Panas terik membuat udara sangat panas di Nabire. Di Wisma Serikat
Yesus, siang itu, aku berbaring di samping lukisan yang baru saja aku lukis.
Aku akui memang indah lukisannya. Alat-alat lukis masih belum kubereskan.
Sementara berbaring itulah, saya mendengar perdebatan alot mengenai siapa yang
paling berguna dari alat-alat lukisku.
Awalnya, aku melihat mereka (alat-alat lukisku) memandangi lukisanku itu. Aku melihat mereka mengangguk-anggukan kepala. Dan, akhirnya perdebatan pun lahirlah.
Cat biru berkata: “Kalian semua, dengarkan. Karena aku ada, lukisan ini jadi begitu indah dilihat. Lihat. Langit biru yang indah kalian pandang, tidak akan seindah itu, bila Bastian tidak menggunakanku. Aku memang adalah warna terbaik, warna terindah. Kalian patut bersyukur, aku digunakan olehnya untuk melukis lukisan ini.”
Cat Hijau yang merasa disepelekan angkat bicara: “Cat Biru, coba kau pandangi lukisannya. Bukankah warna pohon dan rerumputan tidak menggunakan warna biru? Coba bila tidak ada saya, dan Bastian menggunakan warna Biru untuk pohon dan tumbuhan. Jadi lucu jadinya pasti. Bagimana teman-teman?” kata cat Hijau, sambil memandang sekeliling.
Kuas lukis duduk diam. Matanya terus menatap lukisan. Cat Putih yang sedari tadi berdiam diri mulai angkat muka. “Saudara- saudara sekalian,” katanya membuka pembicaraan. “saya kira, anda Biru dan Hijau tidak ada apa-apanya dibanding saya. Look at me,” katanya dalam bahasa inggris.
Putih dengan angkuhnya mulai berdiri. “Akulah warna kesucian. Biru, dengarlah. Bila langit biru dilukis tanpa campuran diriku, warna langit akan terlalu biru. Itu akan tidak secantik yang kau lihat di lukisan ini. Karena ada aku, kau berani sesumbar di hadapan kami. Padahal, tanpaku, kau tidak ada apa-apanya.
“Hijau, sekarang buat kau. Lihat rerumputan itu di lukisan. Bila tanpa sedikit diriku, warna tumbuhan akan terlalu hijau. Karena ada diriku, maka Bastian dapat melukis daum muda, dan dapat terlihat lebih hidup. Aku juga digunakan untuk melukis danau. Aku juga digunakan untuk melukis awan. Aku juga menjadi warna dasar. Kalian adalah yang menempel semua. Akulah dasarnya.”
Mendengar ceramah cat Putih, cat Merah marah besar. “Putih, diam kau!” Putih kaget mendengar bentakan itu. “Kalian lihat aku. Memang aku tidak digunakan oleh Bastian terlalu banyak untuk melukis lukisan ini. Tetapi lihat. Bagaimana lukisan ini terlihat indah, bila warna bunga tidak menggunakanku? Coba warna bunga menggunakan hitam, jadinya malah tambah jelek lukisannya.”
Sambil memandang remeh Hitam, Merah lebih bersemangat untuk berbicara. “Lihat pohon itu. Bastian menggunakanku untuk mewarnai pohon. Mamang, sedikit aku digunakan. Tetapi tanpa sedikit diriku, lukisan ini tidak akan secantik yang kalian lihat.”
Hitam tidak ingin terus menerima cemoohan. Ia bangkit berdiri. “Lihat aku,” katanya. “Walau kalian anggap aku yang paling tidak berguna, tidakkah kalian ingat bahwa sebelum membuat lukisan ini, Bastian lebih dulu membuat sketsa menggunakanku?
“Tidakkah kalian juga ingat, bahwa ketika triplek ini utuh, tidak ada satu cat pun yang menempelnya, akulah yang pertama digunakan Bastian untuk membuat tanda salib pada triplek sambil mengucapkan doa, agar dapat melukis dengan baik? Jadi, siapakan yang paling berguna. Kau tahu kawan. Di manapun juga, yang berguna selalu yang dipakai pertama. Akulah yang pertama dipakai Bastian untuk membuat lukisan ini.” Tutup Hitam.
Kuning diam saja. Ia sadar, bahwa ia hanya sedikit digunakan untuk membuat warna tumbuhan dan pohon. Ia sadar, ia tidak sehebat hijau yang banyak digunakan Bastian. Ia juga sadar, ia tidak sehebat Biru dan Putih. Namun, ia tidak tahan juga dengan banyaknya cemoohan.
Karena masing-masing telah mengungkapkan kehebatan dan kegunaannya, maka kuning pun kini angkat bicara: “Maaf, aku tahu, aku tidak banyak digunakan. Tetapi saya yakin, kalian tahu, bahwa aku berada di tempat ini; Bastian mengeluarkan uang 10.000 untuk membeliku; Bastian membuka tutupku, mengadukku, dan menggunakanku sama seperti kalian, juga tentunya karena saya pun berguna seperti kalian.”
Situasi semakin memanas. Mereka masing-masing mempertahankan pendapat mereka, bahwa merekalah yang paling berguna dalam membentuk lukisan yang indah itu. Aku hanya mampu menahan tawa yang semakin lama tak mampu kutahan.
Akhirnya, kuas berkata: “Teman-teman, tenang. Tanpaku, kalian akan tetap berada di dalam botol tempat kalian berada. Denganku, Bastian mengambil sedikit dari kalian, dan denganku pula, ia menggoreskannya di triplek sehingga menjadi seperti lukisan ini.
“Sebelum menyentuh kalian semua, tangan Bastian telah lebih dulu menyentuhku. Ia lebih dulu membersihkanku menggunakan minyak pelumas. Tentungya karena ia tahu, bahwa aku sangat penting dibanding teman-teman sekalian.” Katanya lagi.
Seekor semut merah yang kebetulan melintas di situ juga berhenti sejenak sejak tadi untuk menikmati lukisan di depannya itu, sambil melepas lelah. Dan semut merah telah mengikuti semua perdebatan mereka itu.
“Teman-teman semua,” kata semut merah itu.
“Pandangi lukisan ini. Lihatlah...” ajak semut merah.
“Lukisan yang indah ini, hanya akan dihasilkan melalui kolaborasi kita sebagai bagian-bagian yang berbeda. Lihat! Ini hasil kolaborasi kita. Inilah dasyatnya persatuan. Inilah hasil dasyatnya kolaborasi.”
Semut Merah menarik nafas, kemudian melanjutkan kata-katanya.
“Bukan berarti hitam sama dengan putih. Juga Hijau berbeda dengan Kuning. Kita memang berbeda. Kita sadari, dan kita sukuri itu. Bastian membutuhkan kita semua. Kita rela disatukan. Kita tela dicampur. Jadilah lukisan yang indah ini.” Sanimala Bastian Tebai