MANUSIA MENJADI MANUSIA SESUNGUHNYA MELALUI BUDAYA

MANUSIA MENJADI MANUSIA SESUNGUHNYA MELALUI BUDAYA *) Frans Sondegau Setiap suku-bangsa meliliki kebudayaannya masing-masing dan setiap orang dila- hirkan dalam budaya itu, sehingga apa yang dibuatnya sesuai dengan kebudayaannya, seperti gambar di bawah ini. Kebudayaan berarti bahwa dunia dengan sadar diangkat ke dalam rencana kehidupan setiap suku-bangsa. Artinya kebudayaan adalah pedoman hidup yang dengan sadar, harus dipegang dan dipatuhi untuk hidup yang lebih lama! Karena, budaya sebagai dasar atau penunjuk hidup yang diturunkan dari nenek-moyang, untuk keturunannya demi kehidupan yang aman, nyaman dan teratur. Untuk mewarisi budaya itu, orang tua meneruskan kepada anaknya, berupa nasehat, agar anaknya bisa mempunyai masa depan yang cera, berdasarkan nasehat itu. Oleh sebab itulah, ketika seorang berbuat hal-hal yang tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan budaya yang dimilikinya maka, banyak orang selalu mengatakan; “Pupugu mene au” (Manusia angin/manusia tidak punya adat). Manusia yang tidak tahu adat, berarti; Mereka bagaikan pohon yang tidak mempunyai akar, yang hanya tumbuh di atas udarah begitu saja. Apakah pohon seperti ini bisa tumbuh lebih lama? Lalu bagaimana dengan orang yang tidak tahu adat? Yang jelas adalah orang yang tidak tahu adat, tidak bisa hidup lebih lama, sebab dia tidak tahu nilai-nilai yang diwariskan oleh orang tuanya melalui nasehat, sebagai pedoman hidup. Suku Migani adalah suku yang kuat dengan budaya dan kaya dengan nilai-nilai budaya yang luhur berdasarkan konsep nama Emoo. Suku Migani tidak suka yang namanya permusuhan, perzinahan, perkelahian, perang suku dan lain-lain, singkatnya, “Biga dua augo nggaeo, Emoo senggapao nata mene” artinya mereka tidak suka dengan hal-hal yang tidak disukai oleh banyak orang sebab Emoo sedang memperhatikan mereka. Kadang banyak orang selalu bertanya-tanya katanya; “Memang saya tahu bahwa setiap suku memiliki budayanya masing-masing, tetapi seperti apakh kebudayaan itu? Nilai-nilai apakah yang diwarisi oleh nenek-moyang untuk diwarisi oleh anak-cucunya?”. Di bagian awal, sudah dijelaskan bahwa kebudayaan adalah pedoman hidup yang dengan sadar, harus dipegang dan dipatuhi oleh setiap suku, untuk hidup yang lebih lama! Karena, budaya sebagai dasar atau penunjuk hidup yang diturunkan dari nenek-moyang untuk keturunannya, demi kehidupan yang aman, nyaman dan teratur! Oleh sebab itu, nilai-nilai yang diturunkan dari nenek-moyang Suku Migani, berupa nasehat adalah sebagai berikut: “Aganawaga aumba nggane duame” (Kasihilah sesamamu) sebab jika engkau mengasihi sesama maupun musuhmu, maka engkau tidak akan mengalami kesusahan, karena sesamamu dan terutama Emoo akan mengasihi engkau! “Mene noa sege kiduame” (Jangan mencuri) sebab Emoo sedang memperhatikan engkau! “Mene wagakimapuame” (Jangan membunuh) sebab darah orang yang anda bunuh, selalu mengikut dan menghalangi/mengutuk seluruh perjuangan hidupmu! Mene ne segema dole kihimbuame“ (Jangan menipu), karena jika engkau menipu, bisa terjadi perang besar antar saudara! “Tubaga kiduame” (Jangan berzinah), karena jika engkau buat zinah, saudara-saudaramu akan melempari dengan batu dan membunuhmu, lalu akan dibuang dalam sungai! (homage sego bindia/tane paya) “Aga mbai mina inigata dupiduame“ (Jangan mengawini marga-marga tertentu) karena alasan pertama; asal nenek-moyangmu satu/sama. Kedua; jika engkau mengawini marga yang sebenarnya tidak bisa kawin, hidup engkau dan keturunanmu tidak akan hidup lama (umur pendek)!”. Hal ini memang terjadi dan nyata dalam kehidupan Suku Migani. “Mene noa dumugu-damaga kiduame“ (Jangan menginginkan atau merampas hak orang lain) sebab Emoo akan memberikan segala yang engkau inginkan, karena pasti semuanya itu Dia sudah atur untukmu dan untuk mereka sedemikian rupa, dan ada saatnya untuk engkau menerimanya. Tetapi itupun harus dengan kerja keras dan usaha darimu, jadi jangan pernah tinggal diam karena semuanya itu tidak mungkin dia sendiri turun dari langit!”. Dan ada berbagai macam nasehat yang selalu diingatkan oleh orang tua kepada anaknya untuk hidup yang sesuai dengan orang lain inginkan, maupun Emoo yang dimaksudkannya. Nilai-nilai inilah yang menjadi pedoman hidup bagi Suku Migani, pada umumnya. Belum lagi, nasehat-hasehat rahasia yang diberitahukan secara khusus oleh orang tua, kepada anak sulung atau anak yang dikasihinya. Dan nilai yang paling menonjol dalam Suku Migani adalah Kasih! Mengapa? Buktinya bahwa; walaupun dalam peperangan besar, musuh menyerang dan satu atau dua orang kesulitan jalan karena dikepung oleh musuh, mereka akan membiarkan/membebaskan orang tersebut, untuk tetap hidup. Atau jika dalam peperangan itu, dari pihak musuh seorang, tali busurnya putus atau anak panahnya habis, maka dari pihak sebelah akan berikan anak panah atau tali busur, lalu mereka katakan; ”Pasanglah busurmu dan lawanlah!” atau “Ambillah anak panah ini dan lawanlah!”. Dalam peperangan besar saja, Suku Migani melakukan hal demikian! Apalagi dalam hal-hal kecil, dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu berasal dari mana? Memang, yang jelas dari Kasih! Dan Kasih itu berasal dari Hati, dan mereka selalu mengatakan bahwa suara hati adalah suara Emoo yang tidak jauh dari kehidupan dan yang campur tangan dalam seluruh kegiatan dan kehidupan mereka. Oleh sebab itulah, semua perbuatan, kata-kata/nasehat maupun tujuan mereka hanya merujuk pada Emoo sebagai Penguasa yang Tertinggi. Di dewasa ini, hampir semua orang tidak mengenal adat istiadat sebagai budayanya sendiri dan tidak mengakui budaya sebagai pedoman hidup lagi, bahkan membenci budayanya sendiri, khususnya bagi kaum muda. Pemikiran seperti ini muncul, dengan alasan; “Ini adalah zaman perkembangan dan kami adalah kaum intelektual”. Apakah zaman berkembang, untuk meniadakan budaya atau adat-istiadat? Memang, itu benar bahwa zaman ini adalah zaman modern/perkembangan! Tetapi kita harus melihat kebiasaan-kebiasaan mana yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman! bukan berarti untuk meniadakan budaya seluruhnya. Karena, jika seorang tahu tentang budayanya sendiri, berarti ia menyadari dirinya sendiri dan apa yang dibuatnya dan ia sedang mengangkat jati dirinya, demi kehidupan serta keturunannya untuk masa depan. Saya merasa sangat aneh, ketika melihat banyak anak muda (Migani) sekarang, yang tidak tahu sama sekali bahasa daerahnya sendiri, apalagi nama Emoo dan maknanya. Jika bahasa daerah sendiri saja tidak tahu, bagaimana kita bisa tahu budaya kita? Itu wajar dan maklum..! karena banyak anak yang lahir-besar di kota dan daerah-daerah yang jauh dari daerah asalnya. Tetapi, apakah orang tua juga tidak tahu bahasa daerah sehingga tidak bisa ajarin bahasa daerah kepada anaknya? Ini bukan kesalahan anak tetapi juga kesalahan dari orang tua! Mengapa harus tahu bahasa daerah, minimal bahasa sehari-hari? Sebab, dalam bahasa daerah itulah tersembunyi makna terpenting dari budaya kita. Oleh sebab itu, saya harap kita harus tahu sedikit tentang budaya, khususnya, bagi putra-putri Intan Jaya. Saya sebagai anak Migani menegaskan, kita yang berasal dari Suku Migani, “Lihatlah di bawah telapak kakimu, karena jauh dari kaki anda adalah budaya orang lain bukan budayamu!” memang bisa saja untuk ditiru budaya orang lain atau budaya perkembangan, tetapi jangan sampai kita dihanyutkan dalam budaya itu. Kita adalah anak budaya dan saya yakin, jika kita berjuang berdasarkan budaya, pasti kita akan menjadi orang yang sukses. Dengan melihat situasi sepeti ini, berbagai pertanyaan yang muncul dalam benak hati saya; “Sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang, Apakah anak-cucu kita masih bisa tahu bahasa kita, bahasa Migani? Apakah mereka masih bisa tahu budaya Migani dengan nilai-nilai tersebut di atas? Apakah mereka masih bisa tahu berkebun atau membuat rumah yang asli ciri khas Suku Migani? Karena kita saja sudah tidak tahu lagi! Jadi, berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, harapan saya untuk ke depan, jika anda dan saya mau turun sosialisasi di Intan Jaya, hal-hal yang perlu diingatkan kepada masyarakat kita Suku Migani adalah sebagai berikut: Ingatkan nilai-nilai yang sudah ditulis di atas, berdasarkan nama Emoo! Karena mungkin mereka sudah diombang-ambingkan oleh perkembangan zaman, apalagi sekarang sudah pemekaran kabupaten baru yang pengaruh atau arus perkembangannya sangat kuat! Diberitahukan kepada masysarakat Migani; Rahasia yang dulu hanya untuk anak sulung, berikanlah juga kepada anak-anakmu yang lain, jika anda mau, anak-anakmu tetap tahu tentang budayanya, sebab mereka bukanlah anak orang lain yang anda piara! Kepada kaum muda, kawinlah istri dari Suku Migani sendiri, jika anda ingin, anak-cucumu tetap Migani dan tahu budayanya! Ingatkan mereka untuk kerja, sebab fakta membuktikan bahwa banyak masyarakat yang selalu mengatakn, jika ada masalah mereka katakan, “masalah ini kita tunda supaya uang turkam datang baru kita selesaikan!”. Ingatkan mereka bahwa, uang turkam, otsus atau respek, bukanlah uang dari nenek-moyang anda. Ingat kata yang dulu nenek-moyang pakai, “aga iwa nggaga go nua tuikine! Dua dia nua nuya. Ingat itu! Jangan menjadi manusia perkembangan zaman! Ingat TUHAN yang dulu nenek-moyangmu sebut dengan EMOO!!!!!! Sebab baru mekar kabupaten baru saja, masyarakat sudah jauh dari GEREJA. Hiduplah sebagai seorang yang hidup berdasarkan budaya, jika anda ingin hidup lama di muka bumi ini. “Manusia baru menjadi manusia sesungguhnya, lewat kebudayaanya! Ini merupakan suatu proses yang mempersatukan kesadaran dengan apa yang dibuatnya, demi kehidupannya.” Ora Et Labora Salam perubahan,…!!! “APA YANG ENGKAU TABUR KINI, ENGKAU AKAN MENUAINYA” PenuliS adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Fajar Timur