4 KEKUATAN MUSIK BLACK BROTHERS

BLACK BROTHERS

Black Brothers- Merupakan band atau grup musik terbaik dan terbesar sepanjang sejarah musik di Papua. Pada masanya, band yang dipimpin Andy Ayamiseba, seorang manajer yang penuh dengan totalitas dan komitmen ini pernah mencatatkan namanya sejajar dengan band-band papan atas lain di Indonesia seperti Koes Plus, Panbers, Mercys, God Bless dan lain-lain. Mereka pun sukses di Pasifik, mulai dari Papua New Guinea sampai Vanuatu bahkan New Zealand dan Australia.

Tahun 2010 lalu saya sempat mampir di salah satu toko musik sekaligus recording studio milik CHM di Boroko, Port Moresby, yang konon di studio ini Black Brothers pernah merekam lagu-lagu mereka untuk dipasarkan ke daerah Pasifik pada tahun 80an.
Disana saya mendapati CD audio dan video Black Brothers masih dijual di sana. Yang lebih hebat lagi kiprah mereka juga pernah sampai ke Europe dan negeri Jiran Malaysia. Ya benar, Black Brothers pernah tampil live di salah satu stasiun TV di Belanda sekitar awal 80an dan piring hitam mereka bertajuk Terima Kasih pernah beredar di Malaysia. Ini tentunya sangat membanggakan bagi insan musik di Papua.

Dengan segudang prestasi yang mereka raih, wajar saja kalau mereka kini digelari band terbesar dan legendaris dari Papua. Lalu apa saja yang menjadi kekuatan musik Black Brothers? Berikut saya coba paparkan 4 kekuatan yang dimiliki Black Brothers dari kacamata saya sebagai pemusik dan penikmat musik.

1. SKILL INDIVIDU

Yang pertama tentu saja skill musik. Tanpa skill musik yang mumpuni sudah pasti mustahil bagi pemusik/grup musik untuk masuk dalam industri musik apalagi sukses dan menjadi legenda musik. Skill setiap player Black Brothers adalah di atas rata-rata dan komplit di jaman mereka. Ambil contoh sang keyboardist dan pianist, Yochie Pattipeiluhu.

 Hampir di setiap lagu, Yochie menunjukkan kualitas skill yang luar biasa menurut hemat saya. Mulai dari lagu Lonceng Kematian dengan lantunan hammond organ pada part intro yang membawa kita seakan berada dalam suasana yang sendu, menyayat hati dan agak merinding dengan akord yang sebenarnya cuma beberapa namun dikemas secara rumit sehingga membuat kita (terutama pemusik) pusing tujuh keliling untuk menjiplak atau menganalisa akordnya sampai pada permainan organ dan synthetizer pada lagu berirama funky seperti lagu berbahasa Inggris dengan title Black Brothers (volume 3) dan Samandoye (volume 5) dimana pilihan nada yang tepat sekaligus indah tertuang pada solo part / interlude dalam lagu-lagu tersebut.

Tidak sampai disitu, bahkan part intro ber-style piano klasik layaknya Freddie 'Queen' Mercury pun dapat kita jumpai mengalun memukau dalam lagu Kaum Benalu dan Balada Pramuria yang keduanya terabadikan dalam pita kaset Black Brothers volume 5.

Demikian halnya dengan lead guitarist, Hengky M.S. dan Agus Rumaropen. Hengky M.S. dengan sound distorsi yang 'garang' lebih bercirikan sound gitarnya Led Zeppelin dan Deep Purple di masa itu. Aksi panggung yang garang seperti memetik gitar dengan gigi menandakan bahwa beliau berskill diatas rata-rata.

Beda dengan Hengky, guitarist Agus Rumaropen menurut pandangan saya lebih memilih sound gitar yang clean dan soft tapi tegas dan menghanyutkan dengan variasi akord yang beragam yang cocok untuk lagu-lagu berirama jazz.

Sang bassist, Benny Bettay juga sangat piawai. Permainan bassnya tidak monoton bahkan pada lagu-lagu slow beat (bertempo lambat) bassnya selalu 'bergerak' alias tidak statis. Ini terlihat dalam lagu Kuburan Tua dan Lonceng Kematian (volume 3).

Teknik slap bass yang indah dan sempurna juga disuguhkan dalam lagu Dapapopero dan Ready for Love. Saya sebagai pemain bass pertama kali tertarik dan belajar teknik slap bass dari lagu Dapapopero ini. Bagi saya Black Brothers ada guru musik saya. Terima kasih Black Brothers.

Sang drummer Stevie juga tidak kalah dalam hal skill. Saya yakin kita semua yang mengenal Black Brothers sepakat bahwa ketukan drum Stevie pada lagu Huembello bukan hanya good tapi great (luar biasa). Betapa tidak, ketukan dengan tempo cepat yang demikian itu mirip drummer kenamaan Dennis Chambers. Ketukannya tegas dan powerful tapi tidak kasar. Saya berpendapat bahwa banyak jenis style baru yang beliau kembangkan dari style yang sudah ada seperti cha-cha atau rock sebagai bentuk adaptasi dengan kebutuhan suatu lagu tertentu. Sebagai contoh lagu Terima Kasih (volume 2) dan Ina More Ngori (Black Bros 79).

Kedua lagu ini sebenarnya bisa masuk kategori rock style dan cha-cha style, namun Stevie mengembangkan stylenya menjadi sesuatu yang baru yang mana tidak terkesan rock atau cha-cha lagi.

Selanjutnya brass session yang dibawakan dengan apik oleh David Rumagesang (saxophonist) dan Amry Kahar (trumpeter) pun tidak kalah menarik untuk diulas.
Tiupan saxophone pada lagu 'Tiada senyum di akhir senja' (volume 5) terkesan lembut dan merepresentasikan keseluruhan lirik lagu. Begitu pula tiupan trumpet pada lagu 'Melati Plastik'. Terdapat beberapa bagian pada part intro lagu ini yang mana perpaduan nada-nada trumpet bukan hanya membentuk part melodi tapi juga akord secara keseluruhan.

2. KEMAMPUAN MENCIPTA LAGU
The Beatles memiliki John Lennon dan Paul McCartney. Rolling Stone memiliki Mick Jagger dan Keith Richard. Koes Plus memiliki Tony, Yon dan Yok Koeswoyo. Black Brothers memiliki Yochie Pattipeiluhu dan Hengky M.S. sebagai pencipta lagu yang handal.

Mereka telah menciptakan puluhan lagu Black Brothers yang menjadi hits dan dikenal sepanjang masa. Lirik mereka sederhana namun tegas, to-the-point, apa adanya dan padat. Mereka pandai memainkan kata-kata yang dirangkai dengan notasi yang sederhana namun indah.

Lagu-lagu mereka antara lain Pramuria tapi Biarawati, Kisah Seorang Pramuria, Hello, Kenangan November, Persipura, Oh Sonya, Permata Hati, Jayapura di Waktu malam, Terima kasih, dll (cipt. Hengky M.S.) dan Hari Kiamat, Lonceng Kematian, Hari-Hari yang Tersita, Dewi Kribo, Derita tiada akhir, Putus Di tengah kerinduan, Hilang, dll (cipt. Yochie Pattipeiluhu).

Ada juga ciptaan dari personil lain yang juga tidak kalah dasyatnya seperti lagu Huembello dan Samandoye cipt. David Rumagesang, Sahabatku Angie cipt. Stevie dan Bertemu Takkan Berpisah cipt. Amry Kahar.

Kekuatan sebagian besar lagu Black Brothers menurut saya terdapat pada lirik dan notasi yang sederhana namun indah dan tepat sama halnya Koes Plus dan the Beatles. 
Inilah yang membuat lagu mereka dapat diterima secara luas. Kesederhanaan dan ketepatan yang saya maksud misalnya dalam sepenggal lirik lagu Hari Kiamat, yang bertema kritik sosial, terdapat sepenggal lirik seperti .... hidup meminta dan menerima... pengadilan yang penghabisan.... yang hanya menelan korban yang lain.... di sini pencipta (Yochie Phu) tidak membutuhkan banyak kata namun pesannya tersampaikan secara tepat dan tegas.

Lagu ini diciptakan tahun 70an, jauh sebelum Iwan Fals dan Slank mengumandangkan lagu-lagu bertema kritik sosial. Deddy Dores merekam ulang dalam versi slow rock dan bahkan Joaquin Quino McWhinney (voc. Big Mountain) pernah mendaur ulang lagu ini dalam versi Inggris dan Reggae.

Lagu Melati di Tanah Gersang (cipt. Yochie Phu) juga punya cerita sendiri. Konon dari cerita yang saya dengar dari orang tua saya, Yochie Pattipeiluhu yang adalah kakak tingkatnya di Uncen pernah bercerita dulu di tahun 70an bahwa sehabis manggung bersama Panbers di Jayapura tahun 1974 (kala itu Black Brothers belum terbentuk), Benny Panjaitan (vocalis Panbers) memuji lagu 'Melati di Tanah Gersang' ciptaan Yochie. Benny berkata jika lagu itu bakal meledak di Jakarta.

Tidak kalah dengan Yochie, Hengky M.S. pun punya segudang lagu yang terkenal dan bisa dibanggakan. Siapa yang tidak kenal dengan lagu Persipura dan Kisah Seorang Pramuria? Ya kedua lagu itu milik Hengky M.S. Setiap kali Persipura berlaga di Mandala, lagu Persipura tidak pernah absen dari meja operator musik.

Lagu tersebut tanpa sadar telah menjaga dan meningkatkan semangat pemain dan supporter. Sementara lagu Kisah Seorang Pramuria sudah banyak didaur ulang oleh banyak penyanyi dan grup band. Salah satunya adalah the Mercys yang merekam lagu ini bahkan sebelum Black Brothers sempat merekamnya ke dalam pita kaset atau piring hitam.

 Singkat kata lagu tersebut direkam tanpa sepengetahuan penciptanya. Permasalahan lagu ini sempat naik meja hijau untuk mengembalikan hak cipta ke pencipta asli Hengky M.S.

Pencipta lainnya yang patut diperhitungkan juga adalah David Rumagesang dengan Huembello-nya. Betapa tidak, lagu yang enerjik ini cocok untuk show-on-stage. Lagu ini betul-betul lain dari yang lain. Sangat berciri Papua. Dengan pengucapan yang super cepat, lidah bisa dibuat kusut bagi siapapun yang coba-coba menyanyikan lagu ini. 

Hanya David yang dapat menyanyikannya secara sempurna. Kesemua fakta dan pendapat ini menunjukkan bahwa kemampuan mencipta lagu para personel Black Brothers adalah salah satu kekuatan yang menjadikan mereka band besar dan legendaris.

3. KEMAMPUAN MEMBUAT ARANSEMEN LAGU
Kendati sudah memiliki lagu-lagu yang bagus dan skill yang mumpuni, sebuah grup band juga dituntut memiliki kemampuan mengaransemen lagu yang baik. Aransemen lagu adalah eksekusinya.

Aransemen adalah faktor penentu bagus tidaknya, indah tidaknya, digemari tidaknya, terkenal tidaknya sebuah lagu di kemudian hari. Berdasarkan analisa pribadi, sekurang-kurangnya saya mendapati 5 kelebihan Black Brothers dalam mengaransemen lagu:

Yang pertama, Black Brothers memiliki kemampuan untuk merubah lagu yang sederhana menjadi lagu yang luar biasa. Saya ambil contoh lagu Apuse, Samandoye, Yawonde, Mangge-Mangge, Terima Kasih, Goyang Disco, Tirai, dll, adalah lagu yang menurut saya sederhana dengan akord yang tidak banyak dan pengulangan notasi yang sering namun saya yakin siapa pun yang jujur pasti mengakui bahwa aransemennya luar biasa minimal sangat menghibur.

Kedua,
aransemen mereka tepat, tidak lebih dan tidak kurang. Ada beberapa grup yang mencoba mendaur ulang lagu mereka dengan musik yang lebih moderen namun fakta menunjukkan bahwa aransemennya belum mendapat tempat di hati pendengar dan penikmat musik.

Fakta juga menunjukan bahwa walaupun hanya bermodalkan lagu-lagu daur ulang, lagu-lagu UB40 seperti lagu Red-red Wine yang dipopulerkan pertama kali oleh Neil Diamond, lagu I'll be on my way milik the Beatles dan lagu Kiss and Say Goodbye milik Manhattans tetap dapat dinikmati dan diterima secara luas. Ini membuktikan bahwa kemampuan mengaransemen lagu secara tepat sangatlah penting. Dan Black Brothers memiliki itu.

Ketiga,
Black Brothers mampu memadukan musik tradisional dan musik modern. Mereka mampu mengaransemen lagu tradisional menjadi lagu dengan musik modern tanpa menghilangkan unsur tradisionalnya dan bahkan kedua unsur itu menyatu dan saling mendukung. Lagu Samandoye adalah contoh yang tepat.

Part intro lagu ini dimulai dengan tifa/conga yang mana sangat kental terdengar ciri tradisionalnya. Kemudian disambut dengan hentakan drum dan alat musik lainnya yang berstyle fungky namun ciri tradisionalnya tidak hilang karena diperkuat dengan ritem gitar yang diaransemen sedemikian rupa dan dengan pilihan sound yang tepat sehingga sedikit banyak menyerupai alat musik tradisional pikon dari sekitar daerah pegunungan.

 Pada part interludenya, tifa/conga dan drum benar-benar berpadu. Saling melengkapi membentuk variasi perkusi yang enak didengar.

Lagu Huembello juga merupakan contoh yang tepat untuk membuktikan kelebihan mereka yang satu ini - memadukan musik tradisional dan modern. Lirik dan lafal lagu ini sudah tentu berciri tradisional namun saat dikemas dengan musik hard rock yang modern, lagu ini menjadi sesuatu yang berbeda dan baru.

 Mungkin kita bisa menamainya style rock tradisional. Pada part interlude sekali lagi di sini terlihat jelas perpaduan antara tifa/conga yang mewakili unsur tradisional dan drum yang mewakili unsur modern. Keduanya saling melengkapi, tifa/conga ikut secara konstan memperkuat beat sementara sesekali drum melakukan fill-in. Benar-benar perpaduan yang tepat dan indah. Masih banyak contoh-contoh lain yang karena keterbatasan waktu sulit untuk saya ulas disini.

Keempat,
Black Brothers mampu membuat atau mengaransemen musik sesuai perkembangan jaman. Sebagai contoh di tahun tahun 70an awal musik Indonesia saat itu didominasi oleh lagu-lagu slow beat seperti lagu-lagu milik Koes Plus, Panbers, Mercys dan lain-lain.

Black Brothers pun tidak kalah dengan mengeluarkan hits-hits seperti Terjalin kembali, Hari Kiamat, Kisah Seorang Pramuria, Hilang, Lagu yang terpotong, dll. Memasuki akhir 70an musik disco dan fungky merajai dunia.

Black Brothers pun tidak kalah dengan mengeluarkan lagu-lagu seperti Samandoye, Mangge-Mangge, dll yang berstyle fungky dan Goyang Disco, Musik Masa Kini, dll yang berirama Disco. Terdapat juga satu lagu dari album Black Bros 79 dengan judul Kuncup Putih cipt. Yochie Phu.

Aransemen lagu ini luar biasa, setara dengan lagu You Should Be Dancing dan Staying Alive milik the Bee Gees yang berstyle fungky disco yang digunakan sebagai sound track film Saturday Night Fever, 1977, yang diperankan John Travolta.

Saya sering membayangkan lagu Kuncup Putih ini cocok juga dipakai untuk dance-nya Travolta dalam film itu. Pasti seru :-D . Memasuki dekade 80an Black Brothers mengeluarkan Hari-hari Yang Tersita, Lisa dan Autumn Shadow yang setara dengan lagu-lagu pop jazz Dedi Dukun dan Mus Mudjiono kala itu.

Kelima,
Black Brothers mampu membuat/mengaransemen musik dalam berbagai style. Selain musik slow beat/pop style, mereka juga mengaransemen lagu-lagu mereka dalam berbagai musik style seperti style fungky, disco, rock, swing, cha-cha, reggae, pop jazz, rock and roll, latin ala Santana, bahkan ada juga dangdut, keroncong dan style pop/rock melayu.

Berikut daftar singkat lagu dengan berbagai style musik: Dapapopero, Khayal, Kuncung Putih, dll (fungky). Goyang Disco (disco), Tanah Dosa (Rock), Josephine, Dear Anita (swing), Amapondo (Cha-cha), Permata Hati (reggae), Hari-hari yang tersita, Lisa (pop jazz), Jalikoe (latin), Waniambe, Fekel Tuseso (dangdut), Kr. Gunung Cyclop (keroncong) dan Hello (pop melayu). Khusus lagu Hello saya punya cerita sendiri. 

Salah satu teman saya di Batam yang adalah asli Aceh pernah meminta saya mengirimkan lagu tersebut via email. Ini salah satu bukti bahwa lagu-lagu Black Brothers tidak hanya populer di wilayah timur saja tapi juga di seluruh bumi pertiwi.

4. VOCALIST YANG BERKARAKTER

Banyak penyanyi yang bersuara bagus tapi sedikit yang berkarakter. Vocalist yang berkarakter itu tidak perlu punya range vocal yang lebar sampai beberapa octave atau teknik vocal yang wow seperti para jebolan / lulusan sekolah vocal. Vocalist yang berkarakter itu berbeda. Lain dari yang lain. Tidak ada duanya.

Vocalist yang berkarakter itu punya ciri khas yang tidak dimiliki orang lain atau tidak meniru-niru penyanyi lain. Dan tentunya enak didengar. Saat John Lennon atau Freddie Mercury menyanyikan lagu baru yang belum pernah kita dengar sebelumnya, saya yakin kebanyakan orang bisa menebak suara siapa itu. Begitupun dengan Michael Jackson, Mick Jagger, dll.

Dalam negeri kita punya Iwan Fals, Kaka Slank, Ebiet, Chrisye, Faris R.M., dll. Teknik olah vocal mereka ini saya yakin tidak sehebat Nowela, Delon atau Mike Mohede, tapi vocal mereka nyaman ditelinga. Demikian juga dengan Hengky M.S. sang vocalist Black Brothers.

Hengky memiliki karakter suara yang lain dari lain dan berciri khas sendiri. Benar-benar berbeda. Saya berani bertaruh Black Brothers selain punya lagu dan aransemen yang bagus, vocal Hengky juga merupakan salah satu faktor penentu meroketnya prestasi Black Brothers kala itu yang mana akhirnya kini mereka menjadi legenda musik Papua.

Demikian keempat kekuatan musik Black Brothers yang menjadikan band ini besar dari sudut pandang saya sebagai pemusik dan penikmat musik. Tentunya ada kekuatan / faktor lain seperti salah satunya kepemimpinan sang manajer Andy Ayamiseba yang tegas, jeli, berkomitmen, penuh totalitas dan menyatu dengan personel grup.

 Semoga pada kesempatan lain atau pada post-post berikutnya saya bisa mengulas lebih jauh seputar peran sang manajer yang dengan sabar dan bekerja keras mendorong band ini ke puncak kesuksesan. Semoga tulisan ini bermanfaat. Maju terus pemusik dan musik Papua.