ANJING BERBURU


Anjing Berburu (Foto: Sumber Google.com)
Dalam beberpa bulan belakangan ini ada panas ada juga mendung dan kadang hujan, sehingga Kokaime hendak ke salah satu kampung untuk temui seseorang yang sering pergi berburu. Hari itu Jumat 28 November 2014 pukul 9. 00 Waktu Papua, Cuaca agak mendung, namun  karena terlalu bosan di rumah, maka Kokaime jalan santé melewati beberapa anak-kan sungai, bukit lalu tiba di kampung itu.

Begitu tiba di kampung orang yang hendak ku ditemui, namun orang itu sudah tidak ada di situ, yang ada hanyalah beberapa anak kecil, rupanya anak-anaknya. Saat di Tanya orang tersebut, mereka menjawab dia ada ke hutan, maka Kokaime Pun hendak pergi mengikuti cerita dari anak-anak itu.

Kokaime  pun melewati beberapa pepohonan yang besar dan dari pepohonan itu terdengar suar anjing mengogong, Kokaime pun berhenti sejenak dan mendengar suara anjing itu. Ternyata suara anjing itu agak jauh, makanya Kokaime melanjutkan perjalanan.

Setelah Kokaime lalui beberapa pohon dan alang-alang, Kokaime melihat ada seseorang pakai baju abu-abu pegang busur sedang menyeberang salah satu kali sambil memanggil Anjing-nya. Kokaime pun lari mengejar orang itu dan mendapatkannya di sebelah kali dan Kokaime memberi salam kepadanya. Tetapi kata dia; kau dari mana mau kemana?

Bapa saya datang cari cari Bapa, kata Kokaime. Katanya; disini ada banyak Anjing Berburu, jadi kenapa datang ke sini. Kata Kokaime Kepada Bapa itu, bapa saya juga mau berburu, jadi saya minta anjing satu, tetapi Bapa itu menjawab; tidak boleh.

Dalam perjalanan Kokaime melihat di moncong anjing itu ada gumpalan Darah, makanya Kokaime Tanya tuan-nya; apakah anjing ini yang tadi gong-gongkah. Jawab bapa itu, Benar, kami sedang berburuh, tetapi tidak dapat hasil, jadi kami ada pulang ini. 

Kokaime pun menanyakan bagimana tidak dapat hasil sedangkan moncong anjing ada darah, jawabnya; itu hanya satu ekor saja sambil menunjukan Kus-Kus Pohon.

Bapa, saya mau Tanya, bukankah kus-kus seperti begini tinggal di pohon yang besar dan tinggi?

Jawabnya; Ade, Kami Yang Sudah Biasa Berburuh Itu Biasanya Kasih Makan Anjing Dengan Baik, Piara Dengan Baik, Dan Melatih Anjing Bagimana Berburu Kus-Kus Yang Di Tempat Tinggi Dan Di Tempat Rendah Serta Kami Juga Memberi Makan Secara Khusus Kepada Anjing Berburuh Agar Anjing Kami Tambah Jahat supaya dapat hasil dalam setiap kali berburu.

Oohhh…Bapa saya juga mau berburu jadi kasih saya anjing berburu satu, lalu jawabnya; Tidak Boleh, Biarlah yang berburuh tetaplah berburuh, yang memancing biarlah mereka tetap memancing, yang berkebun biarlah mereka berkebun, yang pesta pora biarlah mereka pesta pora, yang main judi biarlah mereka main judi, jadi ade lebih baik tidak usah ikut bapa ya, katanya.

Jawab Kokaime, Jadi begitukah cara tuan yang mempunyai anjing menjaga, mendidik dan memberi makan kepada Anjing…Yah itu cara yang biasa dipakai dimana-mana untuk berburu….

saat berburu, entah itu mereka yang dari pantai atau dari gunung biasa berburuh harus pakai anjing supaya anjing yang lacak atau mencari dan mencium dimana kus-kus berada, setelah anjing sudah memberi tahu, maka kami tuan anjing tinggal membunuh kus-kus itu, supaya kami serahkan kus-kus buruan itu kepada orang yang menyuruh kami berburuh.

Ooo…begitu eee…..benar, saya kan sudah lama di kota, jadi tidak tahu cara berburu, makanya saya Tanya…..sekarang saya sudah tahu bahwa selama ini bapa dorang berburu kus-kus seperti itu eee…..hee..heee..he….

Pengertian Peradaban dan Ciri-Ciri Peradaban


Hentikanlah.... Perusahan-Perusahan Di Tanah Papua

Pengertian Peradaban dan Ciri-Ciri Peradaban| 
Banyak pendapat para ahli yang mendefinisikan pengertian peradaban dimana Secara umum, Pengertian Peradaban adalah bagian-bagian dari kebudayaan yang tinggi, halus, indah, dan maju. Sedangkan Pengertian peradaban yang lebih luas adalah kumpulan sebuah identitas terluas dari seluruh hasil budi daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan nilai, tatanan, seni budaya maupun iptek), yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subjektif. Istilah "peradaban" dalam bahasa inggris disebut civilization atau dalam bahasa asing lainnya peradaban sering disebut bescahaving (belanda) dan die zivilsation (jerman).

Istilah Peradaban ini sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita pada perkembangan dari kebudayaan dimana pada waktu perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya yang berwujud unsur-unsur budaya yang halus indah, tinggi, sopan, luhur, dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi. Ada beberapa pengertian peradaban yang didefinisikan oleh para ahli. Pengertian peradaban menurut definisi para ahli adalah sebagai berikut...

Pengertian Peradaban Menurut Definisi Para Ahli - Dari berbagai kesulitan-kesulitan dalam memberikan definisi peradaban, sehingga banyak para ahli yang memberikan tanggapannya tentang pengertian peradaban seperti yang ada dibawah ini... 


  • Albion Small : Menurut Albion Small Peradaban adalah kemampuan manusia dalam mengendalikan dorongan dasar kemanusiaannya untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sementara itu, kebudayaan mengacu pada kemampuan manusia dalam mengendalikan alam melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Albion Small, yang mengatakan bahwa peradaban berhubungan dengan suatu perbaikan yang bersifat kualitatif dan menyangkut kondisi batin manusia, sedangkan kebudayaan mengacu pada suatu yang bersifat material, faktual, relefan, dan konkret. 


  • Huntington : Huntington memberikan pendapatatnya mengenai definisi peradaban bahwa pengertian peradaban adalah sebuah identitas terluas dari budaya, yang teridentifikasi melalui dalam unsur-unsur obyektig umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subyektif. Berangkat pada definisi ini, maka masyarakat Amerika-khususnya Amerika Serikat dan Eropa yang sejauh ini disatukan oleh bahasa, budaya, dan agama dapat diklasifikasikan sebagai satu peradaban, yakni peradaban barat. 

  • Alfred Weber : Menurut definisi Alfred Weber yang mengatakan bahwa pengertian peradaban adalah mengacu pada pengetahuan praktis dan intelektual, serta sekumpulan cara yang bersifat teknis yang digunakan untuk mengendalikan alam. Adapun kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai, prinsip, normatif, dan ide yang bersifat unik. Aspek dari peradaban lebih bersifat kumulatif dan lebih siap untuk disebar, lebih rentan terhadap penilaian, dan lebih berkembang daripada aspek kebudayaan. Peradaban bersifat impersonal dan objektif, sedangkan kebudayaan bersifat personal, subjektif dan unik. 

  • Prof Dr. Koentjaraningrat : Peradaban adalah bagian-bagian yang halus dan indah seperti seni. Masyarakat yang telah maju dalam kebudayaan tertentu berarti memiliki peradaban yang tinggi. Istilah peradaban sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita terhadap perkembangan kebudayaan dimana pada waktu perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur dan sebagainya maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang tinggi.
Peradaban memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang berfungsi dalam memperjelas peradaban dan juga berfungsi dalam membedakan peradaban dan kebudayaan dimana kita tahu bahwa banyak dari kita yang menganggap bahwa peradaban dan kebudayaan sama, padahal peradaban dan kebudayaan tersebut adalah sangat berbeda. Maka dari itu, ciri-ciri peradaban sangat membantu dalam membedakan antara peradaban dan kebudayaan.
Ciri-ciri umum sebuah peradaban adalah sebagai berikut.... 
  • Pembangunan kota-kota baru dengan tata ruang yang baik, indah, dan modern
  • Sistem pemerintahan yang tertip karena terdapat hukum dan peraturan. 
  • Berkembangnya beragam ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih maju seperti astronomi, kesehatan, bentuk tulisan, arsitektur, kesenian, ilmu ukur, keagamaan, dan lain-lainnya. 
  • Masyarakat dalam berbagai jenis pekerjaan, keahlian, dan strata sosial yang lebih kompleks 
Sumber dari berbagai sumber

Sejumlah Biarawan Katolik Peduli HAM Ditangkap Polisi di Abepura



Jayapura, Jubi –  Sejumlah Biarawan Katolik dari Ordo Fransiskan dan Agustinian (OSA) ditangkap polisi dalam demo damai menutut pengungkapan kasus pembunuhan 4 siswa di Paniai 8 Desember 2014 di depan kantor Pos Wilayah Maluku Papua, Abepura, kota Jayapura, Papua, Kamis (8/10/2015).


“Saya pas foto penangkapan biarawan yang badan besar itu (Yulianus Pawika OFM). Polisi ambil kamera saya. Mereka takut to,” ungkap Abeth You, wartawan Jubi dan kontributor Majalah Selangkah di lokasi kejadian.
Lanjut Abeth, saat ia meminta kembali kameranya, polisi malah todongkan senjata ke dadanya.
Polisi melakukan penangkapan saat demonstran berorasi secara bergantian di depan Kantor Pos sebelum ke kantor DPRP.


“Polisi tiba dan langsung tangkap demonstran,” ungkap seorang saksi mata di lokasi. Saat penangkapan tidak ada perlawanan dari demonstran kecuali protes atas tindakan polisi.
Biarawan yang ditangkap polisi  antara lain Soferus Pangguem OSA, Fr. Fredy Pawika OFM, Fr. Dorman Skukubun OFM, Fr.Benyamin Tanang OFM, Fr. Gaspar Bahala OFM, Fr Didimus OFM.
Mereka dinaikan di truk Dalmas bersama sejumlah masa aksi. Mereka dibawa ke Polsek Abe untuk proses lebih lanjut.


Olga Hamadi, pengacara Hak Asasi Manusia Papua yang berada di lokasi melontarkan protes terhadap polisi. Kata dia, tidak ada yang melanggar aturan tetapi mengapa polisi tangkap dan naikkan mereka di truk tahanan polisi?
“Mereka tidak melakukan yang melanggar aturan. Mengapa mereka mau dibawa? Mereka mau dibawa ke mana? Turunkan mereka. Kita bicara di sini,” ungkap Hamadi kepada polisi.
Olga menganggap polisi tidak menegakkan aturan. Polisi bertindak sewenang-wenang terhadap masa aksi.

“Bapak polisi baca aturan dengan baik ya,” ungkapnya serius kepada polisi.
Direktur Sekretariat Kadilan Pedamaian dan Keutihan Ciptaan (SKPKC). Fransiskan Papua, Yuliana Langawuyon yang berada di lokasi pun melontarkan protes kepada polisi.
“Kita tidak melakukan apa-apa? Kita tidak bicara apa-apa? Mereka mau dibawa kemana itu,” ungkap Wanita alumnus Fakultas Hukum Universitas Cenderwasih ini kepada polisi di lokasi.


Mamun polisi tidak peduli dengan kedua wanita ini. Polisi ngotot membawa para biarawan bersama demonstran lain yang sudah berada di truk tahanan polisi.
“Mereka tidak dibawa ke mana-mana. Kita ke Polsek Abe sama-sama. Sabar, sabar, sabar ibu, kita ke Polsek sama-sama ya,” ungkap satu anggota Polsek Abepura, Kompol Albertus kepada Hamadi dan Langawuyon. (Mawel Benny)


6 Perusahaan Sawit Cemari Sungai di Merauke



Sekitar enam perusahaan sawit dalam proyek Merauke Integrated Food Energy and Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke, Papua, mencemari tiga sungai yang mengalir di kawasan Suku besar Malind Bian di Kota Merauke. Tiga sungai itu masing-masing,  Sungai Kum, Bian, dan Maro. Akibat pencemaran limbah perusahaan, ikan-ikan mulai banyak mati, seperti gabus dan mujair. Tak hanya ikan,  buaya juga naik ke daratan.


Enam perusahaan sawit berskala besar beroperasi di kawasan Malind Bian, Merauke, yaitu PT Dongin Prabhawa (Korindo Group), PT Bio Inti Agrindo (Korindo Group), PT Central Cipta Murdaya (CCM), PT Agriprima Cipta Persada, PT Hardaya Sawit Papua dan PT Berkat Cipta Abadi. Keenam perusahaan ini telah beroperasi di kawasan Malind Bian.
Carlo Nainggolan dari Sawit Watch mengatakan,  dari hasil investigasi dampak pencemaran limbah 10 perusahaan sawit,  menyebabkan ketiga sungai berubah warna dan mengeluarkan bau tak sedap. “Masalah air bersih tidak cukup bagi warga yang bermukim di sekitar kali itu,” katanya di Jayapura, Jumat (21/12/2012).


Perkebunan sawit di sepanjang Kali Bian dan Kali Maro, menimbulkan masalah besar bagi pemilik ulayat. Perusahaan membersihkan lahan dengan membakar, mengakibatkan air tercemar, situs budaya masyarakat, dan kekayaan alam hilang. Perusahaan sawit, katanya, harus bertanggung jawab memulihkan dan memberikan kompensasi kepada di sepanjang pesisir Kali Bian, Kaptel, dan Kali Maro. “Persediaan air bersih minim. Sekarang Papua Selatan kemarau panjang. Kami menduga akibat aktivitas perusahaan besar di sana.

Ada tiga perusahaan besar milik Korea yang beroperasi.”
Warga Malind Bian mulai resah karena hutan-hutan ditebang untuk MIFEE. Perusahaan sawit PT Korindo Tunas Sawaerma, PT Bio Inti Agrindo, PT Berkat Cipta Abadi, dan PT Papua Agro Lestari, membuka hutan tanpa memperhitungkan dampak lingkungan. “Ditambah lagi kontrak 35 tahun. Kami memperkirakan, kalau kontrak diperpanjang hingga 120 tahun, pemilik tanah bukan hanya kehilangan hak ulayat tapi hutan mereka makin rusak.”


Menyangkut masa kontrak, yang bakal menjadi masalah adalah hak guna usaha (HGU) diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUP Agraria). Berdasarkan pasal 29 UU Agraria, HGU dapat diberikan maksimal 25 tahun (perusahaan dengan kebutuhan tertentu, dapat diberikan maksimal 35 tahun). Setelah habis jangka waktu, HGU dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.


Pengaturan mengenai HGU dapat ditemui pada PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah. Menurut aturan itu, setelah sebagaimana diatur dalam UU Agraria, bisa diberikan pembaruan hak. “Ini masalah serius yang harus diperhatikan pemerintah setempat. Perusahaan dan pemerintah harus memberikan kejelasan kepada pemilik lahan.”


Dalam rilis Sawit Watch, tahun 2011, lebih dari 11,5 juta hektar perkebunan sawit di Indonesia. Proyek MIFEE, dimulai Agustus 2010 seluas 1, 2 juta hektar merupakan hutan alam, tempat sumber makanan pokok bagi Suku Malind Anim. Pada September 2012,  Badan Perencanaan Investasi Daerah (Bapinda) Merauke, mencatat 46 perusahaan mendapat izin. “Dari 46, 10 perusahaan sawit. Perusahaan ini di Sungai Digoel, dan Malind Anim,” kata aktivis Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Agung Merauke, Nelis Tuwong.


Sepuluh perusahaan sawit itu adalah PT. Dongin Prabhawa (Korindo Group) PT. Papua Agro Lestari, PT. Bio Inti Agrindo (Korindo Group),  PT. Mega Surya Agung, PT. Hardayat Sawit Papua, PT. Agri Nusa Persada Mulia, PT. Central Cipta Murdaya (CCM), PT. Agri Prima, PT. Cipta Persada dan PT. Berkat Cipta Abadi. Aktivitas perkebunan sawit dimulai sejak 1997 melalui PT Tunas Sawa Erma, anak perusahaan Korindo Group.


Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malind Bian mendesak pemerintah mencabut dan membatalkan izin lokasi sejumlah perusahaan perkebunan dan sawit di Kabupaten Merauke. “Aktivitas perusahaan kami saksikan telah membongkar hutan adat yang selama ini kami lindungi, jaga dan pelihara. Ini menghilangkan berbagai macam obat-obatan tradisional,” kata Ketua LMA Malind Bian, Sebastianus Ndiken.

Kini, warga sulit mencari sagu, binatang buruan, bahan pakaian tradisional serta perlengkapan adat yang tersedia di hutan. Bagi mereka, hutan adat rusak sama dengan menghilangkan budaya. Ibu-ibu yang dulu menimba air bersih di sekitar rumah, kini harus berjalan kaki berkilo-kilo meter mencari air bersih.

Perusahaan, katanya, datang ke kampung tak pernah memberi informasi lengkap, jelas dan benar. Tidak juga melibatkan masyarakat adat dan pemilik tanah sejak awal rencana investasi. “Begitu juga peraturan dan perizinan, tidak disampaikan terbuka, jelas dan terperinci, termasuk dampak yang berpotensi muncul dari izin-izin perusahaan itu terhadap tanah adat kami.”

Dalam proses sosialisasi, konsultasi, verifikasi marga pemilik, dan negosiasi perusahaan, kata Ndiken, tidak pernah melibatkan marga keseluruhan. Perusahaan hanya mengajak ketua marga dan tokoh-tokoh masyarakat, termasuk aparat pemerintah distrik agar tanah adat digusur dan dibongkar. Pelibatan ini seperti hadir dalam proses penyusunan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), konsultasi dan penilaian Amdal.

Tak hanya itu. Perusahaan menyewa tanah adat dengan harga murah. Tahun 2007, sewa tanah selama 35 tahun Rp50 ribu, naik menjadi Rp70 ribu, sekarang Rp350 ribu per hektar. “Kami minta harga tanah naik menjadi Rp5 juta, perusahaan tidak mau.” Perusahaan, menjanjikan mendirikan sekolah dan puskesmas, tapi tidak dipenuhi hingga kini.

Paustinus Ndiken, Sekretaris Lembaga Adat Malind Bian mengatakan, kehadiran perusahaan di tanah adat menimbulkan kerusakan besar. “Ikan, kura-kura, dan binatang air lain banyak mati.” Air sungai dan rawa untuk kebutuhan warga sehari-hari tercemar limbah perusahaan. “Mereka harus berjalan jauh untuk mencari air bersih. Karena hutan habis dibabat, warga kesulitan mencari sagu, binatang buruan, dan kulit kayu sebagai bahan pakaian tradisional. Hutan adat yang rusak itu sama dengan menghilangkan budaya kami,” kata Paustinus.

David Dagijay, warga Suku Yeinan mengungkapkan,  satu perusahaan sawit, Wilmar Group, berupaya negoisasi dengan warga pemilik lahan agar mengizinkan tanah untuk menanam sawit. Namun, masyarakat bersikeras menolak. Wilmar Group berencana membuka lahan sawit 40 ribu hektare. Masyarakat tak mau dibohongi seperti tetangga mereka, Suku Malind Anim.

“Kami masih tarik ulur untuk sepakati kehadiran perusahaan itu. Kan ada enam kampung di Yeinan. Jadi, dua kampung sudah kasih izin, Kampung Bupol dan Poo. Sedangkan, empat kampung lain belum.” Wilayah Suku Yeinan meliputi Kampung Toray, Poo, Erambu, Tanas, Bupul dan Kweel. Yeinan bagian dari Suku besar Malind Bian.

Bupati Merauke, Romanus Mbaraka mengatakan, masih menyeleksi sejumlah perusahaan yang akan investasi di Merauke. Menurut dia, MIFEE berdampak kerusakan lingkungan dan sosial. “Terjadi pendangkalan di Sungai Bian dan para pemilik lahan hanya dipekerjakan sebagai buruh kasar.”


 Sumber: http://www.mongabay.co.id