Pemusnahan Etnis Bangsa West Papua Secara Sistematik Di Era Modern & Realitas Yang Sangat Paradoks



Oleh Dr. Socratez S.Yoman

1. Pendahuluan
Anda setuju atau tidak setuju, Anda suka atau tidak suka, Anda terima atau tidak terima, Anda percaya atau tidak percaya, Anda senang atau tidak senang, saya mau menulis dan sampaikan apa yang saya yakini, apa yang saya lihat, apa yang saya alami dan apa yang saya dengar dan apa yang saya baca.

Kita pelajari teori penjajahan dan pendudukan. Jika para kolonial ingin menguasai dan memusnahkan rakyat dan bangsa yang diduduki, ia biasanya melumpuhkan dan menghancurkan 5 pilar utama yang dimiliki penduduk asli.
Penjajah dengan fokus hancurkan pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan ( bahasanya dihilangkan, sejarahnya dihilangkan), tanahnya dirampas atas nama pembangunan dan kepentingan perusahaan.

Akibatnya penduduk asli tidak mendapat pendidikan yang layak, tidak menerima pelayanan kesehatan yang baik, ekonomi dikendalikan kaum pendatang, tidak punya tanah di atas tanah leluhur mereka, tidak punya bahasa dan sejarah. Penduduk Asli sudah tidak berdaya dan telah kehilangan segalanya.

Contoh Januari 2018, kita semua prihatin dan peduli dengan campak, gizi buruk dan kematian bayi di Asmat. Anda semua adalah pahlawan kemanusiaan. Anda semua adalah orang-orang yang diberkati Tuhan. Karena Anda peduli dengan sesama manusia yang menderita dan menangis.
Apakah campak dan gizi buruk yang terjadi di Asmat itu dengan tiba-tiba?
Dimana kehadiran Negara? Dimana peran negara selama 56 tahun di West Papua?
Mengapa Negara/pemerintah selama ini hanya sibuk urus NKRI dengan mengejar OPM?
Mengapa Negara/pemerintah selama ini hanya promosi gerakan separatis harus dibrantas?
Mengapa Negara/pemerintah sibuk mengejar & menangkap KNPB?
Mengapa Negara/pemerintah tidak pernah memberikan ijin wartawan asing masuk ke Wast Papua?
Mengapa hampir 24 institusi yang memeriksa setiap wartawan yang mau masuk West Papua?


2. Negara/Pemerintah Tidak Hadir di West Papua
Pernyataan yang dikutip dibawah ini adalah paradoks. Negara seakan-akan hadir di West Papua. Sebenarnya Negara tidak pernah hadir di West Papua.
"Saya datang ke sini satu tim untuk menegaskan bahwa negara hadir. Pak Presiden Jokowi mendapat laporan (KLB campak di Asmat) langsung memberi perintah kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian terkait agar diberikan bantuan yang diperlukan" (Sylvana Maria Apituley, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Antara News 18/01/2018).
Prof. Dr. Franz Magnis-Seseno pernah menulis:

"Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia" ( hal.255)
" ...kalau orang-orang asli Papua makin banyak yang meninggal karena AIDS, TBC, penyakit-penyakit lain, kalau mereka terus ketinggalan, miskin, dan tersingkir, kalau mereka mengalami nasib yang sama seperti Indian di Amerika Utara atau Aboriginal di Australia, kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab sebagai bangsa biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak senjata tajam" (hal. 257). ( sumber: Magnis: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme: Bunga Rampai Etika Politik Aktual, 2015).

Selama ini pemerintah Indonesia berusaha menutupi kekejaman, kejahatan, kebrutalan dan kegagalannya dengan berbagai cara yang berbasis kebohongan. Numun demikian, kasus campak dan gizi buruk, kematian bayi di Asmat mengumumkan bahwa Negara tidak hadir di West Papua.
Negara/pemerintah hadir di West Papua hanya dengan kepentingan politik dan keamanan untuk mengamankan ekonomi dan melindungi penduduk Transmigrasi yang didatangkan untuk menguasai lembah-lembah subur dengan menyingkirkan penduduk asli sebagai pemilik negeri.
Benarlah & amin, apa yang dikatakan Prof. Franz, keadaan penduduk asli West Papua sangat buruk, tidak normal, tidak beradab & memalukan. Ini terjadi akibat dari negara tidak hadir di West Papua.

3. Gizi Buruk dan Kematian Bayi Tidak Saja di Asmat.
Ikuti apa yang dilaporkan Yones Douw adalah bukti ketidakhadiran Negara di West Papua.
"Ada apa ini kasus kematian anak terus terjadi di tanah papua Tahun 2016 kematian 72 anak-anak di Nduga setelah itu lanjut kematian 92 anak-anak karena wabah campak di 5 desa Daerah Debei distrk Tigi barat kab Deiyai dimulai awal april s/d juni tahun 2017, sekarang awal tahun 2018 kasus kematian 67 anak-anak Asmat di kabupaten Asmat. Gereja harus cek jumlah korban yang sebenarnya anak-anak di asmat ini sebab pemerintah selalu mengurangi jumlah kematian ini. Kenapa kematian anak-anak itu berturut-turut terjadi di papua. Dulu kematian secara massal itu tidak pernah ada. Kalau kematian seperti ini terjadi maka generasi muda penerus bangsa Papua habis ini" (Sumber: Yones Douw).

4. Ikuti Kesaksian Anak Asmat (Benyamin Gurik)
Siapa pembunuh Orang Papua sesungguhnya?
Saya lahir dan besar di tepi sungai Kok, Krongkel, Fayit, Aib, Siret di Wilayah yang dulu merupakan bagian dari kabupaten Merauke dan kini masuk dalam wilayah administrasi pemerintahan kabupaten Asmat.
Apakah Anda berbicara Asmat tahun 2018 supaya perbaiki Gizi?
Kakak saya tertua lahir 1965 dan saya yang bungsu lahir 1980an semua di daerah Asmat. Daerah Asmat yang dulu terkenal karena ukiran. Tapi kini karena daerah wabah.
Sy lulus SLTP N. I Pantai Kasuari di Asmat akhirvtahun 1990an. Bapa/ayah kandung sy Pdt. Bimbert Gurik adalah satu-satunya misionaris asli Papua yang sampai kini masih hidup di daerah Selatan. Tahun ini beliau memasuki usia 50 tahun di Medan penginjilan buat orang Selatan.

Kami karena tidak ada SMA saat itu di sana, kami semua lanjutkan SMA di Merauke dan Wamena. Kami terbiasa dulu hidup makan dan minum ikut pola hidup masyarakat adat di sana. Dan saya masih hidup. Tanpa gizi & makanan sehat ala Indonesia Jawa yang kamu agungkan.
Tidak ada beras dan supermi. Dulu kami tahu beras itu saat sebulan sekali kapal masuk dari Merauke bawa jatah beras untuk pegawai di sana. Sekarang siapa yg larang orang ke hutan dengan janji supermi dan beras akan di bantu tiap 1 atau triwulan?

Saya merasa kita yang besar di kota & merasa sok tau ini telah merusak tradisi orang asmat masuk hutan di hari senin & pulang di hari Sabtu bawah bekal dari hutan. Ginetoy Ariwei.
Jadi baku lempar batu sambil pukul dada bikin diri jadi org paling berjasa saat musibah skrg ini. Jangan kamu main sandiwara.
Cukup ingat saja bahwa semua wabah ini terjadi di masa pemerintahan Joko yang kamu dewakan sebagai presiden RI terbaik. Dan Isu ini mulai marak ketika pak SBY tampil dengan program perlunya raskin buat masyarakat bawah.
Kamu rubah pola hidup berhutan masyarakat dengan cepat tanpa memperhitungkan secara matang dampaknya nanti itu adalah pembuat kejahatan.

5. Tragedi Kemanusiaan Melanda Bangsa West Papua
Saya menulis artikel ini tidak berdiri sendiri pada pendapat dan pikiran saya, tetapi integrasi beberapa pikiran dan laporan serta pengalaman. Tulisan ini untuk memberikan gambaran yang utuh tentang Tragedi Kemanusiaan terhadap bangsa West Papua.
Ada pernyataan Deputi Staf Kepresidenan, ada pendapat Frof. Dr. Franz Magnis, ada laporan dari Yones Douw dan ada pengalaman hidup dari Benyamin Gurik. Saya berusaha integrasikan tulisan ini supaya menjadi jelas pokok masalahnya.

Terjadinya proses pemusnahan etnis bangsa West Papua tidak bisa kita pungkiri. Ada fakta cukup bahwa pernyataan Negara dan realitas sangat paradoks.
Selamat berdebat.
Ita Wakhu Purom, 23/01/2018