sungguh
meriah dan Menghidupkan
se-isi alam raya negeri ini”.
Kabut salju Abadipun
menyelimuti suasana disaat itu. Burung-burung berkicauan dirantin-ranting pohon, dedaunan melambai-lambai dengan sepoi-sepoi, gemiricik air kali doga, wea, mbia, kema, dan aiga, terdengar, suasana gemuruh di hutan melengking. Disana ada suara,disina ada hidup, alampun bersaksi tentang datangnya “Sang Surya (Kabupaten Intan Jaya)”.


Wajah-wajah, para penghuni jagad raya Intan Jaya menanti dan menitipkan ribuan harapan doa dan airmata, akankah mentari pagi dapat bersinar lagi dari balik puncak Mbulumbulu. Sinar surya yang pernah terbit dari balik gunung gergaji, tampaknya kian hari kian tenggelam menghilang di balik Magataga. Ternyata tanpa terasa datangnya senja hampir tiba. Harapan beribu harapan, terdengar hanyalah kicau burung di perairan wea, mbia, kema, doga dan aiga, terdengar, hanyalah kicau burung. Penghuni honai begitu antusias menanti, kapankah cahaya itu kembali bersinar dan memberikan penerangan.
Penantian demi penantian, belum juga tiba harapan. Rumah yang baru didirikan terlihat belum menampakan asap, pertanda belum ditempati penghuni. Mengapa demikian, bertedu dalam honai berasap dan membaur dengan etnis koteka dan cawat adalah pilihan yang secara sengaja mau dan tau sudah dipilih.

Adalah cahaya kabupaten Intan Jaya, setelah mengadakan syukuran, lantas hanya nama yang ada di Sugapa sedangkan wujudnya, hampir mencapai delapan bulan ini, hilang dan tenggelam di kabupaten Nabire. Harapan Warga Intan Jaya dari Dugindoga, Weandoga, Mbiandoga, Kemandoga, dan Aigabundoga untuk menikmati dan merasakan dampak langsung kehadiran pemerintah kabupaten Intan Jaya, justru tidak terjadi. Sugapa sebagai ibukota Intan Jaya menjadi sepih total selama hampir mencapai lebih dari setengah tahun.

Memang masyarakat di tingkat akar rumput tidak menuntut berlebihan kepada pemerintah dengan program pembangunan. Masyarakat justru cukup terobati, jika pemerintahnya sudah ada di tengah-tengah mereka. Selain merasa ada perhatian dan sentuhan dari pemerintahnya, hasil produk petani tradisional yang selama ini kurang laku di pasar tersebut dapat laku sehingga terjadi peredaran uang di masyarakat.

Menurut seorang ilmuwan bernama, Aristoteles mengatakan, secara phisikologi obat penawar tuntutan rakat adalah kehadiranya Pemerintah ditengah rakyat. Terlebih lagi, pada situasi sulit dalam banyak hal. Untuk itu, datanglah kepada rakyat, duduk bersama rakyat, bekerja dari apa yang dikerjakan oleh rakyat. Bukan pameran melainkan pola dst...,kata Aristotele

Nama Sugapa hanya menjadi simbol formalitas (Sugapa,tanggal,...dsb) pada hal kenyataannya jelas- jelas di laksanakan Nabire. Mengapa tidak hanya dalam laporan diatas kertas. Namun justeru setiap baliho, spanduk atau poster yang nyata-nyata kegiatannya berlangsung di Nabire, namun yang tertulis di Baliho adalah Sugapa.
Hal ini berindikasi terjadinya pengobyekkan nama daerah dan manusia Intan Jaya sebagai sebuah umpan untuk meloloskan sesuatu
Walau masih banyak kekurangan tantangan dan kendalah, terlebih karena ganasnya alam pegunungan salju abadi namun itulah kondisi obyektif yang harus dihadapi dengan sabar dan penuh ketelitian. Lantas, hari ini ada jalan dan cahaya, besok jumpai mereka. Mereka hanya boleh puas ketika hal itu terjadi, semoga.!!!