Didiklah Wanita Papua, Untuk Memperoleh Generasi Yang Terdidik |
Suva, 28/3 (Jubi)—“Orang lain yang
datang tidak akan pernah membangun Papua. Orang Papua sendiri yang akan bangkit
memimpin dirinya sendiri,”pesan singkat Kain kepada saya mengingatkan saya
nubuat Pdt. Isak Samuel Kijne yang selalu menjadi buah bibir orang Papua ketika
bicara soal pembangunan Papua yang karut-marut saat ini.
“Di atas batu ini, saya meletakkan
peradaban orang Papua. Sekali pun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi
dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit
dan memimpin dirinya sendiri,”tulis I.S. Kijne dalam batu peradaban di Teluk
Wondama.
Pesan itu menjadi situs sejarah
penting dalam peradaban orang Papua.
Usai membaca nubuat hamba Gereja
itu, terlintas pertanyaan di benak. Mengapa orang bermakrifat tinggi yang
mendatanggi orang Papua tidak dapat memimpin orang Papua? Kenapa orang Papua
yang harus bangkit memimpin dirinya sendiri? Kapan orang Papua akan bangkit dan
akan memimpin dirinya sendiri?
Nubuat hamba Tuhan ini suatu
kepastian yang belum bisa kita jawab hari ini. Walaupun belum, kita yakin bahwa
‘waktu’ pasti akan menjawab. Waktu refleksi dan waktu tindakan usaha pembuktian
nubuat akan menjadi satu kenyataan, orang akan Papua memimpin dirinya sendiri.
Refleksi dan tindakan pembuktian nubuat itu sangat penting.
Waktu refleksi kita meyakini bahwa
wejangan I.S. Kinje ini lahir dari suatu pengamatan realitas hidup orang Papua,
kemudian masuk ke dalam penafsiran konteks kitas suci. Kalau bicara kitab suci,
nubuat ini sangat mendasar. Kitab Perjanjian Lama orang Kristen dan juga kitab
orang Yahudi menulis kisah penciptaan alam semesta dan bangsa-bangsa manusia di
bumi.
Kisahnya begini. Allah menciptakan
alam semesta dengan satu struktur yang sangat teratur. Allah menciptakan langit
dan bumi, segala isinya, lalu berpuncak pada menciptakan manusia. Allah
memberikan kuasa kepada manusia untuk menguasai alam. Kuasa Allah kepada
manusia untuk mengolah alam.
“Penuhilah bumi dan taklukkanlah
itu, berkuasalah atas ikan-ikan dan burung-burung di udara dan atas segala
binatang yang merayap di bumi,”Ktab Kejadian berkisah mengenai penciptaan dan
kewenangan manusia atas alam semesta. (Baca:Kejadian 1:1-29).
Kalau kisah yang orang Kristen
yakini itu satu kepastian, Tuhan tidak mungkin salah dalam menciptakan bumi,
isi bumi, dan manusia Papua. Allah tidak mungkin menciptakan alam Papua yang
sungguh indah, alam yang suguh kaya raya yang luar biasa ada dengan kemampuan
manusia Papua yang rendah. Allah pasti menciptakan manusia Papua dengan
kecerdasan dan kebijaksaan yang mampu menguasai alam ciptaan Tuhan yang menjadi
miliknya.
“Orang Papua harus yakin bahwa Allah
pasti menciptakan manusia Papua dengan kemampuan mengatasi keindahan dan
kekayaan alam Papua,”ujar Kain dalam satu diskusi dengan saya. Lalu, kata Kain
lagi kepada saya, “Karena itu, sangat salah kalau mengatakan orang Papua tidak
bisa, bodoh, dan pemalas. Salahnya terletak pada sistem penyadaran orang Papua
akan potensinya yang melebihi alam Papua itu.”
Orang Papua harus kembali kepada
satu kesadaran penuh akan kemampuannya. Kemampuan orang Papua yang mengatasi
alam itu dengan satu tujuan yang khusus: orang Papua mengolah alam yang indah
menjadi lebih indah, mengolah kekayaan alam yang ada menjadi lebih kaya tanpa
merusak. Hanya orang Papua yang bisa tahu dan bertidak menjadikan Papua lebih
indah dan kaya.
Karena itu, ingat! Orang lain tidak
akan mungkin membangun Papua lebih indah dan lebih kaya. Orang lain pasti
membuat Papua lebih rusak dan makin lebih buruk dan memuakan orang Papua dengan
kemampuan yang Tuhan ciptakan untuk mengolah negeri mereka. Orang Papua pasti
makin miskin dan termarginalkan disamping kemampuan orang mengolah alam Papua.
Lebih jahatnya, penghabisan orang Papua.
Kita saksikan saja realitas Papua
hari ini menuju kepada kehancuran total itu. Orang Papua makin tergantung
kepada kekuatan orang lain. Orang lain lebih berkuasa daripada orang Papua.
Orang Papua ditidurkan dengan sejumlah tawaran yang merusak. Uang yang merusak
moralitas manusia Papua. Uang yang mamatikan potensi manusia Papua mengolah
alam dan kekayaannya. Orang Papua mengutamakan materi daripada memelihara hak
miliknya sebagai kekayaan warisan leluhur dan anak cucu.
Tindakan imoral itu menodai alam
semesta dan menodai keutuhan ciptaan Tuhan yang suci dan luhur yang ada di
Papua. Karena itu, “bangsa ini menjadi bangsa yang tidak bermoral,” menjadi
satu lebel yang diberikan kepada orang Papua dari bangsa yang menganggap diri
bermoral. Lebih itu menjadi satu kepantasan karena memang kenyataan demikian
yang orang petakan.
Walaupun moralitas itu relatif,
namun, ada pelanggaran nilai-nilai fundamental dan universal membuat kita
memang menjadi manusia yang imoral. Kita melanggar kemerdekaan orang menjadi
bebas membuat kita memang tidak bermoral. Kita menjadi manusia yang hidup
dengan nalusi herder di tengah hutan. Ia mengongong hanya karena desakan
nalurinya.
Supaya kita hidup tidak meluluh
dengan nalusr, kita perlu mengakui kebebasan orang Papua memimpin dirinya
sendiri dengan kemampuan yang Tuhan berikan untuk mengatur diri dan mengolah
negerinya. “Orang Papua hanya membutuhkan pengakuan. Kita butuh pengakuan
sebagai manusia,”ujar Markus Haluk dalam satu jumpa pers di kantor dewan Adat
Papua, 13 Februari 2014 lalu.
Kalau orang lain mengakui konsep
penciptaan, kebebasan, dan identitas, orang Papua pun tidak mungkin memimpin
dirinya sendiri tanpa melalui satu proses. Orang Papua harus perlu melalui satu
langkah proses penting yang memastikan kemampuan mengatasi alam papua itu
melalui dunia pendidikan. Sistem pendidian orang Papua harus khusus dan lain
dari yang ada sekarang.
Pertama, memperbaiki
hidup orang tua papua. semua orang papua harus menolak hal-hal yang merusak
hidup. penolakan itu langkah awal untuk memastikan orang sehat sehat secara
jasmani dan rohani untuk menghasilkan benih generasi papua yang baik, sehat,
dan berkualitas.
“kalau orang papua mau hidup baik, orang papua harus menolak
semua hal yang orang papua tidak ingin terjadi pada dirinya dan di
negerinya,”ujar pater neles tebay dalam satu diskusi di aula, stt gki, i.s.
kijne pada 2009 silam. konsekuenasi baliknya, menurut neles tebay, orang papua
hanya menerima hal-hal yang orang papua inginkan terjadi pada dirinya dan di
negerinya.
Kedua, orang-orang papua
yang memastikan diri sehat itu memulai satu pendidikan anak sejak hamil. Orang
tua harus mengkonsumsii makanan yang mebentuk AQ dasar, melakukan hal-hal yang
mendukung pembentukan AQ anak. Contoh kecil itu mendengar musik, melakukan
kecendrungan psositif di bidang-bidang kehidupan yang lebih baik.
Ketiga, ketika anak sudah
hadir ke dalam keluarga harus meneruskan pendidikan lebih baik dalam kenyataan
hingga di dunia pendidikan formal. Orang Papua menjadikan pendidikan formal itu
hanyalah sarana yang membuktikan kemampuan anak secara formal. Pendidikan di
rumah harus menjadi perhatian utama.
Keempat, kalau orang tua sudah
menyerahkan anak, institusi pendikan harus membantu anak mengembangkan potensi
anak dengan merubah sistem pendidikan. Sistem pendidikan Kritis (mendidik anak meragukan
segala sesuatu dan mempertanyakannya) yang harus orang Papua bangun untuk
mencapai satu kebenaran orang Papua cerdas dan bijak memimpin diri di negerinya
sendiri.
Sistem pendidikan kritis itu akan
membawa anak didik akan memasuki dan bertemu dengan dunia potensi yang
terkubur. Anak Papua akan menjumpai hal-hal yang baru yang membuktikan potensi
mental dan fisiknya yang mengatasi alam yang kaya raya. Potensi orang Papua itu
akan terkubur selamanya kalau hanya mengatakan bodoh tanpa usaha merubah sistem
pendidikan copi paste ke sistem pendidikan kritis. Apakah kita hanya berputar
dalam mitos anak Papua tidak kampu tanpa usaha ini? (Mawel)
Editor
: Oyos Saroso HN
Sumber : http://tabloidjubi.com