Pendidikan Di Intan Jaya

Anak-Anak SD YPPK St. Fransikus Xaverius Titigi (Foto: Misael)
DIDIKLAH YANG SUDAH ADA

SUGAPA-Dulu gereja sebagai aktor utama untuk menyelenggarakan pendidikan dapat mencetak kader - kader bermutuh dengan fasilitas yang kurang memadai, namun kini justru perkembangan pendidikan dan teknologi komunikasi semakin maju dan berubah sesuai dengan tuntutan jaman yang menuntut tiap-tiap pribadi untuk bersaing.  Namun sekarang justru terbalik, oleh sebab itu situasi ini tidak bisa dibiarkan, karena orang yang tidak terdidik akan menjadi penonton dan menjadi obyek. Mereka akan tergilas oleh arus globalisasi, tergusur secara sadar maupun tidak sadar oleh banjir peradaban baru. 

Orang tidak terdidik tidak akan mampu mempertahankan diri sendiri, sulit menyesuaikan diri dengan arus perubahan dan perkembangan, susa membaca tanda-tanda jaman dan kurang mampu membuat perbedaan antara yang baik dan yang jahat, yang bisa dan tidak bisa, yang membangun dan menghancurkan, sehingga perlu memperhatikan dan menyukseskan proses pendidikan yang sudah ada dan sedang ada agar tidak menjadi mati tetapi ada harapan ke depan yang lebih cerah.  

Untuk memberi harapan yang lebih cerah tentu dibutuhkan sebuah sponsor dari berbagai pihak yang dapat meningkatkan dan dapat melahirkan  sumber daya manusia (SDM yang mampu melihat berbagai situasi ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat.  Jika pelajar atau mahasiswa tidak pernah diperhatikan dan disponsori untuk menunjang persekolahan maupun perkuliahan mereka, jangan pernah katakan bahwa pelajar atau mahasiswa tidak mampu (dodok), tidak ada manusia di dunia ini yang tidak mampu (bodok).

Hanya saja orang tersebut tidak pernah di perhatikan, tidak pernah isponsori, orang tersebut tidak mau berusaha sesui dengan kemampuannya, orang tersebut tidak punya arah yang jelas, mungkin pengaruh lingkungan dan juga mungkin tidak pernah di nasehati oleh orang tuanya.
Oleh sebab itu singkatnya; dari sekarang harus ada ‘pembinaan’ untuk mereka yang “baru tunas” dan ‘mendidik’ bagi mereka yang “sudah mulai tumbuh” dan ‘sponsor’bagi mereka yang “sudah tumbuh dan membesar”, agar kedepan menghasilkan buah – buah yang dapat berguna untuk dimanfaatkan serta dinikmati oleh semua orang.

“Manusia Tidak Menetukan Masa Depan Mereka. Manusia Menetukan Kebiasaan Mereka dan Kebiasaan Mereka Menetukan Masa Depan Mereka”

KEMANAKAH,..? PERGINYA SEGALA MAKLUK DALAM ALAM INI

Dulu sejak kami kecil masih kami jumpai kicauan burung, seolah-olah kicauan itu menemani dan meng - hibur setiap orang yang men - dengar - kan kicauan - nya, namun kicauan itu tidak kami jumpai saat ini. Hal ini berawal dari perjalanan dan pemantauan kami “Komunitas Mahasiswa Independen Somatua Intan Jaya” (KOMISI) dari Magataga sampai di Mbulu –mbulu pada bulan juli sampai dengan Agustus 2011 di Intan Jaya. 

Foto: Misael  Maisini
Kami berjalan selangka demi selangka mendaki bukit, gunung dan lemba.  Danau, sungai dan kalipun kami lalui, tidak kami jumpai kicauan burung kokai, entah kemana pergi - nya,.? bahkan burung-burung dialam ini seakan sudah Punah. Kus-kuspun lari  dan lari, Tumbuhan Anggrek pun semakin lari dan menjau dari pandangan mata - kami. Kemanakah pergi - nya mereka ini,…? Seolah-olah mereka takut dan takut akan manusia-manusia yang jahat yang ingin mencabut nyawa mereka.  
Hati-kami sedih melihat mereka lari dan menjau dari pandangan mata kami, karena tidak ada Kicauan burung yang dapat menghibur hati kami dan Tidak ada Tumbuhan yang dapat meng-hias - si jiwa kami.

Kami me - nilai Ini mungkin unsur ke – sengaja - an yang dilakukan para peng - huni alam ini dengan menggunakan Senjata angin (Cis) untuk menghabiskan segala makhluk dalam alam ini.  ini  sengaja dan sengaja, karena tidak ingin men - dengar kicauan burung dan tidak ingin me - lihat dan me- rawat bunga Anggrek ber - tumbuh dan ber - mekar. Jika ini yang terjadi akankah ada harapan untuk burung kokai ber - kicau lagi,..? atau akankah tumbuhan anggrek ber - tumbuh, membesar dan memekar,..???

Hati kami sedih melihat mereka men - jau, lari dan meng - hilang dari pandangan mata.  Kami juga sedih, karena peng - huni dalam alam ini bisa me - lihat, bisa men - dengar, tapi tidak bisa me – rasa - kan bahwa makhluk dalam alam ini mulai meng - hilang dan seakan semakin hari – semakin punah dari alam ini.
Sadar dan sadarlah ketika mereka pergi mereka tidak akan datang untuk selama – nya. Atau tidak senangkah,…?  melihat mereka berkicau, bertumbuh, memekar, mewanggi dan menghiasi alam ini.

CATATAN BUAT ANGGOTA KOMUNITAS SOMATUA


Pembabatan Hutan Di Intan Jaya (Foto: Misael Maisini)
Ku rasa kau bagian dari-ku yang tidak ku lupa untuk selamanya. Apakah kau sudah lupa akan perjalanan yang telah kita lalui bersama.
Ku rasa sudah tiga tahun lamanya kita bersama jalani penderitaan itu. Ku rasa semua itu bekal masa depan yang kita jalani, namun ku rasa kau sudah melupakan masa-masa perjalan yang kita telah lalui.

Ku rasa itu bekal masa depan yang kita jalani bersama, namun ku rasa kau telah abikan itu. ku rasa kita di tempat yang berbeda, namun ku rasa kita adalah satu. Ku sudah katakan bahwa kau adalah terang sepanjang masa untuk negeri itu. ku rasa kau sudah menjadi terang untuk negeri itu, namun ku rasa terang itu masih belum terang seutuhnya.

Ku rasa negeri itu masih redup, ku rasa kau akan memberi terang negeri itu. ku rasa sudah saatnya untuk meneranganggi negeri itu.
Ku rasa ada yang sengaja ingin mengelapi negeri itu, tapi ku rasa mereka akan patah lalu tercabik-cabik untuk di lempar ke sungai-sungai yang ada di negeri itu.

Ku rasa kau masih ada semangat untuk menerangi negeri itu. ku rasa kau sudah melihat, ku rasa kau sudah merasa, ku rasa kau sudah bekerjah. Ku rasa kau adalah SOMATUA INTAN JAYA.

                      "Kekompakan dan Kesepekatan Kita Adalah Kekuatan Kita"

TERJADI PENIPUAN ANTARA MAHASISWA JAYAPURA

Penipuan antara atasan dan bawaan dan bawaan terhadapan atasan tidak hanya terjadi di kalangan Birokrasi pemerintahan, namun terjadi juga antara organisasi ikatan, organisasi Komunitas, organisasi Solidaritas maupun organisasi ikatan dalam Asrama.

Foto: Misael  Maisini
Hari minggu pagi jam 08.45 salah satu badan pengurus Ikatan Pelajar Mahasiswa Intan jaya se -Jayapura telah menghubungi Misael untuk menemaninya mencari informasi tentang uang proposal bantuan Rehap asrama kota raja yang telah diambil dan dipakai oleh salah satu anggota ikatan pelajar mahasiswa intan jaya di jayapura yang mengaku sebagia ketua asrama kota raja. 

Jam 03.45 Setelah ibadah Misael bersama empat mahasiswa asal kota studi Jayapura menuju kampung mamba untuk menemui kabag keuangan kabupaten intan jaya, kami berlima dari jogatapa ibu kota kabupaten intan jaya menuju kampung mamba, Setelah tiba disana kami lima masuk menemui kabak keuangan. Kabag keuangan pun menerima kami secara baik lalu di suruh duduk.

 Kamipun duduk dan salah satu dari mereka empat menyampaikan bahwa pada beberapa bulan lalu ketua Ikatan dan salah satu anggota ikatan yang menghuni di Asrama kota raja telah membawa surat permohonan, namun hasilnya belum ada sehingga bulan juli kami cek di salah satu ibu bendahara di Nabire, namun kata ibu itu uang tersebut sudah diambil. Maka kami datang menemui Bapak.
Setelah mereka menyampaikan keluhan mereka ke Bapak Furgen Wihran Kapala Dinas Kabupaten Intan Jaya, maka Bapak Furgen mengeluarkan surat rekomendasi lalu menujukan kepada kami, ternyata dalam proposal tersebut yang dimintah oleh ketua ikatan Jayapura adalah uang sebesar seratus lima puluh juta rupiah (RP. 150.000.000.000,-) dan yang dijawab oleh pemda intan jaya uang sebesar lima puluh juta rupiah
(RP. 50.000.000,-) kwitansi tersebut telah ditandatagani oleh anggota ikatan pelajar dan mahasiswa kota studi Jayapura yang mebgaku sebagai ketua Asrama. mereka empat mengaku dana tersebut belum rehap asrama, jadi di duga kuat dana tersebut sudah di pake demi kepentingan pribadi dan kelompok.

Salah satu dari mereka mengatakan bahwa; kalau dibangku studi saja sudah belajar korupsi, maka setelah selesai pasti hal yang sama akan dilakukan di birokrasi pemerintahan sehingga harapannya kedepan agar pemerintah kabupaten intan jaya musti selidiki baik-baik baru memberi bantuan kepada mahasiswa intan jaya se-indonesia, karena cara-cara ini merupakan cara-cara korupsi yang diprakekkan dari bangku studi,karena akibat dari korupsi akan merugikan uang negara dan uang rakyat, sehingga rakyat jadi korban.

SIAPLAH DI POSISI-MU

Kepala Suku Rafel Hagisimijau Sedang Bawa Bola
Di sebelah barat daya Zimbawe terdapat dua sungai yang membatasi kota
kecil yang bernama titigi city. Dikota tersebut terdapat sedikit belantara, alang-alang dan pepohonan kasuari maupun pepohonan lainya
yang dapat memberi subur tanaman dan tumbuhan dan juga dua sungai tersebut dapat memberikan hidup yang cukup kepada masyarakat setempat.

Ditengah kedua sungai dan di dalam alang-alang dan pepohonan
tersebut terdapat babi hutan yang selalu  merusak kebun masyarakat
setempat entah itu, pagar, tanaman maupun tumbuh-tumbuhan. 
Masyarakat setempat selalu dengan susah payah membuat pagar, namun pagar-pagar tersebut dirusakkan oleh babi tersebut. Masyarakat dikota itu selalu dan selalu membuat pagar sambil jejaki babi tersebut untuk dibunuh, namun babi tersebut tidak dapat dijejaki dan dibunuh oleh mereka hingga tahun ke tahun bahkan generasi ke generasi.

Disuatu saat di kota itu musim hujan yang berkepanjangan, sehingga beberapa masyarakat di kota itu  sepekat untuk memburuh babi tersebut, sebelumnya masyarakat setempat menyiapkan anak panah. Setelah menyiapkan anak panah mereka hendak jejaki babi tersebut sambil mencari tahu dari mana babi tersebut datang,.? Dari mana babi tersebut masuk dan merusak pagar,.?  dan dari jalur mana babi tersebut pulang dan dimana babi tersebut menetap,.? Masyarakat setempat sudah mencari tahu semua jalur babi tersebut selama satu minggu lamanya, minggu yang kedua mereka hendak pergi untuk memburuh babi tersebut.

Pagi itu hujan rintik-rintik masyarakat kota itu sepakat untuk pergi memburuh babi tersebut, mereka melewati beberapa bukit  dan tibalah disalah satu bukit  tiba-tiba dibelakang mereka ada seorang anak mudah yang hendak mengikuti mereka sambil membawa busur dan anak panahnya.
Anak mudah itu berusia 12 tahun dan dia juga yang paling terkecil diantara mereka. Mereka sudah rasa kalau ada yang datang dari belakang mereka, sehingga mereka berhenti  lalu datanglah anak mudah itu dan mendekati mereka sambil berkata saya mau ikut kaka-kaka, jawab mereka; jalan. Anak mudah tersebut masuk dalam barisan mereka dan melanjutkan perjalanan ke tempat berburuh.  Setelah mereka turun dari bukit tersebut mereka menyeberanggi salah satu sungai sambil berkata kepada satu sama yang lain bahwa disebelah inilah babi tersebut sering bermalam, sehingga di harapkan untuk datang dengan tenang sambil siap siaga.

Ternyata sangat benar babi itu lari menuju ke arah kepala air, karena mendengar  bunyi pataaan kayu, maka merekapun melepaskan anak pana tapi tidak satupun mengenai babi tersebut, maka mereka memburuh  babi tersebut. Mereka terpencar dan empat orang diantara mereka lebih dulu
kearah kepala air dan mengusir babi tersebut dari arah kepala air menuju muara sungai, namun mereka semua tidak dalam posisi siap di tempat, malah mereka kejar kesana dan kejar kesini, sehingga babi itupun lari ke kepala air, tapi diusir turun lagi oleh keempat orang tadi namun  mereka masih memburuh kesana dan memburuh kesini, sehingga babi itupun lari terus dari mereka. keempat orang itu datang dan berteriak yeh,.. yeh,.. yeh,..
yeh,..yeh,..yeh,..yeh,..!!! kalau macam begini kapan baru kamu mau
bunuh babi ini,.? 

Ini bukan babi yang kamu piara di rumah,.!!!  Babi yang kamu piara di rumah saja musti ada dua atau tiga orang yang harus kurung babi itu untuk dibunuh dan itu juga menggunakan dua atau tiga anak panah, kamu musti tahu itu,..!!! apalagi ini babi hutan, sehingga harus ada kekompakan untuk membunuh babi ini, tidak mungkin satu orang dia bunuh dengan kemampuan-nya sendiri dan juga kamu jangan kejar kesana-kejar kesini tapi jaga di posisi kamu masing-masing supaya begitu babi datang kamu tingal tembak. ingat itu baik- baik.

Keempat orang tersebut membagi posisi kepada tiap – tiap pribadi untuk menjaga pada tempatnya masing – masing dan anak yang paling kecil diantara mereka mendapatkan tempat (posisi) paling terakhir. Keempat orang tersebut menuju kepala air dan mengusir turun babi tersebut namun babi tersebut tidak ditembak dengan baik oleh mereka apalagi anak mudah itu, dia sama sekali belum mengelurkan anak panahnya, karena babi tersebut belum ke tempatnya, babi itu ke arah sisi kanan sungai maka mereka semua kesana dan disana tempat nya sangat susah untuk babi itu kelur, sehingga mereka sepakat untuk membunuh babi itu disana, namun mereka melakukan hal yang sama sehingga babi tersebut tidak dapat ditembak oleh mereka.

Haripun semakin siang merekapun semakin cape, namun mereka masih memburuh babi tersebut dengan cara mereka masing-masing dan keempat orang tadi mereka tetap di bagian kepala air dan berteriak kamu jaga baik-baik dan kalau bisa usir babi itu ke sisi kanan sungai supaya kami bisa menembaknya disana.  Mereka itu masih kepala batu dan tidak mau mengindahkan teriakan -teriakan dari kepala air, maka keempat orang  tersebut datang dan mengatakan kepada mereka bahwa kawan-kawan kalau kita kejar kesana-kesini, putar balik, maka kita sendiri yang akan cape dan babi ini kita tidak bisa bunuh, maka babi ini akan datang dan datang untuk selalu merusak pagar dan habiskan tanaman kami, sekarang kawan-kawan pikir baik-baik bagimana cara kita hari ini harus bunuh babi ini,..!!! Keempat orang tersebut membagi posisi kepada tiap-tiap pribadi dan
anak mudah itu mendapatkan tempat yang sama, yaitu dibagian belang paling terakhir.

Anak mudah itu mukanya penuh kecewa, maka datanglah sala satu orang diantara mereka dan mengatakannya adik jangan engkau kecewa tapi jaga dan jangan kemana-mana tetap babi ini adik yang akan membunuhnya bila adik tidak kesana-kesini, adik harus disini
saja biar babi ini ke mereka yang diatas ini adik tidak usah gelisah, tapi percaya dan tetaplah jaga di tempat ini, maka anak mudah itu jaga di tempat nya. Tidak lama kemudian dari atas mereka memburuh babi tersebut dan menembaki babi itu dan tiba di posisi dimana anak mudah
itu ada jaga maka anak mudah itu mengelurkan anak panah yang dalam bahasa Zimbawe mengatakan “wau mina ndu koa” lalu menembaki babi tersebut hingga mengenai sasaran dan habislah nyawa babi tersebut di tangan anak mudah itu.

Mereka mendekati anak mudah itu dan mengatakan padanya; adik walaupun ditempat ini sangat tidak mungkin, namun adik dapat menembak babi ini hingga habiskan nyawanya, kami sangat berterima kasih, mari kami yang pikul, lalu jawab anak mudah itu kepada mereka; kaka kalau seandainya saya sendiri yang memburuh babi ini saya tidak sanggup dan saya rasa tidak mungkin, namun karena kebersamaan, kekompakan serta saling mererima, maka babi inipun kita bisa menembaknya apalagi ini babi hutan yang sudah sangat liar di hutan ini selama beberapa tahun, babi biasa saja musti ada dua atau tiga orang untuk membunuhnya. Apalagi ini babi hutan yang tidak bisa di tembak oleh satu dua orang sehingga butuh banyak orang yang bekerja sama. 

Mudah-mudahan tidak ada babi lagi yang datang merusak pagar, tanaman dan tumbuhan agar kami bisa hidup lebih baik dan lebih aman di hari-hari mendatang. Mereka membawa babi tersebut ke pinggir kali dan membakar bulunya lalu di bela-bela kemudian dibarapen dan dibagi-bagikan kepada setiap honai yang ada di kota itu dan diantara mereka mengatakan dalam bahasa setempat bahwa “tau wogotigi mbole wogo tigiondanoagedingga kaipa nduni hago mapi duame” lalu orang yang sama memanggil anak mudah itu dan mengatakan pada; anak datang kesini lalu pergilah anak mudah itu kepadanya lalu diberikan ekor babi tersebut dan mengatakan padanya; ini bagianmu dan pasanglah ini pada nokenmu dan jangan pernah engkau menceritakan bahwa engkau telah melakukannya biarlah orang lain yang menceritakannya, bukan bibirmu, sebab rumput inipun menjadi saksi  bahwa kau telah melakukannya apalagi mereka yang
lain.


USULAN MEKANISME PEMILIHAN BUPATI KABUPATEN INTAN JAYA

Foto: Misael Maisini
Pada mulanya Allah Menciptakan Bumi beserta isinya. Untuk menjaga,
Merawat, memelihara serta menggunakan isi bumi ini, maka  Allah
Menciptakan manusia. Intinya bahwa isi bumi atau alam ini ada sebelum
manusia ada. Untuk itu usulan kami KOMI “Komunitas Mahasiswa
Independen Somatua Intan Jaya” kepada akar rumput penghuni negeri

intan bahwa; Demokrasi Ala Barat Tidak akan memberikan Manfaat kepada
pemimpin yang akan terpilih, maka kembalilah ke budaya untuk bakar
batu (Kenoga Saigiya) untuk memilih pemimpin yang akan memimpin negeri
Intan. Karena alam tahu siapa pemimpin yang akan terpilih.
Cara-nya bakar batu (Kenoga Sagiya) dari keluarga masing-masing,
Kampung atau Desa masing – masing dan dari Gereja masing - masing.
Pada saat masak (kenoga sagiya) memberikan tanda pada setiap calon
Pemimpin. Pemimpin  akan di pilih dan di tentukan oleh  “Daun” yang
sudah di barapen (Kenoga Sagiya), bukan kehendak manusia.
Demokrasi modern bisa saja terjadi hal-hal yang kita tidak inginkan
bersama, yakni demokrasi itu bisa dikibiri, bisa dibayar, bisa
disetting demi kepentingan semata, bisa dimainkan sesuai kemauan
manusia tertentu atau kelompok tertentu.

Terbukti bahwa mekanisme demokrasi ala barat yang selama ini digunakan
tidak memberikan manfaat bagi rakyat dibelahan dunia mana saja, karena
pemimpin yang dilahirkan melalui mekanisme demokrasi modern itu kurang
mampu melakukan terobasan karena pemimpin itu diangkat oleh kehendak
manusia, dan belum tentu pemimpin yang diangkat melalui demokrasi
modern ini dikehendaki oleh alam secara alamiah.

Mekanisme bakar batu (kenoga sagiya) ini memiliki keunikan tersendiri,
yakni pemilihan pemimpin yang lahir secara alamiah (murni) tanpa
adanya unsur kepentingan, tanpa adanya unsur politik uang, tanpa
adanya usur pilih kasih.  Inilah yang dikatakan demokrasi alamiah
atau demokrasi sejati, jika masyarakat intan jaya tidak melakukan hal
ini sebelum pemilihan, maka kami prediksi bahwa di Intan Jaya akan
terjadi dua (2) hal yang sangat merugikan semua pihak, yaitu;
1.      Pemilihan Ulang
2.      Perang
Jika hal ke- 2 hal ini terjadi, maka siapa yang untung dan siapa yang
rugi,.? Yang jelas yang menjadi korban di atas korban adalah akar
rumput penghuni negeri intan. Jika demikian siapa yang untung dan
siapa yang rugi,..??????

“Apa Yang Engkau Tabur Kini, Engkau Akan Menuainya”



SEBUAH REFLEKSI TERHADAP SUMBER DAYA ALAM DI INTAN JAYA



Doc: Pribadi
Oleh : Fendrikus Zonggonau 
Intan Jaya  merupakan salah satu kabupaten baru yang dimekarkan dari kabupaten induk kabupaten Paniai. Kabupaten intan jaya memiliki potensi  sumber daya alam yang berlimpah. Baik sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam non-hayati.

Sumber daya mineral merupakan salah satu jenis sumber daya non-hayati. Sumber daya mineral tersebut antara lain : minyak bumi, emas, batu bara, perak, timah, dan lain-lain.

Sumber daya itu diambil dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan rakyat dengan memperhatikan kelestarian hidup sekitar. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya alam adalah kegiatan penambangan bahan galian, tetapi kegiatan-kegiatan penambangan selain menimbulkan dampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup terutama perusahaannya, bentang alam, berubahnya estetika lingkungan, habitat flora dan fauna menjadi rusak, penurunan kualitas tanah, penurunan kualitas air atau penurunan permukaan air tanah, timbulnya debu dan kebisingan.

Sumber daya mineral yang berupa endapan bahan galian memiliki sifat khusus dibandingkan dengan sumber daya lain yaitu biasanya disebut wasting assets atau diusahakan ditambang, maka bahan galian tersebut tidak akan “tumbuh” atau tidak dapat diperbaharui kembali. Dengan kata lain industri pertambangan merupakan industri dasar tanpa daur, oleh karena itu di dalam mengusahakan industri pertambangan akan selalu berhadapan.

Penambangan emas di desa Bilogai (Bula Pigu) merupakan salah satu wilayah yang menjadi sasaran pertambangan emas. Penduduk  di sekitar desa Bilogai dan umumnya Intan Jaya. Kegiatan penambangan tersebut dilakukan oleh kapitalis tak lain diataranya adalah PT.Freeport Indonesia setelah itu PT.Mainersave Indonesia dan PT.GSBJ manifest. Kerusakan tanah akan menjadi masalah yang sangat serius, karena masyarakat yang semula memanfaatkan tanah untuk kegiatan pertanian atau perkebunan tidak akan dapat lagi memanfaatkan tanah tersebut seperti sediakala. Hal ini akan menyebabkan matinya sumber mata pencaharian masyarakat setempat dan masyarakat juga akan merasakan dampak kerusakan tanah dalam jangka waktu panjang, karena untuk memperbaiki kondisi tanah yang rusak dibutuhkan waktu yang lama.
Dari rumusan permasalahan tersebut maka masyarakat yang berdomisili di daerah pengopersin/surpei yag di laukan pada tauhun1990-1995 setempat meminta pertanggung  jawaban disaat eksploitasi, maupun anak cucu (regenerasi)  intana jaya, mahasiswa/i dan seya sendiri dianataranya :
1.       Kesepakantan-kesepakatan dari pihak tersebut kepada beberapa pihak(indifidualisme) dengan hak ulayat.
2.       Perjanjian-perjanjian, jaminan yang di sepakatioleh beberapa orang (indifidualisme)
3.       Bertanggung jawab atas kerusakan tanah adat dan lain-lain yang tidak dicantumkan.

Refleksi

Masih segar di ingatan saya, ketika saya  masih kecil umur (5 Thn) ketiga fajar  tiba dari ufuk tibur para saudara-saudara saya yang ada di Bilogai dan umumnya  Sugapa, sekarang Intan Jaya berkemas-kemas untuk menuju tempat kerja/perusahaan walaupun hujan, dingin, saikit dll...

Apa yang diharapkan dari keluarga yang ditinggalkan, keluarga pun berharap semoga ia selamat tetapi ketika merka pulang dengan membawa sebuah bungkusan ditangannya, ternyata yang dibawah hanyalah sebuah bungkusan makanan yang diberiakn oleh perusahaan sebagai jatah kerja untuk hari itu. Sungguh sangat menyedihkan .Juga  hal-hal yang di lakukan  oleh perusahaan terhadap masyarakat pribumi ialah menjadikan merekaan sebagai para buru kasar. Tidak lain buru kasar itu adalah sanak saudara-saudara saya. Umumnya pada saat-saat itu mereka di kerjaan sebagai koki atau pembantu masak, tukang kayu bakar, tukang buang sampah di sungai Wabu dan lain-lain yang intinya buru kasar. Mereka pun dikerjakan dengan beberapa perjanjian-perjanjian yang disepakati dalam hal ini masyarakat pribumi di bohongi/ditipu oleh para pengontrol perusahaan atau kapitalis demi kepentingan para kapitalis dan tentu hal ini sangat-sangat mengecewakan.

Dengan berbagai perbuatan (eksplorasi)  yang di lakukan dari  PT. GSBJ manifest  1991-1995 Ini menjadi inspirasih bagi kami anak-anak pribumi untuk menjadikan pelajarn bagi kami untuk mempelajarinya dan membuat suatu tindakan yang bermakna yang bisa dikenang oleh para anak cucu kami kedepan nantinya ketika kelak kami sudah pergi dari dunia ini.
cukup......!!!  dengan tindakan yang dilaukan oleh perusaha PT.GSBJ terhadap orang-orang tua kami, dengan demikian penolakan yang akan dilakukan  oleh para regenerasi intan jaya  yang peduli akan alam intan jaya terhadap para kapitalis maupun para penjilat tangan para kapitalis.

Menurut hemat saya  pernyataan dari buapti dan wakil buapti terpilih kabupaten intan jaya beberapa waktu lalau pasangan Bupati Natalis Tabuni,Ss,Msi dan Pdt. Yan Kobogau,Sth,M Div mengklaim, mampu membangun dan menggali potensi alam yang ada di wilya intan jaya. Pernyataan dari kedua pemimpinkabupaten intan jaya ini sangat baik, tetapi yang menjadi pernyataannya adalah apakah SDM orang moni untuk mengelolah potensi SDA di intan jaya sudah siap?? Tentu tidak bisa dijawab dengan sekedar mengatakan ‘iya’ dari bibir dalam waktu satu detik melainkan butuh perjuangan yang panjang untuk menciptakan SDM orang migani yang handal agar dapat mengelolah potensi-potensi SDAnya sendiri dan menjadi tuan di negerinya sendiri.

Pernyataan orang nomor 1 dan 2 di kabupaten intan jaya itu baik adanya, namun hal ini sangat lucu, sebab pernyataan mereka itu dikeluarkan pada media massa sebelum proses pelantikan tentu hal  menjadi pertanyaan besar bagi generasi Intan Jaya  dan berbagai persepsi akan muncul. Ada apa di balik ini semua...? Dengan demikian kami generasi intan jaya meminta  kepada bapak Natalis Tabuni sebagai pimpinan daerah dan jajaranya jika mempunyai angan-angan dalam menggali potensi alam yang ada di intan jaya maka hal yang menjadi prioritas adalah menciptakan kader-kader intan jaya dari berbagai disiplin ilmu, karena kami tidak mau ditipu lagi, sehingga orang asli pribumi yang mempunya disiplin ilmu siap kerja di ladangnya sendiri demi kesejatraan sosial dan pembangunan daerahnya dan bukan menjadi pendatang di negerinya.

Selamat atas dilantiknya Natalis  Tabuni, Ss, Msi dan Pdt. Yan Kobogau, S.Th, M.Div sebagai Bupati Definitif dan Wakil bupati. Amakaniiee

Penulis adalah Mahasiswa Semester 7, Jurusan Arsitektur pada Universitas Kristen Indonesia, Cawang, Jakarta Pusat

Sumber: http://komisisomatua.blogspot.com/search?updated-min=2012

MASYARAKAT INTAN JAYA HARUS BELAJAR DARI “MIMPI BURUK” 15 LALU

Foto: Istimewa
Ada pepatah yang mengatakan, “Sebodoh-bodohnya unta, tidak pernah jatuh kedua kalinya, ke dalam lubang yang sama”. Artinya unta itu seekor binatang yang tidak mempunyai akal sehat. Tetapi ia tahu tempat di mana ia pernah jatuh, maka ia berusaha untuk menghidarinya dan tidak mungkin jatuh ke dua kalinya. Manusia sudah dilengkapi dengan akal sehat oleh yang Transenden, untuk berpikir dan melakukan segala sesuatu di atas tanah yang diberikan-Nya. Maka, seharusnya masyarakat Intan Jaya harus belajar dari pengalaman “mimpi buruk”. “Mimpi buruk” yang dimaksud di atas adalah perusahan yang pernah beroperasi di wilayah Kabupaten Intan Jaya, selama 1991-1999 yang lalu.

Pada tahun 1999, saya bersama bapaku pernah pasang jerat di Umitugapa, di bagian Gunung Bula (Intan Jaya). Setiap minggu kami pergi cek jerat, tetapi selalu saja kami pergi kosong, pulang hampa! Maka, saat itu bapa saya pernah mengatakan dengan penuh kekecewaan; “Nggimieee pisoo...manadogoya perusahan kage, andi so tuwiduapa, Koa jambawi duapa, Holone bone dupi duapa data ka biga ndamigiano” (Adoo...kenapa perusahan membawa sialan dan pemusnahan sehingga kus-kus, buah pandang dan alam ini sudah dirusak, padahal dulu semuanya itu tidak susah). Dengan hadirnya perusahan tersebut di atas, tempat yang masyarakat pernah berburu (Tinai Diwiduapa) sudah dirusak, tempat buat jerat (So tuwi duapa) sudah dirusak, tempat ambil kayu dan rotan (Holone Bone dupiduapa) sudah dirusak dan Gunung Bula (Bula pigu) dijadikan seperti seorang yang giginya ompong. Dan akhirnya kekayaan yang ada di dalam maupun luar perut bumi, sudah dicuri dan dibawa ke luar negeri. Ini adalah “mimpi buruk” bagi masyarakat Intan Jaya.

Namun anehnya, saat ini saya mendengar bahwa masyarakat Intan Jaya mau dan sedang masukkan perusahan yang lebih besar dari yang pertama dan beberapa perusahan lainnya. Saya tidak pernah sangkah bahwa perusahan sebesar ini akan masuk ke dua kalinya di wilayah Intan Jaya untuk merusak lagi. Dugaan saya, jika perusahan mau masuk dengan cara dan bentuk apapun, pasti masyarakat akan tolak, berdasarkan pengalaman “mimpi buruk”nya. Sebab kerusakkan flora, fauna, lingkungan alam dan manusia dari perusahan pertama, setahu saya masih belum beres (belum ganti rugi) dan mereka tinggalkan begitu saja dan tidak tahu ke mana perginya, habis manis sepah dibuang! Tetapi mau masuk lagi, a n e h.....di manakah otakmu?

Mudah-mudahan telingaku yang menipuku! Karena perusahan tersebut, katanya diterima atas persetujuan bupati kabupaten Intan Jaya, dengan alasan, mengembangkan pendapatan daerah. Jika memang benar, pernyataan ini tidak masuk akal dan tidak benar! Sebab di kabupaten lain, yang walaupun kekayaan alamnya kurang, namun pendapatan daerahnya cukup dan terjamin. Maka, tidak ada alasan untuk mengembangkan pendapatan daerah, ini konyol! Perusahan bukanlah satu-satunya sumber pendapatan daerah. Publik sudah tahu bahwa PT. Freeport Indonesia di Tembagapura itu, yang mau pindah ke Intan Jaya. Sebab segala kekayaan di Tembagapura Kabupaten Mimika sudah mulai menipis. Sehingga, ia menyamar nama perusahan lain untuk memindahkan PT. Freeport Indonesia ke wilayah Intan Jaya. Binatang saja bisa membaca permainan licik seperi ini, namun yang bisa ia lakukan hanyalah menjadi saksi bisu atas perampasan haknya. Jadi, tolong jangan mencari kepentingan di balik semua sandiwara ini, mengatasnamakan masyarakat untuk membunuh mereka.

Oleh sebab itu, bagi siapapun anda yang izinkan  perusahaan-perusaan itu lebih baik STOP dan STOP.... Jangan mengorbankan masyarakat demi kepentinganmu. Sebab perusahan yang akan anda masukkan itu, limbah kimianya pasti akan dilarikan ke sungai dan kali yang ada di wilayah Intan Jaya, sehingga kehidupan masyarakat akan terancam. Seperti; sungai Kemabu, Dogabu, Wabu, Mbiabu dan anak sungai lainnya. Dan wilayah Intan Jaya akan menjadi tempat sejarah bagi masyarakat Moni. Karena kebetulan, di wilayah sungai dan kali inilah yang menjadi pusat lahan nafka hidup mereka.

Maka itu, kita harus belajar dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang di daerah lain. Anda yang pernah ke Timika biasa melihat, wilayah yang luas itu saja, flora dan fauna digusur habis-habisan akibat limbah kimia PT. Freeport Indonesia yang ada di Tembagapura. Bahkan ikan-ikan di laut saja sudah mulai musnah dan terinfeksi limbah kimia. Belum lagi pembunuhan masyarakat sipil atas nama keamanan di areal atau wilayah pertambagan PT. Freeport, dari TNI dan POLRI dengan stigma TPN/OPM dan separatis.
Padahal mereka hanyalah masyarakat biasa yang mencari nafka (seampas emas) dalam limbah kimia yang mereka buang itu. Sebab hak ulayat mereka sudah dirampas oleh mereka yang punya kuasa. Dan hasil dari itu juga, 1% saja mengatasnamakan tujuh suku dari 100%. A n e h!!!!!

Apakah situasi seperti ini yang mau anda ciptakan di Kabupaten Intan Jaya? Lalu bagaimana dengan nasib dan hak ulayat masyarakat yang sudah dirusak maupun akan dirusak? Apakah engkau mau memusnahkan aku dengan cara seperti ini? Tetapi, jika siapapun anda yang ingin memasukkan perusahan-perusahan, biar siapkan dulu sarjana pertambangan, teknik, pariwisata dan sarjana lainnya, cukup lebih dari dua puluhan orang saja, lalu masukkan perusahan-perusahan itu. Supaya putra daerah sendiri yang bekerja atas tanah leluhurnya. Karena jangan sampai orang yang kita tidak kenal, datang bekerja, dan merugikan saya dan anda.

Jika anda masih tidak bisa tahan lagi, biar siapkan saja satu wilayah luas yang bisa dihuni oleh seluruh masyarakat Intan Jaya dan masukkan perusahan-perusahan semau anda. Supaya mereka bisa hidup aman. Sebelum semua ini disiapkan, tetapi anda tidak bisa tahan untuk memasukkan perusahan-perusahan, biarlah saya dan saya yang lain bukanlah apa-apa, maka bunuh saja kami terlebih dahulu, dan masukkan perusahan apa saja semau anda dan nikmatilah hasilnya bersama tamumu di atas tanah leluhur kita. Sebab, kami sebagai generasi penerus, tidak ingin menjadi saksi atas pemusnahan manusia Intan Jaya, ulah limbah kimia perusahan tambang yang akan dioperasi maupun dibunuh atas nama keamanan areal perusahan, sebagaimana yang terjadi di Tembagapura, areal PT. Freeport Indonesia.

Akhir kata, saya dan dia sebagai bagian dari anda, hanya mengatakan; Bagi siapapun anda yang mau masukkan perusahan-perusahan itu, sebelum masyarakat sendiri siap, lebih baik stop, stop dan stop. Jangan berpikir untuk makan hari ini dan mengorban saya demi kepentinganmu. Namun, jika saya tidak ada arti apa-apa di hadapan anda, bunuhlah saya terlebih dahulu, dan lakukanlah aktivitasmu dengan “aman”, “damai” dan “tentram”, sesuai dengan kemauanmu, di atas tanah leluhurku. Sebab saya sebagai generasi penerus, tidak mau menjadi saksi atas sandiTiwara dan realitas yang anda ciptakan untuk memusnahkan alam dan manusia Intan Jaya.
Semoga, anda yang ingin masukkan perusahan-perusahan itu, memahami isi hatiku ini!!!!

Fr. Fransisco Sondegau
Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur, Abepura, Jayapura, Papua

SEBUAH REFLEKSI : DIMAKAH TERANG ITU?

Gunung yang menjulang,sungai yang deras,hutan yang menakutkan, bukit yang tinggi dan telaga yang membahayakan membuat negeri ini menyimpan sejuta harapan bagi dunia, namun ku lihat tidak ada Redup apalagi terang yang menerangi isi negeri itu.

Ku lihat mereka masih dalam kegelapan dan kebingungan. Mereka bigung mau ke arah mana? Mereka ibarat sebuah pucuk puhon yang sering dan selalu mengikuti arusnya agin. 

Foto: Mepa
Tapi ku lihat masih ada mereka yang serigala berbulu domba ingin membingungkan arah hidup mereka dan ada juga yang memanfaatkan kebingungan mereka untuk kepentingan pribadi dan kelompok, lalu ku bertanya tidak adakah seseorang untuk menerangi mereka dan negeri itu? atau apakah penghuni negeri itu sudah buta dan tuli. 

Ku mau mengajak tiap-tiap orang yang mempunyai mata hati untuk melihat,mendengar dan merasa apa yang sudah dan akan terjadi di negeri itu untuk melakukan sebuah tindakan nyata. Bukan basa-basi…!!!

Karena ku bermimpi di pagi ini; ku diberi seekor anak babi dari seseorang yang tidak ku kenal. Dia mengatakan bahwa; babi ini ku berikan kepada-mu dan kepada anak cucu-mu, lalu ku ucapkan terima kasih padanya. 

Ku membawa anak babi itu ketempat-ku dan ku memberi makan hingga besar. Di saat ku pergi ke kebun datanglah seseorang yang tidak ku kenal lalu dia membawa keluar babi tersebut dari Honai ku lalu orang tersebut membunuh babi tersebut di halaman-ku serta membakar bulunya dan membela babi tersebut lalu dia meletakkan daun beserta darah babi di halaman ku lalu dia pergi entah kemana? 
Lalu ku terkejut, ternyata itu hanya sebuh mimpi di pagi ini.
Ku mendengar,ku melihat dan ku rasakan, maka ku mau mengajak kawan-kawan Mahasiswa/I Intan Jaya se-Indonesia untuk bekerja dan bekerja demi melindungi alam dan manusia intan jaya. 

Jika kawan-kawan ada waktu dan kesempatan pada bulan JULI – AGUSTUS 2013, maka kawan-kawan boleh hadir di Sugapa Ibu Kota Kabupaten Intan Jaya untuk mengikuti kegiatan SEMINAR SEHARI yang akan di selengarakan oleh Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Timika melalui INFORMAN Dekenat Moni Puncak Jaya Sugapa di Sugapa.

Di bawa ini rencana kerja dari Bapak Uskup Timika buat masyarakat di kabupaten intan jaya. 

Umat-petugas menyadari dinamika sosial-kemasyarakat di lingkungan-nya dan berusaha mengambil peran yang tepat dalam kehidupan bersama.

"Uncen Berdarah"



 “Saudara-saudara diminta segera membubarkan diri. Sekali lagi diminta segera meninggalkan tempat,” kata aparat kepolisian dari mobil polisi menggunakan penggeras suara.

Saat itu tanggal 16 Maret 2006, kira-kira pukul 12.25 WIT. Himbauan tersebut tak diindahkan ratusan mahasiswa. Mereka tetap memilih duduk bertahan di jalan raya, tepat depan Gapura Kampus Universitas Cenderawasih, Jayapura.

Mereka duduk berhadapan dengan aparat berseragam polisi anti huru-hara. Aparat memegang pentungan, tongkat, hingga pistol. Jumlah mereka kira-kira 300-an orang. Ditambah dengan aparat intelejen yang berseregam preman kurang lebih 100-an orang. Jumlah keseluruhan hampir 400-an orang.

Aksi demo telah berlangsung tiga hari lamanya, yakni; sejak tanggal 14 Maret. Massa pendemo menamakan diri dari Parlemen Jalanan dan Front Pepera PB. Intinya, mereka menolak keberadaan PT Freeport Indonesia di tanah Papua.

Tiga tuntutan utama adalah, pertama, meminta PT Freeport Indonesia ditutup. Kedua, meminta pasukan TNI/Polri ditarik dari lokasi Freeport, dan ketiga, bebaskan 7 tahanan akibat bentrokan di Timika, Papua.

Tidak sampai hitungan menit setelah datangnya suara tadi, lima aparat kepolisian dari pengendalian masyarakat (Dalmas) Polda Papua keluar dari barisan. Tiga orang dari sebelah kiri massa, dan dua dari sebelah kanan. Tanpa komando yang jelas, mereka langsung menyemprot gas air mata ke arah massa.

Dengak sigap massa pendemo dibubar paksakan. Mereka dipukul. Dihajar hingga babak belur. Tidak pandang, laki-laki atau perempuan. Bahkan ada anak-anak kecil disekitar tempat para pendemo turut menjadi korban kebrutalan polisi.

Tidak terima dengan perlakuan aparat, mahasiswa balik serang. Polisi terus dihujani batu dan lemparan kayu. Tiga anggota polisi meninggal di tempat. 

Mereka adalah Pratu Daud Soleman, Seorang Anggota Pengendali Massa (Dalmas), Brigadir Syamsudin (Brimob) dan Briptu Arisona Horota (Brimob).

Mereka tak kuasa dan kabur. Daud dan Syamsudin meninggal seketika. Arisona sempat dilarikan ke Rumah Sakit Daerah Abepura, sebelum meninggal dengan luka tusuk di pinggang dan luka-luka akibat lemparan batu.

Tragedi kemanusiaan yang dikenal dengan “Uncen Berdarah” ini berlangsung kurang lebih lima menit. Ratusan mahasiswa melarikan diri. Sekitar belasan diantara mereka menyebarang ke Negara tetangga. Mereka meminta suaka di Negara Papua New Guinea. Sejak tahun 2006 hingga saat ini beberapa masih tetap berada disana.

Kira-kira pukul 14.00 WIT, aparat kepolisian dibantu Brimob Polda Papua mampu menguasai Abepura hingga Jayapura. Kota ini sangat tegang. Aktivitas lumpuh total. Tak ada warga sipil yang berani keluar dari rumah. Anak-anak sekolah yang baru saja pulang enggan berkeliaran.

Sore harinya, aparat kepolisian di bantu TNI AD melakukan operasi besar-besaran. Puluhan asrama mahasiswa yang tersebar di Abepura, dan Jayapura didatangi aparat. Tanpa sebab dan akibat, mereka diangkut paksa ke kantor polisi. Mereka dipukuli secara brutal. Bahkan ada yang dipaksa jadikan tersangka.

Besoknya, sekitar pukul 08.00 WIT pagi, pasukan Brimob masih melakukan penyisiran dan penembakan membabi buta disekitar kawasan Abepura dan Kampus Uncen. Aksi tembakan ke udara ini berlangsung sekitar 1 jam dan sempat membuat warga sekitar ketakutan, terutama anak-anak.

Dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat, Brimob melakukan penyisiran di wilayah Abepura dan Kotaraja dengan mengeluarkan tembakan ke udara. Akibat dari tembakan 3 warga sipil terkena peluru nyasar yaitu Solehah (39) terkena peluru di paha kanan, Ratna Sari (12) terkena pada jari kaki kanan, dan Chatrin Ohee (9) terkena di bagian bahu kanan. 

Selain itu tanpa komando, personil Brimob Papua melakukan sweeping terhadap setiap kendaraan yang melintas di jalan dekat Markas Brimobda Papua Kotaraja.

Dari 73 orang yang ditangkap saat aksi massa, setidaknya 10 orang telah dijadikan tersangkat. Dan hingga saat ini, beberapa masih menjalan hukuman. Namun, ditubuh aparat militer, tidak ada satupun yang dijadikan tersangka. Ini tentu tidak adil.

Aparat Militer telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap mahasiswa dalam peristiwa “Uncen Berdarah” , dan karena itu harus ada yang segera bertanggung jawab. Ini tentu menimbulkan sikap ketidakpercayaan rakyat Papua terhadap Negara Indonesia.

Selpius Bobii, yang juga mantan tahanan politik kasus 16 maret, dan saat ini sebagai Sekjen Front PB kepada tabloid Jubi beberapa waktu lalu mengemukakan, bahwa pemerintah harus bertanggung jawab atas semua kerugian yang dialami korban pelanggaran HAM 16 Maret 2006. 

Dan kepada Kapolda Papua agar segera mencabut Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Hans Gebze serta membebaskan Tapol Napol Papua lainnya.

Awan hitam masih menggantung dilangit Papua. Kapan rasa keadilan masyarakat akan dipenuhi. Hingga kapanpun, rakyat Papua, terutama korban “Uncen Berdarah” menuntut keadilan dari Negara Indonesia. 

Tuntutan keadilan harus berlaku pada siapa saja, tanpa pandang bulu. Orang Papua, maupun bangsa dan kelompok manapun.

Sampai kapanpun, rakyat Papua tetap menuntu keadilan dari pemerintah Indonesia. Dan meminta pertanggung jawaban Negara terhadap semua insiden brutal ini. 

Tulisan ini telah dimuat di majalah Cermin Papua.
Sumber gambar Google.

Sumber: http://pogauokto.blogspot.com/2011/04/uncen-berdarah.html

Terjadi Lagi Perang Suku di Intan Jaya, Pemda Diminta Sikapi Serius

OCTHO- Perang antar suku yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah Daerah, jika di biarkan, dampaknya sangat buruk untuk pembangunan di Kabupaten Intan Jaya kedepan. Hal ini di tegaskan salah satu Tokoh Intelektual Kabupaten Intan Jaya, Anton Mirip, SE kepada media ini Kamis (18/03) kemarin. 

Menurutnya, masyarakat Intan Jaya membutuhkan pembangunan, jika terjadi lagi perang antar suku, maka cita-cita melihat Kabupaten Intan Jaya yang maju dan berkembang hanya mimpi belaka. “Kita sudah lama menantikan pembangunan di Kabupaten Intan Jaya, jangan ada kegiatan negative yang dapat menghambat pembangunan, salah satunya perang suku itu sendiri,” tegasnya. 

Lebih lanjut menurut Anton, oknum-oknum yang menimbulkan perang suku di Kabupaten Intan Jaya harus segera di proses. “Perang suku bisa terjadi karena ulah oknum-oknum tertentu, oleh sebab itu pemerintah daerah bekerja sama dengan aparat keamanan harus menangkap mereka. Kalau tidak, dampaknya untuk masyarakat luas sangat berbahaya,” urainya.

Kami minta kebiasaan perang suku yang selalu terjadi di Timika sana jangan di bawah sampai di Kabupaten Intan Jaya. Karena masyarakat Intan Jaya saat ini sedang menantikan pembangunan. Dulunya Intan Jaya adalah daerah yang aman, namun sejak perang suku yang terjadi sekitar tahun 2007 lalu membuat daerah ini bisa konfliki terus. 

“Di Tahun 2007 lalu saat konflik, memang Kabupaten belum masuk, sekarang bebeda, Kabupaten telah masuk, sehingga masyarakat Intan Jaya harus mengerti, dan menerima kehadiran pemekaran Kabupaten baru ini. Jika kita timbulkan konflik terus, sama saja kita tidak siap menerima pembangunan,” tegasnya. 

Kata Anton, saat ini semua menantikan pembangunan, bukan hal-hal lain, termasuk perang suku. Ini zaman sudah modern, jika terjadi perang suku terus, otomatis kita akan di tertawakan daerah lain. “saya sebagai anak asli Intan Jaya rasa bersedih jika intan Jaya perang suku terus, padahal ada masyarakat lain yang menantikan pembangunan, Jangan ada lagi korban yang berjatuhan karena perang ini,” jelasnya.

Pemerintah Daerah Intan Jaya, bersama dengan aparat keamanan di minta memberikan perhatian yang serius terkait hal ini. “Pemda dan aparat keamanan perlu memberikan perhatian kepada persoalan ini, jika ada yang terbukti bersalah di proses hukum saja, karena sudah tentu mereka mengambat pembangunan di Kabupaten Intan Jaya,” tegas Anton mengakhiri komentarnya. 

Sekedar di ketahui, perang antara suku kembali terjadi lagi di Kabupaten Intan Jaya, Distrik Agisiga dan Hitadipa, telah memakan korban I jiwa. Kabar yang beredar, perang suku tersebut di sebabkan oleh persoalan wanita. Hingga saat ini perang suku masih terus berlangsung. (op)

Sumber: http://pogauokto.blogspot.com/2010/03/terjadi-lagi-perang-suku-di-intan-jaya.html

Pedagang Asli Papua Harus Diperhatikan

OCTHO- Kurang lebih 9 tahun lamanya pedagang asli Papua, LSM dan pihak gereja yang tergabung dalam Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP) berjuang untuk mendapatkan fasilitas pasar. Tuntutannya hanya satu, pemerintah segera realisasikan pembangunan pasar dan fasilitasnya bagi pedagang asli Papua. Tuntutan dalam bentuk demo ini pernah mereka layangkan ke Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Perwakila Rakyat Daerah (DPRD) Kota Jayapura, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan terakhir sampai juga ke Kantor Gubernur Provinsi Papua, Gedung Negara, di Dok II Jayapura. 

Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua telah hadir cukup lama, namun wajah dan roh dari pada UU ini sama sekali tidak menyentuh pedagang asli Papua. Amanat Otsus berbicara banyak tentang pemberdayaan orang asli Papua di atas tanah leluhur mereka sendiri, namun apa kata, sampai saat ini hal itu tidak pernah di jalankan oleh pemerintah.

Pemerintah selama ini beranggapan bahwa tuntutan pedagang asli Papua untuk mendapatkan fasilitas pasar adalah tuntutan yang biasa-biasa saja, padahal tidak, ini sebuah tuntutan yang lahir dari sanubari hati, dimana ingin menunjukan bahwa pedagang asli Papua mampu dan dapat bersaing secara sehat dengan para pedagang non-Papua. 

Sebuah kenyataan yang menggenaskan, saat ini semua sektor perekonomian dan pasar di kuasai oleh penduduk non-Papua. Kehadiran mereka telah menyingkirkan penduduk asli secara tidak langsung, di tambah lagi dengan kepercayaan pemerintah daerah maupun provinsi yang berlebihan pada mereka. Pedagang asli Papua di buat betul-betul tidak berdaya. Menjadi pertanyaan, inikah wajah Otonomi Khusus yang sebenarnya? 

Harus kita akui, ketika melihat ekonomi pasar di kuasi oleh penduduk non-Papua, sebenarnya kesalahan utama terletak pada pemerintah daerah maupun provinsi yang tidak pernah “berani” mempercayakan pedagang asli Papua untuk maju, mandiri serta bersaing secara sehat dengan pedagang non-Papua. Pejabat birokrasi yang berhubungan langsung dengan pemberdayaan ekonomi lebih pintar membual dari pada menepati janjinya. 

Mengapa pembangunan pasar dan fasilitas yang lebih baik perlu untuk pedagang asli Papua, sudah tentu semua untuk mengakomodir kepentingan pedagang asli Papua yang selama ini terpinggirkan di atas tanah leluhur mereka. Banyak di antara mereka yang telah menjadi korban, beberepa di antara telah meninggal dunia, mereka seperti; Ibu Ice Kayame, Maria Yogi, Ibu Numberi dan masih ada beberap lagi yang belum kami data secara jelas. Identitas dari pada rakyat Papua harus ada, sehingga sudah tentu konsep dan pembangunan pasar harus mengarah kepada identitas orang asli Papua itu sendiri. 

Konsep dan jenis pasar yang telah di usulkan sendiri harus ada 5 lantai. Lantai 1-2 untuk menjual berbagai bahan makanan yang berjenis basah, seperti; lauk pauk, sayur mayur, buah-buah, singkong, ubi, keladi, dll. Sedangkan lantai 3-4 untuk tempat menjual berbagai aksesoris, benda-benda antic, seni budaya, seni ukir, baju batik dan kerajianan tangan ala Papua, dan lantai yang terakhir adalah untuk sebuah kantor, ruang koperasi, serta tempat pendidikan untuk anak-anak usia dini.

Pemerintah memunyai hak, memunyai kewenangan, serta memunyai kapasitas tertinggi untuk kemajuan ekonomi di Papua, amanat Otsus memberi jaminan soal itu. Jika ada yang mengatakan bahwa pemerintah pusat masih berwenang, itu tidak-lah benar. Selama ini pemerintah tidur soal pekerjaan mulia ini, pekerjaan memberdayakan ekonom atau pedagang asli Papua sendiri. 

Yang menjadi pertanyaan saat ini, kemana orang-orang Papua yang pintar, pandai serta bergelar tinggi-tinggi, yang katanya mempunyai konsep yang bagus untuk pembangunan dan pemberdayaan rakyat Papua? Bukankah banyak dari antara mereka yang telah “terselip” masuk di struktur pemerintahan (birokrasi). Jangan sampai, ada imits dari masyarakat luas, bahwa segala “kelebihan” itu di pakai untuk membual, berbohong untuk korupsi, menjarah, bahkan sampai merampok uang rakyat kecil. 

Pemerintah harus insaf dan memberikan perhatian yang penting terhadap tuntutan ini, tuntutan ini lahir dari tangisan, kerinduan, serta sebuah harapana, dimana pedagang asli Papua dapat maju dan berkembang di atas tanah leluhur mereka sendiri. Mungkin sudah saatnya pemerintah membangun sebuah kepercayaan, salah satunya dengan cepat realisasikan janji-janji yang pernah di kumandangkan saat pemilihan kepala daerah di langsungkan beberapa tahun silam. 

Aksi demo yang di lakukan dari tahun ke tahun oleh pedagang asli Papua, akhirnya telah sedikit membuahkan hasil, dimana saat Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu, S.H saat menerima masa pada tanggal 15 September 2009 lalu di Gedung Negara, Dok II Jayapura, yang mana mengatakan dengan jelas bahwa akan segera memfasilitasi agar pembangunan pasar bagi pedagang asli Papua segera di realisasikan.

Tindak lanjut dari pada pernyataan itu, maka kami tetap menuntut terus, agar janji dari pada gubernur Papua segera di realisasikan. Hal ini juga agar kepercayaan public kepada seorang pimpinan di daerah Papua tidak begitu saja menurun. Semoga aspirasi, harapan dan keinginan pedagang asli Papua ini secepatnya di realisasikan. 


Jayapura, 15 Mei 2010

Sumber gambar: kompas cetak
Sumber: http://pogauokto.blogspot.com/2010/05/pedagang-asli-papua-harus-diperhatikan.html

Kenapa Rakyat Papua Menuntut Referendum?

OCTHO- Tuntutan rakyat Papua untuk memisahkann diri dari NKRI semakin nampak. Yang menjadi pertanyaan, kenapa orang Papua menuntut memisahkan diri, padahal dana Otsus sekian banyak bergulir ke Papua tiap tahunnya. Bukankah Otsus sudah “memerdekakan” orang Papua?

Dewan Adat Papua (DAP) bersama rakyat Papua pada tanggal 12 Agustus tahun 2005 pernah mengembalikan UU Otsus kepada pemerintah pusat melalui DPR Papua. Mereka berjalan sejauh 12KM dari Abepura sampai ke Jayapura dengan kekuataan massa 10.000 orang. Mereka kecewa, karena UU Otsus tidak member manfaat apa-apa.

Beberapa tahun kemudian tutuntan itu semakin nampak, bahkan lebih radikal lagi, dimana lembaga yang di bentuk negara juga ikut bersuara. Pada tanggal 28 Juni 2010 lalu massa Forum Demokrasi Rakyat Papua Bersatu (FORDEM) bersama rakyat Papua berjalan sejauh 12 KM dari Abepura ke Jayapura, tepatnya di kantor DPR Papua, mereka mengembalikan Otsus karena gagal, dan dan memilih opsi referendum sebagai solusi. 

Apa yang salah dari UU Otonomi Khusus? Dan kenapa rakyat Papua minta referendum? Di bawah ini saya menuliskannya.

Merasa Bukan Bagian Dari NKRI

Rakyat Papua merasa mereka bukan bagian dari NKRI. Banyak perbedaan yang sangat nampak antara mereka dengan orang non-Papua. Perbedaan itu juga paling nampak dari segi sosial dan budaya rakyat Papua dengan orang non-Papua. 

Mereka sadar, perbedaan itu tidak mungkin di satukan dengan bangsa lainnya di manapun, termasuk bangsa Indonesia. Mulai dari cara hidup mereka yang berbeda sampai pada kebiasaan hidup yang berbeda pula. Perbedaan warna kulit dan rambut juga menjadi pertimbangan. Mereka beranggapan bahwa mereka ras Melanesia yang tentunya sangat berbeda dengan ras melayu.

Selain itu, orang Papua juga merasa tidak pernah di libatkan dalam pembangunan. Kehadiran UU Otsus bukan justru memberikan kesempatan kepada rakyat Papua mengembangkan dirinya, namun lebih memberikan kesempatan kepara orang non-Papua untuk berkarya. Sudah tentu rakyat Papua akan semakin terpuruk, dan orang non-Papua yang akan maju dan berkembang. 

Diperlakukan Tidak Adil dan Diskriminatif

Banyak kebijakan pemerintah pusat yang dinilai tidak adil dan diskriminatif terhadap rakyat Papua. Pemerintah lebih mementingkan ekonom dari luar Papua dari pada orang asli Papua sendiri. Bukan menyangkut bidang ekonomi saja, beberapa bidang juga demikian. Mereka merasa diperlakukan sangat tidak adil dan penuh diskriminatif. Padahal UU Otsus telah berbicara banyak tentang sistem permberdayaan masyarakat lokal.

Contohnya lagi, kebijakan pembangunan transmigrasi yang menganaktirikan penduduk lokal. Kebutuhan para transmigran yang akan menempati sebuah tempat di sediakaan dengan baik, lahan di sediakaan juga, tapi bagaimana dengan nasib penduduk lokal, apakah pemerintah memperhatikan mereka juga? 

Kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan investor swasta dan asing yang lebih mempunyai banyak modal juga sering kali menjadi masalah. Padahal investor asing tak begitu paham dengan sifat, karakter dan cara hidup masyarakat setempat. 

Tidak Pernah Menikmati Sumber Kekayaam Alam


Banyak investor asing yang tertarik menanamkan investasinya di Papua. Mereka tahu, kalau Papua adalah daerah yang memilki banyak kekayaan alam. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah ikut mendukung upaya itu.

Misallkan, PT Freeport Indonesia adalah salah satu perusahan Multinasional pertama yang menanamkan investasinya di bumi Amungsa, Papua. Mereka telah beroperasi sejak tahun 1967, dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) diberlangsungkan. Berarti sudah hampir 35 Tahun mereka di tanah Papua. 

Selain PT Freeport Indonesia, adalagi Briths Petroleum (BPT) perusahaan yang menambang gas di Teluk Bintuni, Papua. Keduaanya menjadi icon perusahaan asing yang lainnya di tanah Papua. BTP juga sama, telah lama hadir di bumi cenderawasih, namun manfaat apa yang mereka berikan menjadi pertanyaan?

Perusahaan asing yang ada di Papua lebih mementingkan kepentingan bisnis mereka dari pada memperhatikan hak-hak adat masyarakat setempat. Bahkan suku Amugme yang konon di beri janji macam-macam oleh petinggi PT Freeport Indonesis saat akan beroperasi saat ini hidup sangat terpuruk. Orang Papua tidak menikmati hasil kekayaan alamnya sendiri.

Selalu Ditindas dan Dibunuh

Orang Papua selalu ditindas dan dibunuh atas nama pembangunan diatas tanah mereka. Perebutan lahan antara pemerintah dengan masyarakat, investor dengan masyarakat paling sering terjadi dan menelan korban jiwa dari masyarakat sipil yang begitu banyak.

Tumpukan pelanggaran HAM sejak Papua integrasi ke dalam NKRI juga belum pernah di selesaikan. Misalkan, kasus Wamena dan Wasior berdarah yang menelan korban jiwa sangat banyak juga tidak pernah di selesaikan hingga saat ini. Masih menjadi pertanyaan, apakah pelaku-pelaku tersebut kebal terhadap hukum atau justru hukum yang takut untuk menyentuh mereka? 

Kasus pembunuhan Theys Hiyo Eluay, tokoh adat sekaligus tokoh politik orang Papua di tahun 2001 juga belum pernah di selesaikan hingga saat ini. Rakyat Papua hanya butuh keadilaan dari pemerintah Indonesia. Kenapa yang mencuri ayam satu ekor saja bisa di sentuh oleh hukum, namun para pembunuh tak bisa tersentuh oleh hukum?

Tidak Menerima Pelaksaanaan PEPERA 

Penentuaan Pendapat Rakyat (PEPERA) Papua adalah sebuah rekayasa yang di lakukan Amerika Serikat, Indonesia, Belanda dan PBB. USA memilki kepentingan dari segi ekonomi, yakni; untuk menanamkan investasinya di tanah Papua. 

Menjadi pertanyaan, kenapa PT Freepornt Indonesia di ijinkan beroperasi di Papua pada tahun 1967 padahal PEPERA baru akan di laksanakan pada tahun 1969. Jadi PT Freepornt Indonesia hadir di Papua dua tahun sebelum Papua integrasi ke dalam NKRI. 

Pelaksanaan PEPERA juga tidak demokrasi dan melanggar hukum internasional karena rakyat Papua tidak di libatkan secara penuh untuk menentukan hak-hak mereka. Saat itu pemerintah Indonesia memilih 1025 orang dan beberapa orang dari luar Papua untuk menentukan pilihan. Saat itu meraka berada di bawah ancaman dan todongan Militer Indonesia. 

Sejarahwan belanda Prof Drooglever dalam bukunya “Een Daad van Vrije Keuz : De Papoea’s van westelijk Nieuw-Guinea en de grenzen van het zelfbeschikkingsrecht” telah menguraikan panjang lebar tentang kegagalan pelaksanaan PEPERA di tanah Papua secara baik dan benar. Jadi sampai saat ini orang Papua tidak pernah menyetujui integrasinya Papua ke dalam NKRI. 

Pemerintah Perlu Membuka Diri

Tuntutan untuk memisahkan diri akan terus nampak ke permukaan. Pemerintah Indonesia perlu segera membenahi diri, agar tuntutan ini juga tidak berdampak luas kepada dunia Internasional. 

Mungkin kita masih ingat, bagaimana pada tahun 2005 lalu 37 anggota Kongres Amerika yang menyurati langsung presiden Indonesia perihal memohon pembebasan kedua tahanan politik di Papua; keduanya adalah Filep Karma dan Yusak Pakage. 

Amerika Serikat dan Dunia internasional betul-betul akan respon pada setiap persoalan di Papua. Saat kedatangan Eni Faleomavaega ke Indonesia dan Papua, beliau menyatakan bahwa mendukung UU Otsus di Papua, tapi bagaimana jika masyarakat Papua sudah menolak dan mengembalikan Otsus kepada pemerintah pusat? 

Jawaban apa yang akan pemerintah berikan kepada anggota Kongres Amerika atau dunia internasional menyangkut kegagalan Otsus di tanah Papua? Sedia payung sebelum hujan itu penting. Pemerintah perlu membuka diri dan menerima apa yang menjadi keinginan rakyat Papua, sebelum tiba bom waktu itu.

Sumber gambar Google

 Sumber:http://pogauokto.blogspot.com/2010/08/kenapa-rakyat-papua-menuntut-referendum.html