MEKANISME PEMILIHAN BUPATI KABUPATEN INTAN JAYA

MEKANISME PEMILIHAN BUPATI KABUPATEN INTAN JAYA

POLITIK TANPA MANI POLITIK APAKAH BISA,.?
Salah satu keprihatinan publik yang sangat mendalam saat ini adalah merebaknya praktik politik uang (money politics) dalam kehidupan politik di Tanah Air. Politik uang ini benar-benar dikembangkan oleh para politisi dan parpol dalam setiap aksi politiknya,
 baik dalam hal membeli kekuasaan maupun dalam hal merebut suara rakyat dengan uang. Inilah yang membuat rakyat menjadi ketagihan sehingga sulit keluar dari perangkap yang disebut perangkap money politics tersebut. Politik uang ini memang, seperti yang dikatakan ahli politik Frederic Charles Chaffer (2007), terjadi di semua negara demokratis, termasuk Amerika Serikat, atau di semua negara yang mempraktikkan demokrasi dalam sistem politik dan pemerintahannya.
 Tetapi, bagi Indonesia, politik uang itu semakin kerap dilakukan secara terbuka, bahkan mulai diterima sebagai suatu kewajaran politik. Inilah yang membuat praktik politik uang di negeri ini semakin “ibarat virus ganas yang sulit dicegah dan dimatikan”. Mengapa? Karena uang yang dikeluarkan di jalan perebutan kekuasaan akan dikembalikan ketika berkuasa. Ada banyak indikasi betapa semaraknya money politics dalam demokrasi yang melahirkan pemerintahan korup. Banyak kepala daerah yang korup karena telah membayar mahal kursi kekuasaan ketika kampanye pemilihan.
Demokrasi Berbiaya Mahal
Karena begitu maraknya politik uang, diambah dengan pemilu atau pilkada yang berbiaya mahal, tercuatlah aneka kritik soal mahalnya biaya demokrasi di era reformasi. Demokrasi yang begitu mahal tidak sebanding dengan hasil kesejahteraan atau perbaikan nasib bangsa yang merupakan tujuan final demokrasi. Sistem demokrasi yang sudah disepakati untuk dijalankan di negeri ini memiliki tujuan, yakni menciptakan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Kesepakatan publik politik di Tanah Air untuk menjalankan demokrasi dalam sistem politik dan pemerintahan ini disebabkan pada masa Orde Baru terlihat otoritarianisme gagal memajukan kesejahteraan rakyat seluruhnya. Di masa itu, hanya segelintir orang yang dapat menikmati “kue ekonomi” yang sangat besar, tetapi hanya bertumpuk di pusat kekuasaan, sedangkan rakyat kebanyakan yang berada jauh dari pusat kekuasaan tidak mendapat kebagian.
Keadilan dan kesejahteraan yang dicita-citakan tatkala dibangunnya kontrak politik di awal kemerdekaan pun hanyalah impian. Negara seolah-olah berjalan sendiri tanpa rakyat. Negara hadir, ibarat seorang politisi, setelah terpilih menjadi pemimpin, secara serta-merta meninggalkan rakyat dan melupakan seluruh janji politiknya. Di samping itu, dengan berdemokrasi, terlahir kebebasan pers yang bisa menjadi pengontrol jalannya roda pemerintahan. Segala kebobrokan pemerintahan dapat dibersihkan seminimal mungkin lewat kritik dan kontrol pers yang bebas.


“BERTOLAK DARI DIRI KEMBALILAH KE JATI DIRIMU”
Budaya merupakan kebiasaan yang selalu dilakukan ulang-ulang disuatu daerah atau wilayah.  Budaya itu sudah ada sejak nenek moyang suatu suku bangsa diciptakan dan ditempatkan oleh Sang Pencipta Tuhan Yang Maha Kuasa. Budaya menujukan suatu suku Bangsa disuatu derah atau wilayah.  Demikian pula dengan budaya suku Moni yang menunjukan suku bangsa Moni di Intan Jaya.
Budaya Moni selalu mengutamakan dan mengajarkan nilai-nilai luhur harga diri seseorang sebagai manusia yang Utuh.  Hal ini dilihat dari “belas kasihan” seseorang kepada seorang yang lain, seperti dalam perang, seorang musuh akan menyerahkan  tali busur dan anak panah kepihak lawan ketika tali busurnya putus atau anak panahnya habis. Walaupun dalam keadaan yang sangat berbahaya di medan perang budaya Moni mengajarkan“ KASIH”.
             “Budaya ini terkikis habis-habisan dengan perkembangan jaman ini” yang mengutamakan korupsi, kolusi, nepotisme dan ambisi yang membudaya.  Korupsi, kolusi, nepotisme dan ambisi yang membudaya ini merupakan “budaya melayu indonesia”  yang sudah darah daging diberbagai kalangan.
Budaya Ini menujukan bahwa budaya suku bangsa orang lain yang “dipaksakan”   untuk menjadikan  budaya-nya, sehingga berbagai kalangan menjadi Gila, Binggung, Nafsu yang akhirnya membuat diri mereka tidak bisa tenang.  Sehingga mengantar mereka kejurang Kegelapan dan Hawa Nafsu.
Peran budaya membawa ajaran Tuhan Yang Maha Kuasa dalam tata etika politik dan perubahan sosial disuatu derah atau wilayah, apabila itu dilihat, ditekuni, diterjemakan dan diterapkan  dengan “Hati dan Kasih sesuai dengan Jati Diri Suku Bangsa Itu”.
Kembalilah  kepada  Jati Dirimu, yakni  “MIGANI”  yang artinya “Mene Ngane Duwile” kasihanilah sesamamu, jadi apa adanya, artinya sudah cukup dengan apa yang ada pada kita.  Kita tidak boleh Mencuri bagian dari orang lain atau Merampas Hak orang lain.  “MIGANI” inilah sesunggunya “Jati Diri Suku Bangsa MONI”.
Kembali kepada Jati Diri, bukan ajakan untuk menarik diri dan bersembunyi.  Kembali kepada Jati Diri dilakukan dalam rangka untuk dapat keluar menampilkan diri lebih bijaksana dalam mengikuti jalan Tuhan. Kembali ke jati diri agar dapat melangka lebih baik;  mundur sesaat untuk dapat melangka maju lebih bijak.  Kembalilah kepada jati diri. Mengapa kita harus melarikan diri dari jati diri kita untuk mencari setumpuk kesenangan yang membawa kita kejurang kegelapan dan hawah nafsu.
Seseorang yang benar-benar dapat menyelami “Kasih dan kebenaran” akanmengenal jati dirinya. Orang yang mengenal jati dirinya akan mengenal YAHWEH ELOHIM (Tuhan Allah) Yang punya kuasa atas langit dan bumi secara baik dan tulus.
Kembali kepada jati diri bukan sekedar ingin melarikan diri dari kenyataan rumit hidup, melainkan untuk memiliki cakrawala yang lebih luas agar dapat mengarahkan diri dalam langka hidup yang lebih baik dan benar,yaitu semakin memahami, mengerti, menerima, memperhatikan serta menerapkan apa yang terkandung dalam nilai-nilai  “MIGANI”  itu sendiri.

 Semua Daerah telah terbukti bahwa melalui mekanisme Demokrasi telah menimbulkan Korupsi, kolusi, nepotisme dan ambisi yang membudaya, ini merupakan “budaya melayu indonesia”  yang sudah darah daging diberbagai kalangan yang akhirnya akar rumput yang menjadi korban politik dan korban pembangunan.
Elit – elit itu ibarat manusia serigala berbuluh domba yang menjadi pemangsa sesama manusia melalui cara dan gaya yang diberikan oleh negara sehingga mereka menjadi boneka yang harus mengikuti tuannya. elit – elit dipapua seperti televisi dan pemegang remotnya adalah tuan – tuan mereka dijakarta.
Hal ini menandakan bahwa orang papua bisa dibeli, bisa disogok, bisa dirayu dengan mudah.
Sekarang yang menjadi pertanyaan kami adalah apakah agama duluan atau budaya duluan,…? Kalau menurut saya budaya lebih dulu lalu agama dan kemudian pemerintah. Sehingga elit – elit yang membunuh sesamanaya dikatakan sudah melangar budaya dan agama, ibaratnya mereka Perkosa Mama mereka karena budaya adalah mama.
untuk pemilihan Bupati Kabuparen Intan Jaya yang akan dilakukan beberapa bulan kedepan harus dan harus memakai mekanisme budaya atau bakar batu (kenoga saiggiya), jadi masyarakat memasak daun dengan memberi tanda setip  calon- calon Bupati kabupaten Intan Jaya.
 Bakar batu mulai dari masing - masing kampung (Desa) dengan menyebutkan nama-nama calon Bupati Kabupaten Intan Jaya. Hasil dari tiap kampung itu akan dimasak  tiap- tiap Distrik dan hasil dari tiap-tiap Distrik dimasak di Kabupaten. Hal ini dilakukan  untuk megetahui calon Bupati siapa yang dinyatakan terpilih secara alamia ,orang yang terpilih secara alamia  itulah yang akan memimpin dikabupaten Intan Jaya.

 suarah akar rumput Intan Jaya harus menjadi mutlak untuk diberikan kepada orang yang dipilih secara alamia itu (kenoga sagiya) karena  demokrasi modern itu bisa saja terjadi hal-hal yang kita tidak inginkan bersama, yakni demokrasi itu dikibiri, bisa dibayar, bisa disetting demi kepentingan semata, bisa dimainkan sesuai kemauan manusia tertentu atau kelompok tertentu.

Apabila mekanisme “bakar batu atau kenoga sagiya” ini tidak dilaksanakan pada pemilihan Bupati kabupaten Intan Jaya, maka akan melahirkan dua persoalan besar, yaitu:
1.      Pemilihan Ulang Kepala Daerah
2.      Perang Marga atau Perang Suku yang dilahirkan dari para politikus kabupaten Intan Jaya.
Apabila kedua persoalan diatas muncul, maka siapa yang untung dan siapa yang rugi,…? Yah,..yang jelas yang diuntungkan tetap untung dan yang dirugikan tetap rugi dan konflik terus berkepanjangan.

Terbukti bahwa mekanisme demokrasi ala barat yang gunakan selama ini tidak memberikan manfaat bagi rakyat dibelahan dunia mana saja, karena pemimpin yang dilahirkan melalui mekanisme demokrasi modern itu kurang mampu melakukan terobasan karena pemimpin itu diangkat oleh kehendak manusia, dan belum tentu pemimpin yang diangkat melalui demokrasi modern ini dikehendaki oleh alam secara alamiah.

Mekanisme bakar batu (kenoga sagiya) ini memiliki keunikan tersendiri, yakni pemilihan pemimpin lahir secara alamiah (murni) tanpa adanya unsur kepentingan, tanpa adanya unsur politik uang, tanpa adanya usur pilih kasih.  Inilah yang dikatakan demokrasi alamiah  atau demokrasi sejati,..Semoga,..!!!

                                                      Maisini Sege – Ju, Holandia, Selasa 13 September 2011


“ ORA ET LABORA”
SALAM PERUBAHAN,…!!!
“APA YANG ENGKAU TABUR KINI, ENGKAU AKAN MENUAINYA”

Migani Dole

AKU MENGHARAPKAN IBUKU YANG DIAM MEMBISU

Aku sudah kehabisan kata – kata Aku sudah tak berdaya lagi Mereka melihatku seperti aku orang asing dinegeri ini Mereka memandangku seperti binatang buas yang harus diburuh dan dibunuh Aku tidak kenal mereka Siapa mereka cobah lihat dipelabuhan dengan kapal putih Cobah lihat dibandar udarah seluru papua Siapa mereke Penghuni dinegeri inipun seakan disuap dan disogok Bahkan dibeli Siapa mereka Aku melihat mereka manusia tapi berbuluh serigala Aku sakit melihat hal ini Apakah ini akan terus dan terus berlanjut Aku sudah tak berdaya Aku hanya ingin belajar dan belajar untuk mengerti dan memahami mamaku Biarlah mama menjawab keluhan ini Aku rasa tidak ada jalan lain selain meminta mama untuk berbicara dan berteriak Mama engkau yang bicaralah dan berteriaklah Aku sudah tak sanggung lagi menerima semua ini Aku percuma menjadi anjing jalanan Aku ingin tungguh waktunya kapan mama berbicara dan berteriak Aku ingin mengatakan bahwa; “Yahweh Elohim Menciptakan Semua Manusia Didunia Dari Tanah, Maka Kembalilah Ketanah”
PEMDA INTAN JAYA Dan SUBSIDI PENERBANGAN INTAN JAYA Dari tahun ke tahun masyarakat selalu mengeluh masalah penjualan tiket penerbangan PT Merpati hingga kini PT. Aviastar Mandiri dengan tujuan Nabire – Soko Paki – Sugapa Intan Jaya. dulunya penerbangan Merpati melayani dengan membuking tiket sebelum satu minggu berangkat bahkan ada yang dua minggu. Disni masyarakat selalu dijadikan obyek dari polisi KP3 Udarah untuk mendapatkan uang dengan tujuan memberikan tiket luar secepatnya kepada masyarakat intan jaya. masyarakat biasanya membayar melebihi penjualan tiket biasa, yaitu antara enam ratus ribuh rupiah sampai dengan lima ratus ribuh rupiah, harga sebenarnya adalah dua ratus ribih rupiah. Sehingga orang yang dapat tiket luar itu yang biasanya diberangkatkan duluan ke Sugapa. Sedangkan masyarakat yang melalui jalur buking kadang berminggu minggu bahkan bulan mereka masih datang ke bandara Nabire untuk mengecek tiket penerbangan. Hal ini membuat masyarakat selalu ribut dari minggu ke minggu bahkan tahun hanya untuk mendapatkan tiket secepatnya dan berangkat ke Sugapa. tidak ada jalan kelur yang terbaik untuk mendapatkan tiket, karena masyarakat Intan Jaya pada umumnya berada di Nabire, wah,… kenapa masyarakat Intan Jaya sebagian besar berada di Nabire, Intan Jaya kan sudah ada kabupaten too,… kenapa harus bermukim di Kabupaten lain. Akhir – akhir ini sering terjadi keributan hanya masalah tiket untuk berangkat ke Intan Jaya. tepatnya pada hari sabtu 09 Juli 2011 pukul 10.35 terjadi keributan di agen Aviatar Mandiri. Hal ini bemula dari sala satu tokoh pemudah asal intan jaya, Jhon Sani yang ingin menanyakan tiketnya yang sudah dua minggu dibuking dan sudah dibayar kepada agen Aviastar Mandiri, namun agen tidak menjawabnya dengan baik sehingga membuat Jhon marah akhirnya terjadi keributan. Keributan macam ini tidak mungkin terjadi dan ini bukan baru pertama kalinya terjadi, karena penerbangan subsidi bagi masyarakat selau diambil ahli oleh Pemerintah Kabupaten Intan Jaya, sebenarnya hari – hari penerbangan subsidi sudah diatur, yaitu hari senin, Selasa, kamis dan Jumat bagi masyarakat, sedangkan hari rabu dan sabtu bagi Pemerintah sehingga pemerintah jangan mempersempit ruang masyarakat, kata Benyamin Maisini. Ditempat yang sama sala satu masyarakat mengatakan bahwa harus mencari jalan kelur yang tebaik agar kedepan tidak tejadi keributan. Dia menambakan bahwa penerbangan subsidi seharusnya untuk masyarakat bukan untuk pemerintah, sehingga pemerintah jangan ambisi dengan penerbangan untuk masyarakat. Pemerintah harus pake regular atau ektra, karena setiap pemda Intan Jaya mau keluar masuk perjalanan dinas makai penerbangan Subsidi. Hal ini mempersempit ruang gerak masyarakat sehingga selalu terjadi keributan. Untuk mengatasi keributan itu harus ada jalan kelur yang dapat dibicarakan oleh pemda Intan Jaya bersama Agen Aviastar, jangan salakan agen karena Agen hanya menjalankan tugas yang dipercayakan Pemda, sehingga mau tidak mau suka tidak suka harus turuti keinginan pemda Intan Jaya, kata masyarakat yang tidak mau namanya disebut. Hal yang senada diungkapkan oleh Hengki Mujijau bahwa yang selama ini menjadi halangan bagi masyarakat adalah dengan dikontraknya pesawat untuk membawa bahan bangunan ke Intan Jaya dan juga Pemda Intan Jaya tinggal kontak ke Agen Aviastar bahwa tolong sediakan tiket secepatnya untuk keluarga Pemerintah yang mau berangkat ke Intan Jaya. hal ini membuat agen Aviastar juga bingung, sehingga mau tidak mau harus sediakan tiket untuk keluarga pejabat. Menurut penulis yang menjadi keributan selama ini di Agen Merpati maupun Agen Aviastar di Nabire adalah dengan kehadiran Pemerintah Kabupaten Intan Jaya di Kabupaten Nabire, sehingga masyarakat Intan Jaya sebagian besar turun dari Intan Jaya mengejar pemda Intan Jaya, karena masyarakat mau sampaikan keluhan mereka sama siapa di Intan Jaya,..? dan juga masyarakat Intan Jaya sudah cukup puas dengan adanya Pemda ditengah – tengah mereka dan berbaur dengan mereka, sehingga keluhan – keluhan masyarakat bisa disampaikan secara lisan maupun tulisan dan juga dengan kehadiran pemda di tengah – tengah masyarakat terjadilah perputaran uang, sehingga yang jelas masyarakat sebagian besar tidak mungkin turun ke Nabire dan tinggal di Nabire selama beberapa minggu bahkan bulan, karena pemda pada umunya sudah ada di Intan Jaya. “Ora Et Labora” Salam Perubahan,….!!! Apa Yang Engkau Tabur Kini, Engkau Akan Menuainya

GURU HARAPAN KU

*) Komisi
Sebelum mengawali tulisan ini, kami (Komisi) ingin naikkan pujih dan syukur kepada Yesus dari Nazareth yang selalu menjaga, melindunggi serta menuntun kami dalam setiap langka hidup kami. Kami akan menulis teladan yang patut kami turuti dari Guru kami Yesus Kristus dari Nazareth.
Yesus merupakan guru kami yang selalu mengajarkan kebenaran dan keadilan dalam hidup ini. Yesus melayani semua umat manusia dengan terlibat penuh dalam seluk - beluk kehidupan umat- Nya dan akhirnya Yesus Wafat dikayu salib atas dosa – dosa umat manusia.

Yesus mengajarkan kebenaran dan keadilan dalam hidup dan kehidupan masyarakat setempat saat itu adalah dengan berbaur dengan masyarakat setempat secara langsung. Hal ini merupakan suatu ajaran yang sangat mulia untuk diteruskan bagi orang – orang yang berbicara mengenai kebenaran dan keadilan dimana saja mereka berada. Untuk menyatakan kebenaran dan keadilan haruslah berupa tindakan yang nyata untuk melayani sesama manusia.
Berdasarkan pengalaman Yesus berupa tindakan nyata, maka kami patut mengikutinya untuk melakukan sesuatu yang bisa kita lakukan untuk sesama kita. Kita tidak perlu dengan hal- hal yang lebih besar, tetapi mari kita lakukan sesuai kemampuan kita, sebab Tuhan Allah sudah menaru kelebihan (Talenta) di dalam diri tiap – tiap pribadi.

Tulisan ini bertolak dari pengalaman kami (Komisi) selama sosialisasi pada bulan Juli sampai dengan Agustus di Kabupaten Intan Jaya. sebelum berangkat menuju Enarolai Ibu kota Kabupaten Paniai ada beberapa Guru yang baru turun dari Intan Jaya mengatakan kepada kami (Komisi) bahwa apa yang akan terjadi pada generasi yang akan datang, karena kami guru – guru sudah tidak mau mengajar, ada sebagian guru – guru yang masih mengajar karena adanya rasa kasih sayang akan generasi yang sedang bertumbuh dan juga guru – guru tersebut takut akan Tuhan dan Takut akan Masyarakat, takut bukan Guru – Guru itu akan dibunuh oleh masyarakat, namun karena Tuhan sudah menempatkan mereka sebagai Guru sehingga mereka tekun dan penuh setia dengan pekerjaan yang Tuhan Berikan sebagai Guru.

Masa depan kabupaten Intan Jaya akan hancur, karena hak – hak kami sebagai guru tidak diperhatikan secara baik. Mau mengambil hak kami harus ada keributan antara atasan dan bawaan. Hal seperti ini membuat kami kecewa sehingga kamipun tidak ingin mengajar.
Setelah mendengarkan hal itu kami (komisi) mulai bergerak ke Arah Paniai dengan menggunakan Strada yang dipake oleh komisi. Kami bermalam disana dan melanjutkan perjalanan kami dengan menggunakan perahu jongsong milik masyarakat setempat, setibanya di Pasir Putih kami melanjutkan perjalanan kami ke Ibosiga kapung perbatasan antara Paniai dan Intan Jaya.

Setelah bermalam disana besok harinya kami lalui gunug, bukit, gua sambil menikmati panorama Intan Jaya. setelah kami lalui beberapa kampung, gunung, sungai dan kami tiba disalah satu kampung tepatnya hari sabtu sore tanggal 23 Juli. Besoknya setelah ibadah kami jumpai kepala sekolah SMP setempat tepatnya pukul 1. 42 WP.
Kepala Sekolah itu mengatakan keluhannya kepada komisi bahwa apa yang adik – adik lakukan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat sangat baik untuk generasi, karena berbagai persoalan didaerah ini harus dibicarakan oleh mahasiswa/wi guna mengoreksi dan meluruskankan apa yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat.

Saya sudah tugas disini selama beberapa tahun dan saya sangat beta tinggal bersama masyarakat, namun yang menjadi keluhan saya adalah tidak ada guru tetap yang mengajar dan juga tidak ada kepala sekolah di sebagian sekolah – sekolah yang sudah dibangun.
Kami juga sangat membutuhkan fasilitas sekolah yang dapat mempermudah proses belajar mengajar, sehingga Kami mohon kontribusi dari pemerintah. Kami kekurangan bahan tulis seperti Kapur dan lain – lain dan sampai saat ini Dana Bos Triwulan belum kami terima.
Disini tidak ada guru tetap dan juga tidak ada kepala sekolah, karena guru – guru tersebjut sudah masuk dinas P & P,tetapi masih menerima dan makan Dana Bos dari sekolah – sekolah ini. Sehingga harapan saya kepada adik- adik sekalian adalah bagimana adik- adik menyuarakan aspirasi ini, agar guru – guru bisa beta ditempat ini dan mengajar dengan penuh setia, karena generasi penerus merupakan tulang punggung masyarakat, gereja, pemerintah dan negara. Bagimana menurut adik – adik..? kalau anak – anak SD tidak dibina oleh gurunya secara baik,..?

Kami (komisi) menjawab benar Bapak, yang paling mendasar adalah Sekolah Dasar (SD), sehingga kedepan harapan kami adalah hak – hak Guru SD harus diperhatikan secara baik dan benar.
Berdasarkan pengalaman cerita dari seorang guru yang bukan putra daerah setempat, namun dia tetap beta dan melayani masyarakat dan generasi setempat. teladan guru ini sangat baik dan patut ditiru, karena dia bukan putra daerah setempat namun dia sudah mengapdi bertahun – tahun disana.
Sebaliknya putra daerah setempat tidak beta melayani masyarakat dan generasi setempat namun makan gaji buta. orang – orang seperti itu menurut kami (komisi) akan menjadi Virus untuk orang – orang yang lain, sehingga Daerah dan generasi akan hancur.

Menurut Komisi Guru SD merupakan dasar yang dapat membuka pandangan seseorang untuk orang tersebut mencari dan menemukan jati dirinya sebagai manusia yang sebenarnya, sehingga dikemudian hari Guru – Guru SD, SMP, SMA di Kabupaten Intan Jaya harus menambakan hak – hak mereka terutama Guru – guru SD,karena Guru SD yang membentuk pola pikir seseorang, bila perlu tamba lagi dan tamba lagi,…!!!

Dulu gereja sebagai aktor utama untuk menyelenggarakan pendidikan dan dapat mencetak kader – kader bermutuh. Namun sekarang justru terbalik; keterlibatan lembaga negara dan instansi lainya justru menghasilkan kehancuran pendidikan dimana – mana. Situasi ini tidak bisa dibiarkan, karena orang yang tak terdidik akan menjadi penonton dan obyek turis belaka. Mereka akan tergilas oleh arus globalisasi, tergusur secara sadar maupun tidak sadar oleh banjir peradaban baru.

Orang tak terdidik tidak mampu mempertahankan diri sendiri, sulit menyesuaikan diri dengan arus perubahan dan perkembangan, susa membaca tanda – tanda jaman dan kurang mampu membuat perbedaan antara yang baik dan yang jahat, yang bisa dan tidak bisa, yang membangun dan menghancurkan, sehingga perlu memperhatikan dan menyukseskan proses pendidikan yang sudah ada dan sedang ada agar tidak menjadi mati tetapi ada harapan ke depan yang lebih cerah,..Semoga,…!!!

Tulisan ini mengajak semua pembaca untuk mencari jalan keluar yang terbaik untuk generasi penerus Kabupaten Intan Jaya dan juga untuk saling melengkapi satu sama yang lain. Jangan kita mengatakan masa depan gereja dan bangsa milik anak cucu dan ada di tangan kaum muda ternyata mereka tidak pernah dipersiapkan dan di didik secara sungguh – sungguh dan serius demi masa depan itu.
Akhir dari tulisan kami (komisi) mau mengakatakan bahwa;
Tidak Ada Manusia Yang Sempurnah di Dunia Ini, Hanya Niat Yang Sempurna, Namun Kebenaran Bukan Datang Dari Orang Lain Atau Segala Sesuatu, Tetapi Kebenaran Berasal Dari Diri Anda Yang Bersumber Dari Yahweh Elohim.


JOHN CUTTS DAN PT. FREEPORT DI INTAN JAYA

Intan jaya merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten Pania pada tahun dua ribu delapan lalu. pada saat itu Sugapa, Hitalipa dan beberapa daerah lainya di Intan Jaya masih di atur oleh pemerintah daerah Kabupaten Paniai. Pada awal tahun 1989-1990 datanglah beberapa orang barat yang menamakan diri Tim Survei. Tim survei ini diantar oleh anak pekabaran Injil di Distrik Hitalipa, yakni Jani mala, panggilan yang akrab dipakai oleh masyarakat setempat, nama sebenarnya adalah John Cutts.

Mereka datang dari Timika menggunakan Helikopter milik Airfast, setelah tibah di pos misionaris Kingmi Distrik Hitalipa mereka melanjutkan perjalanan ke Sungai Hiyabu yang letaknya tidak jau dari Pos misionaris tersebut. Setelah tibah di sungai tersebut mereka mengambil sampel berupa pasir, air dan batu-batuan dari sungai tersebut. setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke muarah sungai Hiyabu dan Dogabu lalu melanjutkan perjalanan ke muara sungai Wayabu dan Wabu dan melanjutkan perjalanan ke beberapa anak sungai dari kali Wabu. Mereka mengambil semua sampel dari sungai-sungai tersebut berupa pasir, air dan batu- batuan.

Di sungai wabu John Cutts sempat bertemu dengan sala satu warga setempat, yakni Stevanus Sondegau di Wandoga, yaitu di Wonemiggi talipa atau kali wonemiggi. John dan teman-temanyan terus melanjutkan perjalanannya ke muara sungai Tigabu dan mengambil sampel pasir,air dan batu-batuan lalu mendulang pasir. Saat itu John sempat bertemu dengan sala satu warga setempat, yakni Ojegoa Tawa Mbole Belau, nama setempat atau Didimus Belau. Didimus Belau merupakan warga Desa Bilogae Distrik Sugapa yang hari-harinya berladang Ubi, Keladi dan tanaman lainnya disepanjang sunagai Tigitalipa. Seperti biasanya John Cutts menggunakan bahasa setempat, yakni bahasa Moni, ia memberikan Informasi kepada Didimus mengenai kegiatan yang di jalaninya saat itu.

Kata John Cutts kepada Didimus dalam bahasa Moni “ A me,..mepao,..mendaga kaneta taliago kaya, Hitalipagemaya tali ne,..du ne,..homa ne,.. inigiao dia digio,. usua naga ndogo- Timika ge inua noa nggaga inuapa dutima dia diggiyo,.data kapage go wabu ge dega-dega data homeyo pialiggiyo dipage go Timika puapaya tutur John” artinya: mepa saya ikut orang-orang ini jalan ambil air, batu dan pasir dari Hitalipa untuk dilihat dalam laboratoriumTimika, dari sini kami akan melanjutkan perjalanan mengikuti hulu sungai Wabu lalu ke Distrik Homeyo dan selanjutnya kami akan ke Timika. John Cutts yang selalu di sapa masyarakat setempat Jani Mala bersama rombongan Tim Survei menuju Distrik Homeyo.

Setelah beberapa bulan kemudian tepatnya tanggal 28 september 1991 John Cutts mewakili PT. Freeport berkunjung yang kedua kalinya ke Sugapa Intan Jaya. Tujuan John Cutts adalah untuk bertemu dengan kepala Distrik Sugapa dan Para kepala suku untuk menyampaikan kegiatan PT. Freeport yang akan beroperasi di Distrik Sugapa dan Beberapa Distrik lainya di Intan Jaya.

Di saat itu pertemuan diadakan di kantor Camat Sugapa dan dihadiri oleh Hombore B. A selaku kepala Camat Sugapa saat itu dan unsur Tripika Kecamatan serta beberapa tokoh masyarakat pemilik ulayat ikut hadir dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh John Cutts di kantor tersebut. tokoh- tokoh masyarakat Moni pemilik ulayat yang hadir dalam pertemuan itu antara lain: Paulus Japugau, Yuliu Sani, Adolof Belau, Oktopianus Sondegau, Samuel Japugau, Andreas Tipagau, dan Bony Sondegu dan beberapa tokoh lainya, setelah mereka mendengar penjelasan dari John Cutts tokoh-tokoh masyarakat malah bingung dan tidak mengerti tujuan John untuk melakukan Eksplorasi (Survei) di daerah mereka, sehingga masyarakat langsung pulang kerumah mereka “tanpa menyepakati atau menyetujui” keinginan John Cutts untuk melakukan eksplorasi di daerah mereka.

John Cutts memanfaatkan keterbatasan pengetahuan dan ketertinggalan masyarakat Intan Jaya dan memasukan PT. Freeport dengan inisiatif sendiri tanpa melakukan “Perjanjian Kerja Sama / MOU ” dengan masyarakat pemilik ulayat. Walaupun “Perjanjian Kerja Sama / MOU ” belum dibuat, namun John Cutts tetap memaksakan keinginananya dengan mendatangkan PT. Freeport beroperasi di Sugapa dan beberapa tempat lainya di Intan Jaya. Cara John Cutts Ibarat perampok dan Pencuri di Siang Hari.

Cara John Cutts ini menjadi kesempatan bagi PT. Freeport untuk melakukan Eksplorasi di Sugapa, Hitalipa dan beberapa Distrik lainya di Intan Jaya, sehingga masyarakat tinggal menerima apa adanya lalu masyarakat hanya “mengusulkan kepada PT. Freeport tanpa tertulis” memperbolehkan melakukan aktifitas Eksplorasi, tetapi sebagai ganti rugi pepohonan yang ditebang oleh PT. Freeport untuk helipad, drillpad, material pad dan lain- lain harus menerima masyarakat setempat sebagai karyawan di sugapa saat itu, tutur sala satu tokoh masyarakat pemilik ulayat yang dipercayai di kampung itu.

Begitu menerima beberapa pemuda dari kampung sebagai karyawan lokal untuk bekerja sebagai karyawan PT. Freeport di Sugapa, namun mereka mengalami banyak hambatan. Meraka tidak tau apa yang harus mereka buat. Setiap pagi pukul 04. 30 subuh mereka sudah harus menyiapkan bahan dan alat untuk membangun base camp, membongkar tanah dan karyawan lainya naik turun ke hutan tempat dimana akan dibangun Halipad, Drillpad, Materialpad dan Landing site. Hari berganti- hari minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan karyawan lokal menerima upah mereka dalam jumlah yang sangat kecil.

Helikopter yang di sewa untuk eksplorasipun pergi pulang Timika tanpa henti-hentinya untuk mengantar makanan para karyawan lokal di sugapa Intan Jaya. Begitu Eksplorasi di sugapa mulai Tumbuh . Camp Manager PT. Freeport menerima TNI/POLRI yang saat itu bertugas di kecamatan Sugapa untuk mengamankan situasi setempat. Untuk membangun camp tentu perusahaan membutukan bahan bangunan, sehingga perusahan meminta masyarakat setempat untuk menyiapkan papan dan kayu buah dengan perjanjian akan dibayar,yaitu papan runcing, dengan harga RP. 15.000;- perlembar, kayu buah yang besar RP. 10.000;- dan kayu Buah sedang sebesar RP. 5.000;- perbuah. Mendengar informasi itu masyarakat setempat menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan.

Namun sangat disedihkan, bagi masyarakat setempat karena dalam pembayaran bahan-bahan lokal yang disiapkan masyarakat dibayar tidak sesuai dengan perjanjian yang sudah ditetapkan oleh PT. Freeport, malah harus ditawar lagi menjadi harga yang paling rendah dan dibelinya. Dalam transaksi tersebut masyarakat ada yang protes, maka akan berhadapan dengan TNI/POLRI untuk mengamankan masyarakat.
Apabila ada masyarakat yang masih protes, maka persoalan tersebut akan diproses oleh TNI/POLRI yang bertugas disitu, apabila ada yang masih protes dengan harga yang sudah ditetapkan oleh perusahaan, maka TNI/POLRI akan memukul warga setempat tanpa segan-segan sampai muka masyarakat babak belur, seperti salah satu warga setempat yang protes, yakni Linus Sondegau, namun sayangnya dia dipukul sampai babak belur dan terjadilah perkelahian masal antara TNI/PORI dan karyawan lokal.

Melihat hal itu masyarakat setempat tak kuasa untuk melalkukan protes lagi terhadap penipuan yang dilakukan oleh PT. Freeport di Sugapa Intan Jaya. Sedangkan John Cutts entah kemana perginya, setelah dia mendatangkan orang-orang yang tidak tau kasih itu. Karyawan lokal hanya menerima semua itu dengan berkepala dingin, karena mereka belum siap menjadi karyawan. Masyarakat setempat yang diterima sebagai Tim Hoist banyak yang jatu dari hilikopter, karena belum dibekali pengetahuan tentang keselamatan kerja.

Beberapa karyawan lokal jatuh dari hilikopter saat terjun dari udara dengan tali pengikat, seperti sala satu karyawan yang tersangkut dipohon yang letaknya dipundak gunung Wabu-Sugapa. Karyawan itu tidak tertolong namun untungnya helikopter melepaskan tali pengikat, sehingga karyawan yang bernama Didimus Japugau tersangkut di atas dahan pohon.
Kebun-kebun masyarakat setempat rusak ulah dari angin hilikopter saat mendarat membawa alat-alat perusahaan ke lokasi kerja. Pemilik kebun menuntut agar membayar semua kebun yang dirusakan oleh helikopter milik PT. Freeport, namun apa boleh buat karena prosesnya diahlikan ke pihak TNI/POLRI di Kecamatan Sugapa saat itu. Sehingga masyarakat menerima semua ketidakadilan itu dengan lapang dada.

Kegiatan Eksplorasi dilakukan di tempat-tempat sasaran masyarakat, seperti tempat berburuh, tempat mencari rotan, tempat mencari kayu, maupun tempat berkebun. Base Camp Bilagae- Sugapa dijaga ketat oleh TNI/POLRI dan melarang masyarakat berkeliaran siang dan malam hari di base camp. Babi masyarakat desa Bilogae diburuh 2- 3 ekor oleh keamanan yang menjaga base camp tanpa memberitahu kepala desa bilogae terlebi dulu, separuh daging diminta begitu saja oleh anggota, kata mereka mengganti peluruh yang hilang, sehingga mau-tidak mau pemilik babi menerima semua itu dengan lapang dada, karena takut dipukul atau tembak oleh aparat.

Malam hari base camp bilogae (Wabu) memanfaatkan kesempatan untuk membawa gadis- gadis kampung yang masih dibawah umur lalu melakukan hubungan setubuh selayaknya suami istri, bahkan beberapa istri orang diperlakukan hal yang sama. Dilain kesempatan karyawan lokal diajar bermain judi dan hal-hal negatif lainya. Apabila karyawan lokal ingin mengunjungi kelurgannya yang sakit malah dibentuk, Ayo kerja atau mau kelur, inilah julukan untuk para karyawan lokal di Wabu Intan Jaya.
PT. Freeport masuk Eksplorasi dengan sebebas-bebasnya di atas Tanah, Hutan dan Sungai di Wabu Intan Jaya ibarat Tanah dan Hutan Tanpa Tuan atau dalam bahasa Engros Tobati mengatakan “ Land and Forest Without a Master”.

Ganti rugi Flora dan Fauna sampai detik ini belum dibayar kepada Masyarakat Pemilik Ulayat. Akibat PT, Freeport merusak Alam dimana tempat-tempat perlindungan bagi hewan, tumbuhan dan tanaman masyarakat setempat, maka semua makluk yang menghuni didalamnya mengungsi ketempat-tempat yang dapat hidup lebih baik dan aman. Begitulah kisah PT. Freeport yang masuk wilayah Kabupaten Intan Jaya dan meng-Anggap Alam intan Jaya tidak mempunyai “Tuan” sehingga PT. Freeport melakuan semua kegiatan Eksplorasi semua-nya dan seenak-nya.

Demikian Kisah Penipuan, Pembodohan, dan Pencurian Terhadap Alam dan Masyarakat Intan Jaya, ini kami dibuat dengan sesungguhnya untuk diperhatikan dan ditindak-lanjuti oleh pihak-pihak terkait demi menyelamatkan tanah dan manusia setempat dari bahaya investasi yang akan mengancam kelangsungan hidup masyarakat setempat.


Jayapura, Selasa 17 Mei 2011

== ORA ET LABORA ==
SALAM PERUBAHAN,…!!!

“APA YANG ENKAU TABUR KINI, ENGKAU AKAN MENUAINYA”

APAKAH INI AKAN TERUS TERJADI,.?

*) KOMISI
Intan Jaya – Masyarakat setempat seperti biasanya sudah membawa hasil bumi untuk dipasarkan, ada yang dari Distrik Homeyo, Distrik Hitalipa dan Distrik Sugapa bahkan ada yang dari Distrik Nabia, hari pasar biasanya hari Selasa dan hari Jumat.

Pada hari Selasa dan Jumat masyarakat setempat seperti biasanya mereka membawa hasil bumi dengan susah payah, mereka lalui gunug, bukit, sungai hingga tiba di pasar jogatapa untuk pasarkan hasil bumi tersebut di pasar yang beratapkan langit.
Sehabis pasarkan hasil bumi tersebut mereka harus menumpanggi motor ojek yang harga jau maupun dekat mencapai lima puluh ribuh rupia sampai dua ratus ribu rupia (RP. 50.000,- - 250.000,-). Walaupun hasil bumi yang mereka pasarkan tidak mencapai lima puluh ribuh rupiah, mereka harus mengeluarkan uang dari kantung mereka untuk membayar para tukang ojek tersebut.

Dalam membayar ongkos perjalanan mereka apabila ada kekurangan, maka para tukang ojek ini akan mengambil dompet masyarakat dan memeriksa dompet para masyarakat setempat. apabila terdapat uang, maka mereka akan mengambilnya sendiri dan apabila tidak terdapat uang didalam dompet, para tukang ojek ini akan marah hingga gertak mereka.
Malang sungguh nasib rakyat kecil. Status sosial kerap membuat mereka dijadikan obyek untuk mengeruk uang mereka oleh para tukang ojek yang pada umumnya anggota Polisi dan Tentara yang bertugas di Intan Jaya.
Para tukang ojek ini kayaknya mereka yang berkusa disana, sehingga mereka yang mengatur masyarakat setempat bahkan beraninya mereka mengambil uang mama – mama disana,..? Apakah ini hal yang wajar,..?
Wadohh,..!!! bosok – besok pasti lebih parah lagi dari hari ini, bisa – bisa mereka (Tukang ojek) menjadi penguasa disana. Pasti dan pasti akan terjadi, karena ada yang lihat, tetapi seolah – olah macam tidak lihat, pasti dan pasti terjadi karena semua lihat, tetapi tidak ada yang bertindak.

Apabila semua diam membisu lalu siapa yang akan berbicara dan bertindak,..? untuk masyarakat yang sedang di bodohi oleh penjilat – penjilat itu. Atau diam membisu karena senang melihat masyarakat kita ditipu, diperas bahkan dicaci maki.
Siapakah yang akan berbicara untuk masyarakat,..? atau biarkan agar para penjilat itu melakukan hal terus menerus kepada masyarakat kita,..?
Wadohh,.. siapa yang tidak sakit hati kalau masyarakatnya ditipu apalagi kalau keluarganya yang ditipu oleh penjilat – penjilat itu.
Belakangan ini para tukang ojek disana mulai berani dan berani untuk menegur para masyarakat setempat, seolah – olah para tukang ojek itu merupakan penduduk pribumi,..?
Kalau hal ini yang terjadi disana bagimana dengan hari yang akan datang,..? dan bagimana jika semua diam dan tonton agar hal itu terjadi,..? apakah penjilat – penjilat ini tidak akan menjadi kepala besar,..? yang jelas penjilat – penjilat ini akan menjadi kepala besar, sehingga beraninya mereka bisa menghilangkan nyawa masyarakat setempat tanpa peduli, karena mereka akan menjadi pengusa dan penguasa bumi Intan Jaya kedepannya.
Mengakhiri tulisan ini Komisi mengatakan bahwa;
“sekarang adalah waktunya untuk bertindak. Tidak pernah ada kata terlambat untuk melakukan sesuatu”

“Ora Et Labora”
Salam Perubahan,….!!!
Apa Yang Engkau Tabur Kini, Engkau Akan Menuainya