
Yesus berkata,
"Biarlah hal itu terjadi". Ketika Yohanes mencoba untuk mencegah
Yesus menerima baptisan, Yesus berkata, "Terimalah Aku untuk
dibaptis." Yesus menundukkan diri-Nya pada baptisan Yohanes. Yang lebih
tinggi menundukkan diri pada yang lebih rendah. Dengan demikian Yesus
menunjukkan inti dari kebenaran, yaitu sikap penundukan demi Allah untuk
menggenapkan seluruh kebenaran.
Di pesan yang
membahas Matius 4.17, kita akan memusatkan perhatian pada kata 'righteousness
(kebenaran)' ini. Yesus berkepentingan untuk menggenapkan seluruh
kebenaran, bukan hanya sebagian atau sebagian besar kebenaran, tetapi seluruh
kebenaran. Apa artinya? Apakah arti kebenaran di dalam Alkitab? Apa arti
menggenapkan seluruh kebenaran? Pada dasarnya, kata itu berarti menggenapkan
seluruh perintah atau kehendak Allah bagi kita. Namun kebenaran tidak boleh
sekadar dipahami sebagai pelaksanaan perintah eksternal saja.
Kebenaran adalah
kata yang sangat praktis di dalam Alkitab, bukan satu istilah teologis yang
kabur. Kehidupan terdiri dari berbagai macam hubungan. Dan kebenaran berkaitan
dengan kehidupan dan hubungan-hubungan kita. Kebenaran di dalam Alkitab
berkaitan dengan hubungan yang benar dengan Allah dan sesama manusia. Ini
adalah hal yang sangat penting untuk dipahami.
Yesus berkata
bahwa segenap perintah Allah dapat dirangkum di dalam satu kalimat, yaitu
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kalimat itu
merangkum segenap kebenaran. Dari sini kita melihat bahwa kebenaran itu adalah
hubungan yang benar. Alkitab mendefinisikan hubungan yang benar itu sebagai
ungkapan kasih - mengasihi Allah dengan segenap keberadaan, hati, jiwa dan
kekuatan Anda, yang tidak dapat dipisahkan dari mengasihi atau memperlakukan
sesama manusia seperti diri Anda sendiri.
Demikianlah,
Yesus berkata kepada Yohanes Pembaptis, "Terimalah Aku untuk dibaptis,
karena Aku menundukkan diri pada baptisanmu, demi menggenapkan seluruh
kebenaran." Mengapa? Karena memang inilah perintah dan kehendak Allah.
Setiap perintah
Allah dirancang untuk berdampak pada hubungan kita dengan-Nya dan dengan sesama
manusia. Sebagai contoh 10 Perintah itu. Setiap dari 10 perintah itu berkaitan
dengan hubungan kita, entah dengan Allah atau dengan sesama manusia. Setiap
pengabaian pada perintah Firman Allah akan mempengaruhi hubungan kita dengan
Allah dan dengan sesama manusia.
Kebenaran juga
berada di jantung ajaran Yesus di Matius 4.17 ini. Yesus disebut sebagai
pemberita kebenaran. Nuh digambarkan oleh Petrus di 2 Petrus 2:5 sebagai
seorang pemberita kebenaran. Setiap pemberita di dalam Alkitab adalah
pemberita kebenaran. Sayangnya, kebenaran tidak lagi merupakan tema di
lingkungan gereja. Di zaman ini, keselamatan sudah dipisahkan dari kebenaran.
Keselamatan tanpa kebenaran menjadi semacam dongeng resmi.
Sekarang ini
kebenaran menjadi suatu hal yang diterima sebagai suatu fakta; Anda dinyatakan
benar tanpa perlu adanya kebenaran nyata di dalam kehidupan Anda. Dengan kata
lain, Anda dinyatakan benar sekalipun Anda tidak memiliki kebenaran dan Anda
tidak menjadi benar. Sejujurnya, dongeng resmi semacam ini tidak ada isinya di
dalam pengajaran yang alkitabiah.
Apakah
Keselamatan hanya sekadar pengampunan dosa?
Kita akan melihat
Doktrin Keselamatan sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus. Hasrat dan niat saya
adalah bahwa tak seorang pun yang mendengarkan pesan ini gagal memahami dengan
jelas apa ajaran yang alkitabiah mengenai keselamatan.
Jika ditanya
apakah keselamatan itu. Apa yang akan menjadi jawaban Anda? Jawaban yang umum
diberikan adalah, "Keselamatan berkaitan dengan pertobatan. Allah
mengampuni dosa Anda, dan karena dosa Anda telah diampuni, maka Anda
selamat." Itulah kira-kiranya rangkuman dari isi keselamatan yang umumnya
diuraikan. Di dalam Alkitab, makna keselamatan jauh lebih mendalam daripada
sekadar pernyataan pengampunan. Pengampunan dosa hanya merupakan sebagian saja
dari makna sesungguhnya.
Jika yang
disampaikan hanya pengampunan dosa, maka ini berarti kita belum mengajarkan
keseluruhan tentang keselamatan. Tak heran jika orang yang mendengar itu akan
terus menerus melakukan dosa dan kembali lagi untuk meminta pengampunan lalu
berbuat dosa lagi dan minta ampun lagi. Dan akhirnya di dalam keputus-asaannya,
karena tak pernah memenangkan pertempuran melawan dosa, dia memutuskan untuk
berhenti menjadi Kristen sama sekali. Sudah banyak sekali orang semacam ini,
orang yang hidup dalam kekalahan mutlak, yang tidak dapat mengatasi dosa, yang
selalu saja kembali untuk meminta pengampunan setiap minggu. Hidup di dalam
lingkaran setan ini membuat mereka sangat frustrasi karena merasa bahwa
peperangan demi kebenaran ini tak dapat dimenangkan. Itukah ajaran yang
alkitabiah tentang keselamatan?
"Bertobatlah"
Setelah Yohanes
Pembaptis ditangkap dan dibunuh oleh Herodes, Yesus memulai pelayanan-Nya,
seolah-olah mengambil alih pemberitaan Yohanes. Yesus memberitakan hal yang
tepat sama dengan Yohanes Pembaptis. Di Matius 3:2, Yohanes Pembaptis berkata:
"Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Dan Yesus di
Matius 4:17 memberitakan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah
dekat!" Pemberitaan yang persis sama dengan Yohanes Pembaptis! Bedanya
adalah Yesus menyampaikan pesan yang lebih mendalam, dibandingkan dengan apa
yang mampu dipahami oleh Yohanes Pembaptis saat itu.
Ucapan Yesus yang
pertama adalah, "Bertobatlah." Pertobatan hanya bermakna bagi orang
yang mengutamakan kebenaran. Karena pertobatan adalah hal berpaling dari dosa
dan merangkul kebenaran. Pertobatan berkaitan dengan pembalikan dari hidup lama
dalam dosa menuju hidup baru dalam kebenaran. Buat apa orang bertobat jika dia
tak peduli pada kebenaran? Dia puas dengan hidupnya dalam dosa. Jika Anda
berkata pada orang di jalan, "Bertobatlah." Dia akan menjawab,
"Buat apa? Aku tidak keberatan hidupku dikuasai dosa. Hidupku cukup memuaskan."
Karena dia tidak peduli dengan kebenaran, maka kata 'bertobat' tidak memiliki
makna baginya. Dengan kata lain, pertobatan bukanlah bahasa bagi setiap orang
yang tidak tertarik dengan kebenaran. Anda menyia-yiakan waktu meminta orang
yang tidak peduli pada kebenaran untuk bertobat.
Nah, mengapa kita
harus bertobat? Baik Yohanes Pembaptis maupun Yesus melanjutkan dengan berkata
bahwa karena Kerajaan Allah atau Kerajaan Surga sudah dekat. Keduanya merupakan
hal yang sama di dalam Perjanjian Baru. (Orang-orang Yahudi menggunakan kata
'Surga' (Heaven) karena mereka tidak mau menyebut nama 'Allah' secara
sembarangan. Mereka tidak berani secara langsung menyebutkan nama yang ilahi
itu, jadi mereka memakai cara circumlocution, yaitu memakai istilah yang
mendekati maknanya dengan menggunakan kata 'Heaven'). Jadi kita menyadari bahwa Kerajaan
Allah sudah dekat dan kita bertobat.
Nah, apakah itu
Kerajaan Surga? Kita akan melihat ke dalam Roma 14:17 untuk mendapatkan
penjelasan dari Paulus tentang Kerajaan Surga. Sebab Kerajaan Allah bukanlah
soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran (kita kembali pada kata
'kebenaran'), damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Perhatikan
hal ini: kebenaran, damai sejahtera dan sukacita. Ketiganya tak terpisahkan.
Tanpa damai sejahtera, Anda tidak mendapatkan sukacita. Tanpa kebenaran, Anda
tidak mendapatkan damai sejahtera. Jadi tanpa kebenaran, Anda tidak mendapatkan
damai sejahtera dan sukacita. Kebenaran adalah hal yang mendasar.
Banyak orang
Kristen yang mengaku telah menjadi Kristen tapi tidak mengalami damai sejahtera
dan sukacita. Ini adalah karena kebenaran belum masuk di dalam hidup mereka.
Tanpa kebenaran tak akan ada damai sejahtera dan sukacita. Anda tidak akan
sampai pada damai sejahtera dan sukacita tanpa melalui kebenaran. Saya harap
Anda bisa memahami hal ini dengan jelas.
Jika Anda menjadi
Kristen karena di dalam sebuah KKR Anda telah mengacungkan tangan ketika si
penginjil meminta Anda melakukannnya. Dan Anda mengira bahwa Anda akan memiliki
damai sejahtera dan sukacita, maka Anda akan kecewa karena jika kebenaran belum
menjadi realitas di dalam hidup Anda, maka damai sejahtera dan sukacita menjadi
hal yang tak akan pernah tercapai di dalam hidup Anda. Kedua hal itu tidak akan
menjadi bagian hidup Anda. Damai sejahtera dan sukacita yang rohani tak akan
bisa dimiliki tanpa adanya kebenaran.
Terlalu banyak ibadah, terlalu sedikit kebenaran
Jadi apa itu
Kerajaan Allah? Kerajaan Allah adalah kebenaran. Ini yang harus terjadi dulu
dan yang paling utama, dan selanjutnya damai sejahtera dan sukacita di dalam
Roh Kudus. Yaitu, Roh Kudus adalah Pribadi yang menjadikan kebenaran ini.
Sangatlah penting untuk memahami hal ini. Roh Kudus adalah Pribadi yang membuat
kebenaran, damai sejahtera dan sukacita ini menjadi nyata di dalam hidup Anda.
Jadi Roh Kudus dari Allah adalah kunci untuk memahami Kerajaan Allah. Dengan
kata lain, Kerajaan Allah baru menjadi realitas di dalam hidup Anda ketika Roh
Kudus dari Allah masuk ke dalam hidup Anda dan meneguhkan kebenaran di situ dan
selanjutnya, masuklah damai sejahtera dan sukacita.
Seluruh Alkitab
adalah tentang kebenaran. Apakah yang Allah cari dari antara orang Israel di
dalam Perjanjian Lama? Semua nabi di dalam Perjanjian Lama memberitakan
kebenaran. Sekarang kita paham mengapa Yohanes Pembaptis memberitakan
kebenaran. Anda yang telah membaca tentang nabi-nabi dari Perjanjian Lama akan
melihat penekanan pada pokok kebenaran dimana-mana. Anda tak akan bisa
meluputkannya. Jika Anda lihat Yesaya pasal 1, Anda akan melihat penekanan pada
pokok kebenaran. Yesaya berseru kepada umat yang religius ini, yaitu
orang-orang Yahudi, dengan berkata, "Masalah kalian adalah bahwa kalian
terlalu banyak ibadah tetapi terlalu sedikit memiliki kebenaran."
Saya pikir kita
bisa mengatakan hal yang sama pada gereja masa kini-terlalu banyak ibadah
tetapi terlalu sedikit memiliki kebenaran, terlalu banyak lagu pujian, terlalu
banyak acara gereja, terlalu banyak PA, terlalu banyak bicara, dan terlalu
sedikit tindakan. Tak heran jika orang non-Kristen berkata, "Lihat dirimu
sendiri, orang Kristen! Kapan kamu lebih baik daripadaku?" Dan apakah
jawab orang Kristen? "Yah, ini tak ada kaitannya dengan siapa yang lebih
baik. Ini cuma masalah mempercayai pokok ini dan itu sebagai suatu hal yang
benar." Tidak kena sama sekali; Alkitab tidak berbicara seperti itu!
Jangan coba-coba lari dari tudingan orang-orang non-Kristen ketika mereka
berkata, "Kamu berperilaku munafik, jadi, aku tidak mau menjadi orang
Kristen." Jangan berkata, "Yah, keselamatan tidak berkaitan dengan
hidupku, ini adalah masalah kepercayaan." Itulah kemunafikan! Omong
kosong! Kerajaan Allah adalah kebenaran. Dan jika Anda tidak memiliki kebenaran
di dalam hidup Anda, maka Anda tidak tahu apa-apa tentang Kerajaan Allah, tak
peduli seberapa besar kepercayaan Anda.
Orang Yahudi
tidak pernah kekurangan ibadah. Mereka juga tidak kekurangan iman di dalam
pengertian ibadah. Apakah orang Yahudi percaya kepada Allah? Tentu saja mereka
percaya kepada Allah. Apakah mereka percaya bahwa Allah itu Esa? Tentu saja
mereka percaya bahwa Allah itu Esa. Apakah mereka percaya bahwa Alkitab itu
Firman Allah? Tentu saja orang Yahudi percaya bahwa Alkitab itu adalah Firman
Allah. Lalu apa yang tidak mereka percayai?
Tidak ada
orang-orang yang lebih religius dari pada orang Yahudi, akan tetapi Yesaya
tetap saja menghardik orang Yahudi. Bacalah Yesaya pasal 1. Di sana disebutkan,
"Kamu beribadah ke Bait Allah setiap hari, mempersembahkan korban, kambing
dan dombamu. Doamu panjang sekali." Orang-orang Yahudi mengucapkan doa
Shema, pengakuan iman yang mendasar bagi orang Yahudi sebanyak 3 kali sehari.
Mereka tak pernah lalai berdoa. Setiap hari mereka berkerumun memenuhi Bait
Allah. Setiap hari menghaturkan korban dan persembahan. Tetapi Yesaya berkata
kepada orang-orang Yahudi, "Bawa pergi persembahan-persembahanmu itu dari
sini. Bawa pergi semua. Siapa yang menghendaki darah hewan korban? Yang
Kukehendaki adalah kebenaran. Aku tak ingin ibadahmu. Yang ingin Kulihat adalah
kebenaran di dalam hidupmu-saat keadilan ditegakkan bagi orang miskin, saat
para janda dan anak yatim dipelihara dan bukannya ditindas, saat orang miskin
tidak perlu menutupi mukanya dengan debu. Kerjakan ibadahmu di luar sana dan
beri Aku kebenaran. Bawa pergi korban persembahanmu." Begitulah
pemberitaan dari nabi-nabi Perjanjian Lama.
Inilah yang
tertulis di dalam Alkitab. Pesan yang disampaikan memang tidak nyaman. Dan jika
Anda membaca kitab Amos, maka Anda akan menjumpai hal yang sama: Allah berkata,
"Kapan kamu mau bertobat, hai Israel? Kapan kamu mau berpaling? Aku tidak
menginginkan persembahanmu. Aku jemu dengan persembahanmu. Beri Aku
kebenaran" (Amos 4:5). Dan di dalam Amos 5:24 Allah berkata, "Biarlah
kebenaran mengalir seperti sungai yang selalu mengalir. Itulah yang ingin
Kulihat."
Tapi sekarang
ini, kebenaran telah diencerkan. Keselamatan telah dibuat menjadi gampangan
sama seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi yang mengira bahwa keselamatan
adalah perkara mudah. Kebenaran tak pernah menjadi barang gampangan. Kita tidak
bisa menaruh kebenaran di luar Gereja jika kita ingin setia kepada Allah.
Yesus berkata di dalam Matius 5:20, "Jika hidup
keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan
Sorga." Orang-orang Farisi adalah kaum yang paling religius yang pernah
ada di dunia ini. Di dalam sejarah agama Anda tidak akan menemukan kaum yang
lebih religius dari kaum Farisi. Mereka sangat taat pada perincian aturan dan
pada tata ibadah. Mereka berpuasa 2 kali seminggu dan berdoa 3 kali sehari.
Anda tidak akan bisa menyaingi mereka dalam hal kegiatan ibadah. Tetapi Yesus
berkata, "Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup
keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan
masuk ke dalam Kerajaan Sorga." Waah! Benar-benar dahsyat! Tak heran jika
banyak gereja juga sering berpikir: Siapa yang akan diselamatkan dengan syarat
semacam ini? Karena itu, mari kita encerkan pesannya. Mari kita buat lebih
mudah. Akan tetapi Yesus memperingatkan, "Barangsiapa mengurangi tuntutan
kebenaran Allah sedikit saja, orang itu akan menghadapi kesulitan untuk masuk
ke dalam Kerajaan." (Matius 5:18-19).
Nah,
pertimbangkanlah, kebenaran kita harus melebihi kebenaran orang-orang Farisi.
Anda tentu ingat bahwa Paulus sendiri tidak malu menyebut dirinya sebagai orang
Farisi. "Aku orang Farisi," bukan "Aku pernah jadi orang
Farisi," demikian kata Paulus. Tentunya Anda ingat ayat di dalam Kis 23:6,
di mana pada waktu diadili Paulus membuat pernyataan, "Aku orang
Farisi." Tahukah Anda mengapa sebagai seorang Kristen, dia tidak takut
menyebut dirinya sebagai orang Farisi? Karena orang-orang Farisi memegang
doktrin yang hampir seluruhnya sama dengan yang diyakini oleh orang Kristen.
Sungguh mengejutkan. Jika ada di antara Anda yang mau membaca satu karya luar
biasa yang disusun oleh Strack dan Billerbeck, dua orang cendekiawan Jerman,
yang menyusun tafsiran Perjanjian Baru dengan merujuk kepada Talmud, Anda akan
terkejut melihat bahwa dari pokok ke pokok yang lainnya, orang-orang Farisi
ternyata mengajarkan hal yang sama dengan ajaran Kristen. Jadi janganlah menipu
diri sendiri dengan mengira bahwa penjelasan iman yang ortodoks itu menjamin
keselamatan Anda.
Yakobus mencoba
memperingatkan kita akan hal ini di dalam Yak 2:19, dia berkata, "Jangan
katakan pada dirimu, 'Aku percaya hanya ada satu Allah.' Setan percaya akan hal
itu juga. Jangan katakan pada dirimu, 'Aku percaya bahwa Yesus adalah Anak
Allah.' Setan percaya akan hal itu juga, dan dia justru lebih menyakini hal
itu." Dan di dalam Injil, orang-orang yang dirasuk setan itulah yang
berkata, "Engkau Yesus, Anak Allah." Mereka tahu akan hal itu. Mereka
percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah. Mereka percaya pada-Nya. Dan Yesus
sampai perlu membungkam mereka dengan berkata, "Diamlah!" Dia tidak
mengijinkan mereka berbicara. Dia tidak butuh kesaksian dari setan-setan. Akan
tetapi para setan itu percaya bahwa Dia adalah Anak Allah. Setan yang bernama
Legion berkata kepada Yesus, "Apakah Engkau datang untuk menyiksa kami
sebelum waktunya, hai Anak Allah?" Mereka tahu bahwa Dia adalah Anak
Allah. Dia adalah Hakim bagi surga dan bumi. Setan-setan percaya itu. Jangan
merasa cukup sekadar mempercayai bahwa Yesus adalah Anak Allah. Jika iman Anda
belum diubah menjadi kebenaran di dalam hidup, iman itu hanya menjadi semacam
pengetahuan saja, dan iman itu tidak akan menyelamatkan Anda. Itulah hal yang
disampaikan oleh Yakobus di dalam pasalnya yang kedua.
Sumber: http//:www.
Cahayapengharapan.Org