Isu-Isu Ini Beredar Usai Black Brothers Minta Suaka Politik ke Luar Negeri

Terbit di Kanal Pasific Around

SUBUH, sekitar pukul 04.00 pagi waktu Jakarta, rumah kontrakan di Jl Taman Bendungan Jatiluhur VII Jakarta Pusat sudah sepih. Pasukan Black Brothers yang dikomandani Bapak Andy Ayamiseba sudah berangkat ke bandara dengan tujuan Papua New Guinea.

Pasukan Black Brothers di PNG. Foto: Facebook
Di pintu bandara, rombongan ini “kastau” kepada petugas, “kami mau show di Papua New Guinea”. Petugas pun kemudian mempersilahkan dan akhirnya rombongan BB terbang diatas langit Sulawesi, Halmahera, Sorong – Biak – Jayapura dan tiba di bandar udara internasional Port Moresby. Tidak lama di PNG, group ini kemudian pindah lagi ke negeri Belanda.

Di Bendungan Jatiluhur Jakarta, tetangga-tetangga BB pada kaget. Markas pasukan “Huambello”  ini sudah kosong. Semua bengong dan saling bertanya “koq, om-om Papua pada kemana ya!”.

Ada isu beredar dilingkungan RT Jatiluhur, BB minta suaka politik karena diteror orang tak dikenal. Ada juga bilang, pemerintah tersinggung dengan lagu “Hari Kiamat”. Isu lain, manager BB Andy Ayamiseba ditelepon dari seorang temannya (intel istana) bahwa ada rencana pembunuhan bagi group musik Black Brothers jadi lebih baik cepat tinggalkan Indonesia.

Dikemudian hari, pemerintah Belanda membantah, Black Brothers tidak terlibat dalam masalah politik. Di mingguan Tempo yang terbit Oktober 1982 diberitakan, seorang pejabat Deplu RI telah memberi penjelasan kepada Kementerian Luar Negeri Belanda agar pemerintah Belanda hendaknya bersikap hati-hati.

Perdana Menteri Van Agt tentu tidak akan gampang mengorbankan hubungan baik kedua negara. Status kehadiran BB di sana, kabarnya sedang diteliti dengan cermat oleh Kementerian Kehakiman Belanda. Jika kelak hasil penelitian itu menyimpulkan mereka adalah pelarian politik, kedudukan PM Van Agt bisa terpojok. Menurut De Telegraaf, itu berarti memberikan penilaian negatif kepada Indonesia.

April 1982, Van Agt berencana akan ke Jakarta dan  Wakil Presiden Adam Malik sudah berbicara kepada media agar pelarian tim Black Brothers adalah persoalan sederhana  dan tak perlu dibesar-besarkan. “Entah alasan politik atau show, soal BB jangan diperbesarkan lagi”, ujar Malik.


Menangis Semalaman
Di Jakarta, kepergian BB menyebabkan banyak temannya kaget dan gusar. "Saya bingung dan tidak jelas apa alasan mereka minta suaka politik," kata Steef Patrick Nafuni, anggota DPR/MPR asal Irian Jaya yang dekat dengan grup ini. "Kalau hanya soal kritik lewat musik, saya kira pemerintah cukup terbuka."

Ada orang lain yang juga kaget. Ia adalah Nyonya Sonya, ibu dari dua anak. Suaminya, Henky Mirontoneng Sumanti, pemain gitar dan penyanyi BB, termasuk diantara rombongan yang dikabarkan meminta suaka politik itu. Mereka menikah tahun 1974. Henky pamit meninggalkannya untuk show 9 kali di Papua Nugini selama 2 minggu. Sonya sendiri heran tatkala melihat istri-istri pemain band lainnya ikut ke PNG. "Ini ada rencana apa?" tanyanya pada suaminya. Jawaban Henky: "Saya hanya pergi show 9 kali dan akan kembali," kutip Sonya pula.

Setelah membaca berita tentang permintaan suaka suaminya, ia kaget sekali dan semalaman menangis. "Kalau saya tidak bisa menyusul, saya mau minta kepada pemerintah Belanda agar suami saya dipulangkan," ujar Sonya pada wartawan TEMPO Bachrun Suwatdi.

Di kemudian hari, justru Sonya yang ke Belanda mengikuti suaminya. (Lihat gambar disamping bawah ini, Ny Sonya bersama suaminya Hengky usai menghibur di negeri kincir angin Belanda).
Setelah mendapat visa dari pemerintah Port Moresby, BB menyelenggarakan pertunjukan di sana. Kabarnya kunjungan itu dilakukan dalam rangka muhibah kesenian. Bahkan sebuah sumber dekat tahu pasti bahwa mereka dapat izin dari Dep P & K dan Deplu untuk show di beberapa kota di negara itu.

Diperkirakan akhir Desember ke-22 anggota rombongan BB yang semula 27 orang  bertolak ke Amsterdam, setelah terlebih dulu singgah di Manila. Kemudian terkabarlah berita "minta suaka" itu. Sumber Deplu mengatakan kemudian pekan lalu, bahwa menurut laporan KBRI di Port Moresby, Papua Nugini, anak-anak BB "dimanfaatkan" oleh kelompok "Organisasi Papua Merdeka".

Bagaimana sebenarnya sikap politik anak-anak BB? Amri Kh, peniup saxophone BB menjawab, anak-anak BB tak sepenuhnya kenal politik. Andi malahan pernah mengajak sejawatnya itu lebih serius bermain musik. Itulah sebabnya dua tahun kemudian mereka hijrah ke Jakarta.
Di ibukota republik ini mereka cepat meroket lewat rekaman di Studio Irama Tara. Dari sini lahir lagu hitnya yang berjudul: Persipura, Derita Tiada Akhir, Doa Seorang Pramuria, Kenangan November, Dan Hari Kiamat.

Dideportasikan
Menurut bos Irama Tara, Hartono, Andi pernah mengutarakan maksudnya mengadu untung rekaman di Papua Nugini. Banyak temannya mendukung rencana itu. "Sesungguhnya dia bukanlah politikus, tapi pedagang yang sukses di Jayapura," kata Patrick Nafuni seperti dikutip Tempo. Andi adalah direktur PT Bentuni Jaya di Jayapura, suatu perusahaan yang mendatangkan barang dari luar Ir-Ja. Keluarganya banyak yang tinggal di Negeri Belanda.

Menurut Hartono, sejak 1977 BB sudah ditawari beberapa sponsor untuk melawat ke Negeri Belanda. Tahun 1978 hampir saja grup ini berangkat ke sana. Namun gara-gara dua anggotanya, Henky dan David, terlibat dalam perkelahian di Bar Ankerage, Jakarta, rencana itu gagal.
Bagaimana kalau ketahuan bahwa motif "permintaan suaka" itu bukan politik? Undang-undang Negeri Belanda dapat mengizinkan permintaan mereka tinggal di sana atas alasan perikemanusiaan. Atau ditolak, dan dideportasikan kembali ke Indonesia atau negara lain, misalnya Swedia.
Sumber: http://swarapapua.com/index