Foto: Istimewa |
Ada pepatah yang
mengatakan, “Sebodoh-bodohnya unta, tidak pernah jatuh kedua kalinya, ke dalam
lubang yang sama”. Artinya unta itu seekor binatang yang tidak mempunyai akal
sehat. Tetapi ia tahu tempat di mana ia pernah jatuh, maka ia berusaha untuk
menghidarinya dan tidak mungkin jatuh ke dua kalinya. Manusia sudah dilengkapi
dengan akal sehat oleh yang Transenden, untuk berpikir dan melakukan segala
sesuatu di atas tanah yang diberikan-Nya. Maka, seharusnya masyarakat Intan
Jaya harus belajar dari pengalaman “mimpi buruk”. “Mimpi buruk” yang dimaksud
di atas adalah perusahan yang pernah beroperasi di wilayah Kabupaten Intan
Jaya, selama 1991-1999 yang lalu.
Pada tahun 1999, saya bersama bapaku pernah pasang jerat di Umitugapa, di bagian Gunung Bula (Intan Jaya). Setiap minggu kami pergi cek jerat, tetapi selalu saja kami pergi kosong, pulang hampa! Maka, saat itu bapa saya pernah mengatakan dengan penuh kekecewaan; “Nggimieee pisoo...manadogoya perusahan kage, andi so tuwiduapa, Koa jambawi duapa, Holone bone dupi duapa data ka biga ndamigiano” (Adoo...kenapa perusahan membawa sialan dan pemusnahan sehingga kus-kus, buah pandang dan alam ini sudah dirusak, padahal dulu semuanya itu tidak susah). Dengan hadirnya perusahan tersebut di atas, tempat yang masyarakat pernah berburu (Tinai Diwiduapa) sudah dirusak, tempat buat jerat (So tuwi duapa) sudah dirusak, tempat ambil kayu dan rotan (Holone Bone dupiduapa) sudah dirusak dan Gunung Bula (Bula pigu) dijadikan seperti seorang yang giginya ompong. Dan akhirnya kekayaan yang ada di dalam maupun luar perut bumi, sudah dicuri dan dibawa ke luar negeri. Ini adalah “mimpi buruk” bagi masyarakat Intan Jaya.
Namun anehnya, saat ini saya mendengar bahwa masyarakat Intan Jaya mau dan sedang masukkan perusahan yang lebih besar dari yang pertama dan beberapa perusahan lainnya. Saya tidak pernah sangkah bahwa perusahan sebesar ini akan masuk ke dua kalinya di wilayah Intan Jaya untuk merusak lagi. Dugaan saya, jika perusahan mau masuk dengan cara dan bentuk apapun, pasti masyarakat akan tolak, berdasarkan pengalaman “mimpi buruk”nya. Sebab kerusakkan flora, fauna, lingkungan alam dan manusia dari perusahan pertama, setahu saya masih belum beres (belum ganti rugi) dan mereka tinggalkan begitu saja dan tidak tahu ke mana perginya, habis manis sepah dibuang! Tetapi mau masuk lagi, a n e h.....di manakah otakmu?
Mudah-mudahan telingaku yang menipuku! Karena perusahan tersebut, katanya diterima atas persetujuan bupati kabupaten Intan Jaya, dengan alasan, mengembangkan pendapatan daerah. Jika memang benar, pernyataan ini tidak masuk akal dan tidak benar! Sebab di kabupaten lain, yang walaupun kekayaan alamnya kurang, namun pendapatan daerahnya cukup dan terjamin. Maka, tidak ada alasan untuk mengembangkan pendapatan daerah, ini konyol! Perusahan bukanlah satu-satunya sumber pendapatan daerah. Publik sudah tahu bahwa PT. Freeport Indonesia di Tembagapura itu, yang mau pindah ke Intan Jaya. Sebab segala kekayaan di Tembagapura Kabupaten Mimika sudah mulai menipis. Sehingga, ia menyamar nama perusahan lain untuk memindahkan PT. Freeport Indonesia ke wilayah Intan Jaya. Binatang saja bisa membaca permainan licik seperi ini, namun yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi saksi bisu atas perampasan haknya. Jadi, tolong jangan mencari kepentingan di balik semua sandiwara ini, mengatasnamakan masyarakat untuk membunuh mereka.
Oleh sebab itu, bagi siapapun anda yang izinkan perusahaan-perusaan itu lebih baik STOP dan STOP.... Jangan mengorbankan masyarakat demi kepentinganmu. Sebab perusahan yang akan anda masukkan itu, limbah kimianya pasti akan dilarikan ke sungai dan kali yang ada di wilayah Intan Jaya, sehingga kehidupan masyarakat akan terancam. Seperti; sungai Kemabu, Dogabu, Wabu, Mbiabu dan anak sungai lainnya. Dan wilayah Intan Jaya akan menjadi tempat sejarah bagi masyarakat Moni. Karena kebetulan, di wilayah sungai dan kali inilah yang menjadi pusat lahan nafka hidup mereka.
Maka itu, kita harus belajar dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang di daerah lain. Anda yang pernah ke Timika biasa melihat, wilayah yang luas itu saja, flora dan fauna digusur habis-habisan akibat limbah kimia PT. Freeport Indonesia yang ada di Tembagapura. Bahkan ikan-ikan di laut saja sudah mulai musnah dan terinfeksi limbah kimia. Belum lagi pembunuhan masyarakat sipil atas nama keamanan di areal atau wilayah pertambagan PT. Freeport, dari TNI dan POLRI dengan stigma TPN/OPM dan separatis.
Padahal mereka hanyalah
masyarakat biasa yang mencari nafka (seampas emas) dalam limbah kimia yang
mereka buang itu. Sebab hak ulayat mereka sudah dirampas oleh mereka yang punya
kuasa. Dan hasil dari itu juga, 1% saja mengatasnamakan tujuh suku dari 100%. A
n e h!!!!!
Apakah situasi seperti ini yang mau anda ciptakan di Kabupaten Intan Jaya? Lalu bagaimana dengan nasib dan hak ulayat masyarakat yang sudah dirusak maupun akan dirusak? Apakah engkau mau memusnahkan aku dengan cara seperti ini? Tetapi, jika siapapun anda yang ingin memasukkan perusahan-perusahan, biar siapkan dulu sarjana pertambangan, teknik, pariwisata dan sarjana lainnya, cukup lebih dari dua puluhan orang saja, lalu masukkan perusahan-perusahan itu. Supaya putra daerah sendiri yang bekerja atas tanah leluhurnya. Karena jangan sampai orang yang kita tidak kenal, datang bekerja, dan merugikan saya dan anda.
Jika anda masih tidak bisa tahan lagi, biar siapkan saja satu wilayah luas yang bisa dihuni oleh seluruh masyarakat Intan Jaya dan masukkan perusahan-perusahan semau anda. Supaya mereka bisa hidup aman. Sebelum semua ini disiapkan, tetapi anda tidak bisa tahan untuk memasukkan perusahan-perusahan, biarlah saya dan saya yang lain bukanlah apa-apa, maka bunuh saja kami terlebih dahulu, dan masukkan perusahan apa saja semau anda dan nikmatilah hasilnya bersama tamumu di atas tanah leluhur kita. Sebab, kami sebagai generasi penerus, tidak ingin menjadi saksi atas pemusnahan manusia Intan Jaya, ulah limbah kimia perusahan tambang yang akan dioperasi maupun dibunuh atas nama keamanan areal perusahan, sebagaimana yang terjadi di Tembagapura, areal PT. Freeport Indonesia.
Akhir kata, saya dan dia sebagai bagian dari anda, hanya mengatakan; Bagi siapapun anda yang mau masukkan perusahan-perusahan itu, sebelum masyarakat sendiri siap, lebih baik stop, stop dan stop. Jangan berpikir untuk makan hari ini dan mengorban saya demi kepentinganmu. Namun, jika saya tidak ada arti apa-apa di hadapan anda, bunuhlah saya terlebih dahulu, dan lakukanlah aktivitasmu dengan “aman”, “damai” dan “tentram”, sesuai dengan kemauanmu, di atas tanah leluhurku. Sebab saya sebagai generasi penerus, tidak mau menjadi saksi atas sandiTiwara dan realitas yang anda ciptakan untuk memusnahkan alam dan manusia Intan Jaya.
Semoga, anda yang ingin masukkan perusahan-perusahan itu, memahami isi hatiku ini!!!!
Apakah situasi seperti ini yang mau anda ciptakan di Kabupaten Intan Jaya? Lalu bagaimana dengan nasib dan hak ulayat masyarakat yang sudah dirusak maupun akan dirusak? Apakah engkau mau memusnahkan aku dengan cara seperti ini? Tetapi, jika siapapun anda yang ingin memasukkan perusahan-perusahan, biar siapkan dulu sarjana pertambangan, teknik, pariwisata dan sarjana lainnya, cukup lebih dari dua puluhan orang saja, lalu masukkan perusahan-perusahan itu. Supaya putra daerah sendiri yang bekerja atas tanah leluhurnya. Karena jangan sampai orang yang kita tidak kenal, datang bekerja, dan merugikan saya dan anda.
Jika anda masih tidak bisa tahan lagi, biar siapkan saja satu wilayah luas yang bisa dihuni oleh seluruh masyarakat Intan Jaya dan masukkan perusahan-perusahan semau anda. Supaya mereka bisa hidup aman. Sebelum semua ini disiapkan, tetapi anda tidak bisa tahan untuk memasukkan perusahan-perusahan, biarlah saya dan saya yang lain bukanlah apa-apa, maka bunuh saja kami terlebih dahulu, dan masukkan perusahan apa saja semau anda dan nikmatilah hasilnya bersama tamumu di atas tanah leluhur kita. Sebab, kami sebagai generasi penerus, tidak ingin menjadi saksi atas pemusnahan manusia Intan Jaya, ulah limbah kimia perusahan tambang yang akan dioperasi maupun dibunuh atas nama keamanan areal perusahan, sebagaimana yang terjadi di Tembagapura, areal PT. Freeport Indonesia.
Akhir kata, saya dan dia sebagai bagian dari anda, hanya mengatakan; Bagi siapapun anda yang mau masukkan perusahan-perusahan itu, sebelum masyarakat sendiri siap, lebih baik stop, stop dan stop. Jangan berpikir untuk makan hari ini dan mengorban saya demi kepentinganmu. Namun, jika saya tidak ada arti apa-apa di hadapan anda, bunuhlah saya terlebih dahulu, dan lakukanlah aktivitasmu dengan “aman”, “damai” dan “tentram”, sesuai dengan kemauanmu, di atas tanah leluhurku. Sebab saya sebagai generasi penerus, tidak mau menjadi saksi atas sandiTiwara dan realitas yang anda ciptakan untuk memusnahkan alam dan manusia Intan Jaya.
Semoga, anda yang ingin masukkan perusahan-perusahan itu, memahami isi hatiku ini!!!!
Fr. Fransisco Sondegau
Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur, Abepura, Jayapura, Papua