Setiap agama mengajarkan nilai-nilai
kebaikan atau ajaran-ajaran tentang kebaikan untuk menciptakan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat, dengan kata lain menciptakan damai sejahtera.
Banyak pihak membicarakn pentingnya damai, bahkan ‘damai’dijadikan sebagai
sebuah ‘slogan’ tapi pada kenyataannya ‘damai’ itu sulit diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya,”Damai itu indah” adalah sebuah slogan
yang diusung oleh Pangdam XVII Cenderawasih, tetapi aparat Indonesia di tanah
Papua menjadi pelaku utama kekerasan dan kejahatan kemanusiaan di Tanah Papua.
Di balik slogan ‘damai itu indah’ aparat Indonesia justru menjadi ‘agen
anti-kedamaian’. Slogan ‘damai itu indah’ dijadikan sebagai ‘topeng atau
tameng’ untuk menyembunyikan ‘wajah kekerasan dan kejehatan’ yang dibuat oleh
aparat keamanan Indonesia di tanah Papua.
Kedamaian itu sesungguhnya
tidak sulit untuk diwujudkan jikalau setiap orang, kelompok, golongan, suku dan
setiap bangsa menghargai dan menghormati haknya masing-masing; serta
melaksanakan hak dan kewajiabannya masing-masing. Kedamaian di tanah Papua
sangat sulit diwujudkan, faktor utama disebabkan karna hak asasi politik bangsa
Papua tidak dihargai dan dihormati oleh negara Indonesia, AS dan PBB. Belanda
telah berusaha untuk mempersiapkan Papua sebuah ‘negara merdeka’, tentu di bawa
kekuasaannya puncaknya tanggal 1 Desember 1961. Tetapi Negara Indonesia
menganeksasi kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua ke dalam NKRI melalui
invasi politik dan militer, dengan ditandai maklumat TRIKORA (Tiga Komando
Rakyat) pada 19 Desember 1961 oleh presiden RI Soekarno. Isi Trikora :
1. Bubarkan
negara boneka Papua buatan colonial Belanda
2. Kibarkan
bendera Merah Putih diseluruh Papua
3. Bersiaplah
untuk mobilisasi umum.
Melalui dukungan AS dan PBB dalam
proses aneksasi Papua ke dalam NKRI, AS dan PBB telah membantu RI untuk
meletakan berbagai praktek ‘kekerasan dan kejahatan kemanusiaan’ di tanah
Papua. Itulah sebabnya sampai saat ini ‘PAPUA MENJADI DAPUR KONFLIK’ tetapi juga
menjadi ‘DAPUR/KEBUN DUNIA’ mengambil harta kekayaan di tanah Papua. Untuk
memungkinkan Dunia mengambil ‘susu dan madu’ di tanah Papua, maka AS dan PBB
telah membantu Indonesia menganeksasi Papua Barat ke dalam KNRI.
Selanjutnya mereka membantu RI dengan berbagai bantuan, seperti kerja sama
dalam bidang pertahanan dan keamanan. Karena bidng ini paling utama dan penting
untuk mengamankan DAPUR/KEBUN DUNIA di Tanah Papua. Aparat keamanan
Indonesia menciptakan Ppaua menjadi dapur konflik. Apa tujuannya? Agar orang
asli Papua dilumpuhkan atau dibasmi, agar tetap pertahankan Ppaua dalam NKRI
dan kuasai tanah, serta merampas kekayaan alam dengan leluasa.
Kerja sama RI dengan negara-negara
tertentu di dunia dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, bukan bertujuan
dalam rangka menciptakan kedamaian, tetapi sebaliknya, untuk menciptakan
kekerasaan, perbudakan, perampasan, diskriminasi, marginalisasi,
ketidak-adilan, teror, intimidasi, dan kejahatan kemanusiaan di tanah Papua.
Artinya kerja sama dalam bidang keamanan dan pertahanan dengan negara-negara
tertentu dengan RI itu bukan untuk melindungi dan menciptakan damai sejahtera
di Tanah Papua, tetapi sebaliknya. Terbukti bahwa selama ini aparat
keamanan Indonesia di Tanah Papua menjadi agen utama dalam menciptakan
kekerasan, diskriminasi, marginalisasi, teror, intimidasi, perbudakan,
ketidak-adilan, perampasan dan kejahatan kemanusaiaan negara terhadap orang
asli Papua. Operasi-operasi militer dan sipil, baik secara nyata dan
terselubung adalah salah satu upaya pemusnahan etnis Papua.
Semua bentuk kekerasan dan kejahatan
kemanusiaan itu ditempuh oleh RI untuk membendung aspirasi politik Papua
merdeka, dan sekaligus membasmi orang asli Papua baik secara nyata maupun
terselubung. Untuk memprotes segala bentuk pelanggaran HAM, orang asli Papua
selalu memilih menyampaikan aspirasinya dengan cara-cara yang damai dan
bermartabat, salah satunya melalui demonstrasi. Namun pada akhir-akhir ini
akses ruang demokrasi pun disumbat oleh aparat keamanan, khususnya Kapolda Papua
dan jajarannya. Selama ini pihak polisi selalu memanfaatkan demonstrasi damai
untuk menciptakan konflik, agar meneror, menyiksa, membunuh, menangkap dan
memenjara orang asli Papua yang berjuang dengan jalan damai. Aparat keamanan RI
selalu memancing orang Papua untuk mengarahkan perjuangan dengan kekerasan
fisik. Namun bangsa Papua tetap akan berjuang dengan jalan damai sesuai
keputusan Kongres Bangsa Papua kedua pada tahun 2000.
Di tengah berbagai konflik yang
berkecamuk di Tanah Papua, semua pihak disapa melalui thema perayaan natal :
‘Datanglah ya Raja Damai’. Thema nasional ini meningkatkan kepada umat manusia,
khusus warga Indonesia bahwa ‘Yesus membawa pendamaian bagi dunia.’ Thema ini
juga mau menyadarkan kepada para aktor kekerasan dan kejahatan kemanusaiaan di
tanah Papua bahwa warta natal adalah ‘damai’. Thema ini akan menjadi bernilai
dan bermakna apabila setiap umat manusia, khusunya warga yang mendiami tanah
Papua untuk menghadirkan ‘damai’ dalam hatinya dan dalam kehidupan sehari
harinya di mana pun berada dan berkarya. Kita semua diingatkan melalui thema
natal ini untuk ‘menyambut Yesus sang raja damai’ dalam hatinya masing-masing.
Karena itu mari siapkanlah palungan hati dan persembahan yang kudus bagi ‘Yesus
Sang Raja Damai. Palungan dan persembahan yang perlu disiapkan adalah
kesederhanaan, kesetiaan, kejujuran dan cinta kasih.
Semoga melalui thema natal ini
menyadarkan semua pihak, khususnya RI untuk menyadari segala bentuk penjajahan
kepada orang asli Papua, dan selanjutnya mengambil komitmen yang tulus
untuk mengakhiri segala bentuk penindasan terhadap orang asli Papua melalui
Dialog Damai antara Jakarta dan Papua yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang
netral dan dilaksanakan di tempat netral. Untuk itu, semangat kerendahan hati, kesetiaan,
kejujuran dan cinta kasih sangat diperlukan untuk dimiliki oleh setiap kita
agar menghadirkan damai sejahtera di bumi Papua., Indonesia, serta di dunia
melalui “Dialog Damai’ yang setera dan bermartabat antara Jakarta dan Papua.
Kita semua dipanggil oleh Tuhan untuk mengakhiri ‘konflik laten’ dan
menghadirkan ‘damai sejahtera’ di Papua dan di mana saja kita berada dan
berkarya. Selamat merayakan Pesta Kelahiran Raja Damai, 25 Desember 2013 dan
Selamat Menyongsong Tahun baru 1 Januari 2014.
Selpius Bobii
Ketua Umum - Front PEPERA
Dan TAPOL Papua Merdeka
Penjara Abepura, Jayapura, Papua,
Indonesia