Santo Fransiskus Xaverius (Bahasa
Latin: Sanctus Franciscus Xaverius, Bahasa Portugis: Sao Francisco Xavier) (7
April 1506 – 2 Desember 1552) adalah seorang pionir misionaris Kristen, pendiri
Serikat Yesus (Ordo Yesuit), dan duta Injil terbaik yang pernah ada.
Awal Hidup
Fransiskus terlahir bernama
Francisco de Jaso y Azpilcueta di Kastil Xavier (dalam bahasa Spanyol modern
Javier, bahasa Basque Xabier, bahasa Katalan Xavier) dekat Sangüesa dan
Pamplona, di Navarra, Spanyol. Lahir sebagai putra bangsawan Spanyol, Basque di
Navarro.
Pendidikan
Setelah tamat sekolah menengah,
Fransiskus Xaverius masuk Universitas Paris. Di sana dia mengambil studi hukum
dan teologi dan berkenalan dengan Ignatius Loyola. Tahun 1530 dia berhasil
mendapat gelar licence ès arts. Beberapa tahun selanjutnya, (15 Agustus 1534)
bersama dengan Ignatius, Pierre Favre dan empat orang lainnya, Xaverius
mengikat janji di Montmartre dan membentuk Serikat Yesus (Cat.1). Mereka juga
mengucapkan kaul/nazar untuk melayani Tuhan saat berziarah ke Tanah Suci di
Gereja Montmartre, Paris. Fransiskus Xaverius mengabdikan sebagian besar dari
masa hidupnya bagi karya misi di negeri-negeri terpencil.
Permulaan Misi
Fransiskus Xaverius ditahbiskan
sebagai imam di Venesia (1537) dan diutus Ignasius ke India (1539). Karena Raja
Yohanes III (Bahasa Portugis: Dom Joao III) dari Portugal menghendaki agar para
misionaris Yesuit berkarya di Hindia-Portugis, maka ia pun diutus ke sana pada
tahun 1540.
Perjalanan Misi
Untuk menuju Hindia, Fransiskus
melewati Lisbon. Di Lisbon Fransiskus menemui Rm. Rodriguez yang sedang
bertugas di suatu rumah sakit. Mereka tinggal di rumah sakit tersebut untuk
menolong orang-orang yang sakit, sekaligus berkatekese dan memberikan pelajaran
di kota serta mendengarkan pengakuan-pengakuan dosa pada hari Minggu dan
hari-hari libur. Dari Lisboa, bersama dua Yesuit lainnya dan Martin de Sousa
raja muda yang baru, melanjutkan perjalanan.
Ternyata Fransiskus berada satu
kapal dengan Don Martin Alfonso de Sousa, Gubernur Hindia. Ia pun menggunakan
kesempatan yang ada untuk memberitakan Injil kepadanya, berkatekese,
berkhotbah, melayani orang sakit, dan mengubah kabin kapal menjadi tempat
perawatan. Bahkan, saat berada di kapal itu Fransiskus menengahi pertikaian,
menenangkan keluhan-keluhan, menghadapi sumpah serapah dan perjudian, dan
memperbaiki ketidakteraturan lainnya. Pelayaran mereka menghabiskan waktu 13
bulan untuk mencapai Goa. Sebelum mencapai Goa -- India, ibukota koloni
Portugis, mereka sempat singgah di Mozambik. Akhirnya mereka tiba di Goa
tanggal 6 Mei 1542. Jabatan resminya di Goa adalah Nuncio Apostolik (duta besar
kerasulan). Fransiskus berkarya di Goa selama 3 tahun. Selain ke Goa,
Fransiskus juga melakukan perjalanan ke Srilangka, dan Teluk Comorin. Di Goa ia
mendirikan “sekolah international St. Paulus”.
Di Tanah Misi
Tahun 1542, ia mengadakan perjalanan
misinya yang pertama di antara kaum Parava, para penyelam mutiara di sepanjang
pesisir Timur India Selatan, sebelah Utara tanjung Comorin. Ia berusaha
memberitakan kabar baik kepada Raja Travancore, di pesisir Barat, dan juga
mengunjungi Sailan.
Ia memulai misinya dengan
mengajarkan prinsip-prinsip agama dan praktik-praktik kebajikan. Kecuali
beberapa pakaian dan buku, Fransiskus menolak semua hadiah dari raja. Ia juga
menolak didampingi seorang pelayan, dengan mengatakan bahwa cara terbaik untuk
memiliki kehormatan sejati adalah dengan mencuci pakaian sendiri, merebus
masakan sendiri, dan tidak berhutang pada siapa pun. Sepanjang hari dia
mengerjakan pelayanannya. Sejak pagi ia menolong dan menghibur orang sakit di
rumah sakit dan di penjara-penjara yang kotor dan bau, kemudian berjalan di
jalan-jalan sambil membunyikan bel memanggil anak-anak dan para budak untuk
berkatekese.
Mereka berkumpul mengelilinginya dan
ia mengajarkan syahadat iman (kredo), doa-doa, dan nilai-nilai kristiani kepada
mereka. Ia mengadakan misa untuk para penderita lepra, berkhotbah di depan umum
(termasuk kepada orang-orang India), serta mengunjungi rumah-rumah penduduk.
Keramahan dan kelembutan karakternya, serta perhatiannya yang penuh kemurahan
hati, begitu memikat hati banyak orang. Cinta dan kerendahan hatinya membuatnya
menempatkan diri sebagai seseorang yang sederajat dengan mereka. Ia makan
makanan yang sama dengan makanan orang miskin, yaitu nasi dan air. Ia juga
tidur di atas tanah dalam sebuah gubuk.
Pengajaran-pengajaran tentang
kebenaran-kebenaran agama juga dituangkannya dalam lagu-lagu populer. Cara ini
begitu berhasil sehingga lagu-lagu ini dinyanyikan di mana-mana (di
jalan-jalan, rumah-rumah, dan tempat-tempat kerja).
Misi di Malaka
Di Cochin (India Selatan),
Fransiskus mendengar kabar bahwa ada dua raja di Sulawesi Selatan yang baru
saja dibaptis dan minta supaya ada seorang misionaris datang untuk mengokohkan
iman kristiani mereka. Oleh karena itu, dia segera berlayar ke Malaka. Dia
melakukan ini karena terdorong oleh keinginannya untuk mengabarkan Injil sampai
ke ujung bumi. Tidak puas akan hasil upayanya, dia kembali ke Timur pada tahun
1545 dan menyusun rencana perjalanan misi ke Makasar, Sulawesi. Ia mewartakan
Injil dengan tekun di kalangan nelayan Pantai Malabar selama tiga tahun dan
berhasil menobatkan puluhan ribu orang.
Tuhan melakukan banyak mukjizat
penyembuhan melalui Fransiskus. Di Malaka ia membangkitkan kembali seorang
gadis muda yang tidak saja sudah mati, tetapi sudah dikubur selama tiga hari.
Peristiwa ini hanyalah salah satu dari banyak mukjizat yang terjadi. Dalam
proses kanonisasinya, tercatat bahwa ia beberapa kali membangkitkan orang mati
selama perjalanannya sepanjang pantai Teluk Fishery, Tranvacore, Jepang, dan
Pulau Sancian.
Setelah hari raya Paskah tahun 1546,
ia kembali ke pulau Ambon, kemudian menuju Malaka. Misi di Ambon ini menjadi
salah satu awal sejarah Gereja Katolik di Indonesia. Selama rentang waktu
tersebut, disebabkan kekecewaannya terhadap para petinggi Goa, Santo Fransiskus
menulis sepucuk surat kepada Raja Dom Joao III meminta diberlakukannya
Inkuisisi (Cat.2) di Goa. Meskipun demikian, Inkuisisi Goa baru mulai
dijalankan delapan tahun setelah kematiannya.
Setelah itu ia mengunjungi Maluku,
Ternate, dan Moro. Di Maluku, Fransiskus melakukan banyak karya kerasulan,
antara lain menemui umat Katolik setempat, mengunjungi orang-orang sakit, dan
mengadakan sakramen-sakramen. Untuk membantu pelayanannya ia dibantu penduduk
pribumi sebagai penerjemahnya. Di sana ia juga mempelajari bahasa Melayu dan
adat-istiadat setempat. Doa-doa seperti Doa Bapa Kami, Salam Maria, dan Aku
Percaya berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu disertai keterangan
tambahan untuk memperdalam iman. Di sana, Fransiskus bergaul dengan berbagai
kalangan masyarakat tanpa membedakan kepercayaan, status ekonomi, dan latar belakang
pendidikan.
Ketika berada di Malaka, Fransiskus
Xaverius berjumpa dengan seorang bangsawan Jepang dari Kagoshima bernama
Anjiro. Anjiro telah mendengar kabar mengenai Fransiskus pada tahun 1545 dan
berlayar dari Kagoshima ke Malaka dengan maksud bertemu dengannya. Anjiro
melarikan diri dari Jepang setelah dituduh melakukan pembunuhan. Ia lalu
mencurahkan isi hatinya kepada Fransiskus Xaverius, menceritakan riwayat
hidupnya serta adat dan budaya tanah airnya. Setelah beberapa lama, Anjiro pun
dibaptis dengan nama Paulo de Santa Fe. Selanjutnya mereka mulai menyusun
rencana suatu misi bagi negeri Jepang. Anjiro membantu Fransisku Xaverius
menerjemahkan beberapa paragraf ajaran kristiani ke dalam fonem Bahasa Jepang
yang kemudian dihafal oleh Fransiskus.
Misi di Jepang
April 1549 Fransiskus mulai berlayar
ke Jepang, ditemani oleh seorang pastor Yesuit, seorang awam, juga dua orang
Jepang yang telah bertobat. Ia disambut dengan ramah-tamah dan dijamu oleh
keluarga Anjiro hingga bulan Oktober 1550, selanjutnya ia tinggal di Yamaguchi.
Melihat bahwa kemiskinan dalam
pewartaan Injil di Jepang tidak menarik sebagaimana di India, Fransiskus
mengubah metode-metodenya. Ia memberikan surat dan hadiah-hadiah (a.l.: kotak
musik, jam, dan kacamata) kepada Daimyo (Cat.3). Daimyo menerima hadiah-hadiah
tersebut dengan senang hati dan memberikan kebebasan kepada Fransiskus untuk
mengajar serta menyediakan sebuah biara Budha yang kosong sebagai tempat
tinggalnya. Maret 1551 dan diizinkan berkhotbah oleh daimyo provinsi itu. Akan
tetapi karena kurang lancar berbahasa Jepang, ia hanya membacakan dengan
lantang terjemahan katekismus. Selain itu, Fransiskus juga diterima dengan baik
oleh para rahib Shingon karena ia menggunakan kata “Dainichi” (Cat.4) untuk
Allah orang Kristen. Setelah ia mendalami makna religius dari kata itu, ia
menggantinya dengan kata “Deusu” dari kata Latin dan Portugis “Deus”.
Seiring berjalannya waktu, kehadirannya di Jepang dapat dianggap membuahkan hasil yakni adanya ratusan petobat baru dan dibentuknya jemaat-jemaat Kristiani di Hirado, Yamaguchi dan Bungo. Fransiskus berkarya lebih dari dua tahun di Jepang dan menyaksikan lahirnya Yesuit-Yesuit penerusnya. Ia kemudian memutuskan untuk kembali ke India. Dalam pelayarannya itu, suatu badai dahsyat memaksanya untuk singgah di sebuah pulau dekat Guangzhou, Tiongkok tempat ia berjumpa dengan Diégo Pereira, seorang pedagang kaya-raya, sahabat lamanya dari Cochin.
Misi di Tiongkok
Awal September 1552, Fransiskus
sampai di Tiongkok. Di sana ia memperkenalkan diri sebagai Nuncio Apostolik dan
Pereira sebagai duta besar dari Raja Portugal. Naasnya, surat Apostolic Nuncio
miliknya tertinggal. Saat itu, ia hanya ditemani seorang murid Yesuit, Alvaro
Ferreira, seorang pria Tionghoa bernama Antonio dan seorang pelayan Malabar
bernama Khristoforus.
Akhir Hidup
Seusai melakukan misa Fransiskus
terkena demam tinggi, mengeluarkan darah, namun ia tak henti-hentinya berdoa di
tengah-tengah kejang-kejang dan suara mengigaunya. Ia semakin lemah dan lemah.
Akhirnya tanggal 3 Desember 1552, ia menyerahkan nyawanya kepada Tuhan, Sang
Pencipta dengan tenang dan penuh kedamaian. Fransiskus meninggal pada usia 46
tahun. Dengan demikian dia belum sempat menginjakkan kakinya di daratan utama
Tiongkok.
Pengakuan
Kendati Fransiskus sangat berhasil
mewartakan Injil, membuka wilayah-wilayah baru, dan membangkitkan semangat
misioner, cara kerjanya tidak bebas dari kritik. Tahun 1622, Fransiskus
dinyatakan santo oleh Urbanus VIII, Gereja Anglikan dan Katolik; Pius X
menggelarinya 'Pelindung Gereja di Tanah Misi dan Karya Pewartaan Iman'. Ia
dibeatifikasi oleh Sri Paus Paulus V pada tanggal 25 Oktober 1619, dan
dikanonisasi oleh Sri Paus Gregorius XV pada tanggal 12 Maret 1622, bersamaan
dengan kanonisasi Ignatius Loyola.
Universitas Sophia di Tokyo, Jepang
didirikan pada tahun 1913 untuk menghormatinya.
Pada tahun 1839, Theodore James
Ryken mendirikan Xaverian Brothers, atau Kongregasi Santo Fransiskus Xaverius
(CFX). Kini, ada 20 kolese atau SMU yang dibawahi oleh Xaverian Brothers
Sponsored Schools (XBSS).
Tanggal 3 Desember kini ditetapkan
sebagai hari istimewa untuk memperingati jasa-jasa Fransiskus. Banyak gereja di
seluruh dunia dinamakan menurut namanya. Salah satunya adalah Gereja Katedral
Santo Fransiskus Xaverius, Keuskupan Amboina, Ambon. Basilika Santo Fransiskus
Xaverius di Dyersville, Iowa adalah salah satu dari 52 basilika minor di
Amerika Serikat dan satu-satunya yang berada di luar kawasan metropolitan. Ada
pula sebuah universitas terkenal di Kanada yang dinamakan menurut namanya di
Antigonish, Nova Scotia yakni Universitas St. Fransiskus Xaverius.
Penutup
Riwayat hidup Fransiskus Xaverius
mengungkapkan betapa gembira hatinya menerima Kabar Gembira Kerajaan Allah,
menerima Sang Mesias, sehingga ia tak segan-segan berkeliling dunia dan
menghadapi segala tantangan untuk membagikan kegembiraannya dengan mewartakan
Sang Mesias. Riwayatnya merupakan sebuah ajakan agar kita menyadari betapa
berharganya Kabar Gembira Kerajaan Allah, betapa berharganya Kristus Sang Mesias.
Dengan iman dan kesadaran ini marilah kita menyambut Sang Mesias dan
memberitakan-Nya dengan penuh sukacita.
Catatan:
1.
Kelompok yang berkomitmen untuk
meneladan Yesus dalam hal kemiskinan dan cinta kasih-Nya guna mewartakan Injil.
Pengikutnya disebut Yesuit.
2.
Inkuisisi (dengan huruf I besar)
adalah istilah yang secara luas digunakan untuk menyebut pengadilan terhadap
bidaah oleh Gereja Katolik Roma. Istilah ini juga dapat bermakna tribunal
gerejawi atau lembaga dalam Gereja Katolik Roma yang bertugas melawan atau
menyingkirkan bidaah, sejumlah gerakan ekspurgasi historis terhadap bidaah
(yang digiatkan oleh Gereja Katolik Roma), atau pengadilan atas seseorang yang
didakwa bidaah.
3.
Daimyo berasal dari kata Daimyoshu,
kepala keluarga terhormat yang berarti orang yang memiliki pengaruh besar di
suatu wilayah. Di dalam masyarakat samurai di Jepang, istilah daimyo digunakan
untuk samurai yang memiliki hak atas tanah yang luas (tuan tanah) dan memiliki
banyak pengikut.
4.
Dainichi adalah sebutan untuk dewa
umat Budha di Jepang.
Sumber :
|